SIAGAINDONESIA.ID Tarik ulur kewenangan pengerukan alur pelayaran antara Pelindo (operator) dan Kantor Kesyahbandaran (KSOP) selaku regulator bak benang kusut yang tak berujung.
“Padahal keduanya sama-sama menikmati setoran dari user,” demikian dikatakan Ketua Forum Masyarakat Kelautan Maritim dan Perikanan (F-MKMP), Oki Lukito.
Pelindo menikmati biaya tambat kapal, KSOP memungut uang jasa labuh kapal. Sedangkan di darat Pelindo mengenakan tarif sewa lahan antara lain untuk usaha industri perkapalan atau galangan kapal yang berada di area Pelindo dan KSOP juga mengenakan sewa perairan untuk industri kapal yang umumnya berlokasi di Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan.
“Keduanya menikmati setoran dari user, seharusnya bertanggung jawab melakukan pengerukan di alur pelayaran. Jangan mau uangnya tapi saling tunjuk dengan bermacam dalih dan argumen serta saling menyalahkan soal kewenangan pengerukan alur pelayaran,” terang Oki Lukito yang juga Dewan Pakar PWI Jatim itu.
Sekjen LBH Maritim tersebut melansir Peraturan Menteri Perhubungan No 36 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan serta Permenhub No 16 Tahun 2023 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan soal Pengerukan dan Reklamasi antara lain tertera di Bab I Pasal 3 huruf C. Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan menyelenggarakan fungsi selain Pengawasan juga Pengerukan dan Reklamasi. Hal tersebut ditegaskan lagi di Bab III pasal 14.
“Bicara pengerukan Alur Pelayaran berarti bicara keselamatan pelayaran,” tegasnya.
Seperti diberitakan, pendangkalan alur pelayaran di sejumlah daerah menjadi polemik mendapat perhatian dari partner kerja Pelindo. Diantaranya asosiasi Pelayaran Rakyat (Pelra) dan asosiasi Perusahaan Industri Kapal Dan Lepas Pantai (Iperindo).
Holding Pelindo sebenarnya bisa mempermudah kordinasi antar pelabuhan milik Pelindo, BUMN tugasnya agen pembangunan tidak melulu cari untung tapi memberikan pelayanan masyarakat dan menfasilitasi gerak tranportasi untuk kelancaran distribusi logistic se nusantara.
“Pelindo cari untung melulu tetapi abaikan pelayanan,” demikian dikatakan Ketua DPP Pelayaran Rakyat (Pelra) Bidang Kerjasama, Salehwangen Hamsar.
Menurutnya polemik pendangkalan alur pelayaran sudah sejak lama terjadi dan korbannya termasuk kapal kapal rakyat. Dulu ketika alur pelayaran di Pelabuhan Kalimas masih dalam, ratusan kapal kayu melakukan bongkar muat setiap hari. Kalimas menjadi ikon kapal rakyat.
“Akibat pendangkalan parah sekarang paling banyak dua kapal dalam seminggu beraktivitas di Kalimas,” jelasnya.
Di Jatim pelabuhan Pelindo yang bermasalah akibat pendangkalan selain Kalimas juga terjadi di pelabuhan Pelindo di Probolinggo dan Pasuruan.
“Keluhan pendangkalan sering dilaporkan dari anggota Pelra lainnya seperti Sampit, Kumai, Semarang, Sunda Kelapa, Banjarmasin, hampir semua pelabuhan,” kata Salehwangen Hamsar yang juga Ketua Pelra Jawa Timur dan Bali itu.
Soal pendangkalan alur pelayaran juga dianggap mengganggu dan merugikan Industri Kapal Lepas Pantai.
“Iperindo Jawa Timur sudah menyurati Pelindo terkait pendangkalan di Kali Perak,” Demikian Ketua Iperindo pusat, Anita Puji Utami beberapa waktu lalu.
Setidaknya ada tujuh galangan kapal di alur pelayaran Kali Perak Surabaya yang terancam berhenti aktifitasnya akibat pendangkalan.
“Kami Terpaksa harus mengeruk sendiri alur di depan agar kapal bisa ke keluar masuk galangan,” jelas menejer Galkap PT Ben Santoso, Bertus.
Menurutnya alur pelayaran Kali Perak tanggung jawab Pelindo sebab setiap tahun Galangan Kapal di Kali Perak bayar sewa lahan ke Pelindo.
“Sudah ada usaha Galkap yang mati karena alurnya tertutup lumpur,” tambah Momon Hermono mantan Ketua Iperindo Jawa Timur yang mengaku sudah berulangkali beraudiensi dan menyurati Pelindo namun tidak ada realisasinya.@masduki.