SIAGAINDONESIA.ID Kesibukan sebagai guru taman kanak-kanak (TK) dan mengajar les privat di berbagai tempat, tidak membuat dirinya lupa menyelesaikan studi S2. Bahkan, berkat kemampuan membagi waktu, dia tidak saja berhasil lulus tepat waktu, tapi juga menjadi wisudawan terbaik dengan IPK 3,97.
Dialah Khoirotul Ula. Perempuan kelahiran Lamongan 1 Januari 1997 itu merupakan wisudawan prodi S2 Pendidikan Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan. Dia tidak pernah menyangka bisa menjadi wisudawan terbaik karena tidak pernah punya target ke sana. “Nggak pernah ada ambisi ke sana (wisudawan terbaik),” tuturnya.
Kegigihan wisudawan yang kerap dipanggil Ula itu memang luar biasa. Betapa tidak, setiap hari, dia harus wara wiri antara tugas mengajar dan kuliah. Pagi hari, dia fokus mengajar di salah satu TK di Surabaya, siang harinya berkuliah hingga malam, kemudian melanjutkan mengajar les privat. “Ya, harus pandai memanajemen waktu, Nggak ada waktu buat males-malesan,” ucapnya.
Selain kegigihan, faktor lain yang menjadi kunci keberhasilan dirinya lulus S2 adalah doa dan restu orang tua. Dia masih ingat betul ketika akan menuntaskan tesis, dia disarankan dosen pembimbingnya menambah semester karena tidak cukup waktu satu semester untuk melanjutkan bab 4 hingga 5. “Tetapi keajaiban itu datang,” katanya.
Ketika orang tua Ula pergi haji, kurang dari 1 bulan, tesis itu berhasil diselesaikan. Tepat pada 4 Juli 2023, dia berhasil lulus dari magister prodi Pendidikan Dasar. Dia meyakini semua itu tak lepas dari restu orang tua dan kehendak Allah Swt. “Gak bisa itu hasil sendiri, jadi ya semuanya kehendak Allah. Sebuah keberuntungan, hadiah Allah” ungkapnya.
Alumnus S1 UINSA itu tidak menampik pernah dilanda rasa malas ketika awal-awal kuliah. Apalagi, pada awalnya dia ragu-ragu untuk mendaftar karena prodi yang tidak linear dengan jenjang S1-nya. Dia membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk memilih. “Saya lawan dengan giat belajar dan menata niat mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan,” kenangnya.
Setelah berhasil mendapatkan gelar magister, Ula akan berfokus mendedikasikan diri sebagai guru TK. Dia tidak ingin jeda terlebih dahulu terkait karir akedemik. “Jikapun mendapatkan beasiswa S3, saya akan berpikir terlebih dahulu karena keberhasilannya ini bukan dari dirinya saja, tetapi juga doa dari orang tua,” tandasnya.
Ada momen yang cukup mengharukan saat pelaksanaan wisuda. Dia hadir dalam pengukuhan gelar magister dengan kondisi harus memakai kursi roda karena cedera. Dia mengalami kecelakaan saat hendak mendaftar yudisium. “Saya jatuh ketika ibu-ibu bersepeda mendadak belok di depan dan di saat bersamaan ada mobil di depan. Saya kaget dan gak fokus, lalu terjatuh,” cerita Khoirotul.
Dari kecelakaan itu, dia mengira hanya mengalami luka biasa dan keseleo, tetapi setelah berobat ke rumah sakit dan didiagnosa. Ternyata, dia mengalami patah tulang, sehingga harus melalui proses pemulihan yang cukup lama.
Karena kondisi itulah, dia mengenakan kursi roda yang membuatnya kesulitan beraktivitas, pun saat mendaftar yudisium. Beruntung, dia memiliki teman baik asal Jombang yang membantunya menyelesaikan pendaftaran yudisium dan dia bisa hadir wisuda dengan berkursi roda. @rka/sir