SIAGAINDONESIA.ID Polemik dugaan korupsi kredit fiktif Bank Jatim Cabang Jakarta Rp 569,4 miliar masih berlanjut. Menurut Ketua Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto Bank Jatim harus memperketat rekrutmen tidak hanya di jajaran direksi saja. Kepala Cabang sebagai pintu masuk pertama jika ada permohonan kredit juga harus diseleksi dengan ketat.
“Selain OJK libatkan pula lembaga independen untuk menguji kapabilitas, integritas, tanggung jawab calon direksi dan calon kepala cabang selain itu komisaris utama direkrut dari pejabat Pemprov Jatim yang kredibel,” ujarnya.
Sementara itu diperoleh informasi, Pemprov Jatim menggelar Rapat Panitia Seleksi (Pansel) Direksi dan Komisaris PT Bank Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur Jumat, 25 April kemarin. Pansel ini dibentuk menjelang persiapan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Mei 2025 mendatang. Pansel diketuai oleh Prof Muhammad Nuh.
“Bank Jatim adalah industri keuangan yang sudah terbuka (Tbk). Oleh karena itu harus patuh terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) termasuk peraturan lainnya di industri keuangan sehingga tidak bisa comat-comot comat-comot begitu saja,” kata Prof M Nuh usai Rapat Pansel di Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan, Jumata (25/5/2025) petang.
Menanggapi soal Pansel, mantan direksi Bank Jatim yang keberatan namanya disebut mengatakan, Pansel selalu ada sebelum RUPS.
“Pansel elalu ada pak, tapi kembali lagi calon calon nya adalah titipan dari Jatim 1,” ujarnya.
Sejauh ini Khofifah Indar Parawansa belum menjawab konfirmasi awak media.
Sebelumnya Ketua DPRD Jatim, Musyafak Rouf menanggapi bobolnya Bank Jatim Cabang Jakarta sebesar lebih setengah triliun mengatakan.
“Kalau sampai terjadi kerugian sebesar itu, berarti ada yang tidak beres. Unsur kesalahan bisa saja disengaja. Kalau hanya terjadi satu-dua kali mungkin bisa dianggap kelalaian, tapi ini sampai 63 kali dan terus menerus,” ungkap Musyafak kepada awak media.
Seperti diberitakan kredit fiktif senilai Rp 569,4 miliar di Bank Jatim Cabang Jakarta. Saat ini penyidik masih menunggu penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Penyidik merilis kasus dugaan tindak pidana korupsi kredit fiktif ini pada 20 Februari 2025. Ketiga tersangka yang diumumkan ialah Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta Benny, pemilik PT Indi Daya Group Bun Sentoso, serta Direktur PT Indi Daya Group dan PT Indi Daya Rekapratama Agus Dianto Mulia.
Benny diduga memberikan kredit kepada dua perusahaan milik Bun itu dengan jaminan dari perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Padahal, sebenarnya tidak ada jaminan sama sekali. Selanjutnya, 65 kredit utang dan 4 kredit kontraktor senilai Rp 569,4 miliar dicairkan atas nama perusahaan-perusahaan yang dokumennya telah direkayasa. Perusahaan ini sebenarnya tidak memiliki proyek atau kemampuan finansial untuk mengakses kredit dalam jumlah besar.
”Sedang dimintakan ahli untuk menghitung kerugian keuangan negara. Ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Syahron Hasibuan, Rabu (23/4/2025).
Satu tersangka lainnya adalah Fitri Kristiani. Ia merupakan salah satu karyawan Bun. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dalam rilis pada 3 Maret 2025 menyebut Fitri Kristiani berperan mencari KTP untuk pengurus perusahaan debitor.
Fitri kemudian menyiapkan perusahaan dan mendampingi serta mengarahkan analis kredit saat kunjungan ke kantor dan lokasi pekerjaan. Progres pekerjaan yang fiktif ini juga dilaporkan kepada Bank Jatim Cabang Jakarta.
Saat ini Benny mendekam di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sementara Bun ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Agus di Rutan Cipinang.
Selain itu, penyidik Kejati DKI Jakarta telah menggeledah berbagai lokasi, di antaranya rumah Bun dan kantor PT Indi Daya Group. Barang bukti yang disita adalah berbagai dokumen terkait kredit fiktif.
Syahron menyatakan bahwa kasus ini sepenuhnya ditangani oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Namun, ia belum menjawab pertanyaan apakah ada manajemen atau direksi Bank Jatim yang diperiksa terkait kasus ini.
Dalam dua tahun terakhir, setidaknya ada dua kasus manipulasi yang terjadi di Bank Jatim sebelum kredit fiktif yang diungkap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Keduanya diduga menyebabkan kerugian hingga miliaran rupiah.
Dilansir dari Kompas.com, Ahmad Septian Hardianto, mantan karyawan Bank Jatim Cabang Pembantu Serayu Kota Madiun, dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada akhir Februari 2025.
Ia terbukti bersalah dalam kasus korupsi uang kas Bank Jatim sebesar Rp 2,8 miliar yang digunakan untuk kegiatan trading. Ahmad dalam aksinya telah melakukan transaksi fiktif sejak Mei hingga September 2024 dengan masuk ke sistem menggunakan password atau username orang lain.
Dalam kasusnya lainnya, seperti diberitakan Kompas.com, pasangan suami-istri, yakni Indah Suryaningsih (38) dan Rakhmad Habibi (40), dari Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, memanipulasi kredit Bank Jatim sebesar Rp 750 juta.
Indah melaporkan bahwa suaminya telah meninggal kepada Bank Jatim pada November 2024. Laporan diperkuat foto pemakaman lengkap dengan batu nisan bertuliskan nama Rakhmad. Keduanya melakukan hal ini agar terhindar dari kewajiban membayar angsuran kredit sebesar Rp 750 juta. Namun, upaya itu ketahuan oleh notaris bank.
Dalam penyidikan terungkap bahwa Rakhmad dan istrinya menggunakan KTP palsu saat mengajukan kredit ke Bank Jatim Cabang Balung pada Maret 2024. Keduanya juga memalsukan kartu keluarga, buku nikah, dan sertifikat tanah sebagai jaminan kredit.@masduki