Oleh: Rosdiansyah
SETAHUN silam, tepatnya 16 Desember 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan empat tersangka kasus suap dana hibah. Penetapan ini diawali Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 14 Desember 2022 di sebuah Mall di Surabaya.
Sepekan kemudian, 21 Desember 2022, giliran kantor Gubernur Jawa Timur yang digeledah KPK. Lembaga Anti Rasuah ini menyasar ruang kerja Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Emil Dardak, Kantor Sekretariat Daerah, BPKAD dan Bappeda Jatim.
Penggeledahan Kantor Gubernur itu terjadi usai KPK menggeledah Gedung DPRD Jawa Timur pada 19 Desember 2022 dan 20 Desember 2022.
Operasi KPK ini bukan yang pertama kali terjadi pada kantor-kantor pemerintahan Jawa Timur. Beberapa tahun sebelumnya, pada 6 Juli 2017, KPK juga telah menggeledah kantor dinas di Provinsi Jawa Timur dan gedung DPRD, lalu menetapkan dua kepala dinas Provinsi Jawa Timur dan ketua Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur sebagai tersangka korupsi. Penetapan status itu disematkan usai KPK menggelar OTT kasus suap.
Aksi-aksi OTT KPK ini tentu masih menjadi perhatian publik di Jawa Timur sampai saat ini. Sebab, yang digeledah KPK adalah dua lembaga tinggi pemerintahan Jawa Timur yang seharusnya menjadi mercusuar reformasi birokrasi serta pemberantasan korupsi. Tapi, kedua lembaga tersebut yang justru terindikasi menjadi sumber korupsi.
Begitu tega oknum-oknum tersebut menurunkan marwah dan martabat birokrasi pada saat birokrasi sedang giat dan gencar mensosialisasikan pencegahan korupsi. Kecurigaan publik kian meningkat terhadap praktek-praktek koruptif dan koncoisme di lingkungan Provinsi Jawa Timur yang sesungguhnya sudah berlangsung lama. Patut diduga, rotasi jabatan pun tak terlepas dari praktek koncoisme tersebut.
Saat proses pengisian jabatan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) di awal 2022, juga sarat indikasi koncoisme. Indikasi ini menguat bersama sorotan publik pada rekam jejak kedekatan gubernur pada salah-satu calon Sekda saat itu. Meski indikasi itu kemudian menguap seiring dengan dilantiknya Sekda baru. Namun, sorotan terhadap praktek koruptif tidaklah reda.
Selain menjadi alat sandera politik, korupsi tentu saja juga masih menjadi sorotan publik karena dampaknya sangat merugikan.
Ketika pengadaan Penerangan Jalan Umum (PJU) di sejumlah daerah menjadi sorotan karena diduga kuat telah terjadi pembengkakan anggaran, ternyata sorotan ini belum berlanjut ke penyelidikan intensif sampai ke ranah hukum. Lama-lama surut dengan sendirinya, usai pelaku pengadaan dikabarkan sudah mengembalikan kelebihan anggaran tersebut ke pemerintah.@
*) Penulis adalah Peneliti di Surabaya
Discussion about this post