SIAGAINDONESIA.ID Pilot project tuna rantai dingin di Tamperan, Pacitan ditengarai hanya menguntungkan 7 pedagang. Omset ikan Rp 3 miliar per hari jika musim ikan tidak dinikmati nelayan, lelang TPI tidak jalan fungsinya hanya untuk penimbangan ikan.
Demikian pula coldstorage mangkrak karena tarip PLN mahal sementara solar subsidi untuk nelayan dikuasai mafia karena pasokan kurang. Harga es balok untuk dibawa kapal melaut mahal karena sebagaian besar harus didatangkan dari Ponorogo. Sementara Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) umumnya tidak fungsi.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Perkumpulan Masyarakat Peduli Nelayan (PMPN), Kamil Anajib. Berdasarksn informasi yang diterima dari nelayan di 22 kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur, menurutnya, kondisi seperti di Pacitan terjadi di hampir semua Pelabuhan Perikanan Jawa Timur.
Hasil penelusuran siagaindonesia.id, pengelolaan pelabuhan perikanan diserahkan kepada personil bukan ahlinya. Contoh di Tamperan, Pacitan dan Muncar, Banyuwangi sebelumnya dipercayakan kepada pejabat ahli di perikanan Budidaya. Sementara Tamperan adalah Pelabuhan Perikanan kelas satu yang mempunyai status BLUD yang membutuhkan personil yang faham dengan perikanan tangkap atau perikanan laut.
Budi Setyono berdomisili di Sawojajar, Malang sebelum dipindah menjadi Kalabuh Pelabuhan Perikanan Pondokdadap (BLUD), Malang menjadi Kalabuh di Tamperan.
Sebagai ahli di bidang budidaya, penempatan Budi Setyono dinilai tidak sesuai kompetensinya. Demikian pula Kalabuh Muncar, Banyuwangi, Munir yang sejak tahun 2001 berkutat di bidang budidaya dan sebelum bergabung dengan DKP tahun 1999 sudah mengelola budidaya (pembenihan bandeng) di Singaraja Bali itu dijadikan Kalabuh Muncar yang kondisinya sedang terpuruk itu.
Ketika dikonfirmasi Budi Setyono yang pernah menjadi Kepala Cabang Dinas Perikanan Jawa Timur di Malang itu, mengaku dirinya sempat diperiksa Kejari Pacitan terkait pembangunan Break water dan Spoil Bank di Pelabuhan Tamperan, Pacitan.
“Saya tidak tahu proyek yang dimaksud, saya di Pacitan tahun 2022, monggo konfirmasi ke Surabaya,” elaknya.
Sebagai informasi, proyek pembangunan Pelabuhan Tamperan Pacitan menelan biaya kurang lebih Rp 7,5 miliar tahun anggaran 2021. Proyek pembuatan pemecah gelombang (break water) tahun 2021 dan tempat pembuangan hasil pengerukan lumpur kolam labuh (Spoil Bank) tersebut anggarannya didanai APBD Jawa Timur.
Informasi terbaru dari Kejari Pacitan menyebutkan, setelah dua orang terdakwa dieksekusi ke Lapas, kontraktor dan konsultan Pengawas Proyek Tamperan, diinfokan dalam waktu dekat, 2 orang yakni Miftahul Arifin selaku PPK dan Fery Purwo Nugraha selaku PPTK bakal diperiksa oleh Jaksa Tipikor Kejaksaan Negeri Pacitan. Keduanya hingga berita ini ditayangkan belum merespon permintaan konfirmasi.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui keterlibatan masing-masing dalam proyek Pelabuhan Tamperan. Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Pacitan Ratno Pasaribu kepada wartawan membenarkan informasi tersebut. Ia menegaskan, pemeriksaan Miftahul dan Fery berdasarkan putusan No 150/Pidsus/22 /PN Surabaya dan Nomor 151/Pidsus/22/PN Surabaya.
Dalam putusan itu menerangkan, kedua orang di atas tidak melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan perhitungan pada proyek tersebut. Lanjutnya, oleh karena itu patut diduga keduanya melakukan pelanggaran, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 2,4 miliar.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Maritim Indonesia, I Komang Aries Dharmawan, SH, MH memberitahukan bahwa lembaganya banyak menerima informasi dari ASN Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur mengenai sejumlah proyek pelabuhan yang perlu dilidik oleh Kejati dan KPK.
“Ada beberapa pelabuhan hampir setiap tahun dibangun dan menghabiskan dana ratusan miliar tapi tidak ada ikannya, kalau pun ada hanya ikan ikan kecil yang tidak punya nilai ekonomis,” ungkapnya.
Misalnya pelabuhan Mayangan (Kota Probolinggo) dibangun hampir Rp 1 triliun dan Paiton (Kabuoaten Probolinggo), kedua pelabuhan tersebut berdekatan posisinya dan terletak di Selat Madura yang sudah tergolong overfishing. Nelayan Mayangan tidak menerima efek domino dari pembangunan Mayangan.
“Kapal kapal ikan besar yang ada di Mayangan bukan milik nelayan lokal, tapi kapal pendatang asal Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau dan menangkap ikan di wilayah timur yang numpang lewat di Mayangan.
Sedangkan di Paiton dan Tambakrejo, Blitar pelabuhannya megah tapi ikannya tidak ada,“ katanya.
Tamperan, Pacitan dan Grajagan, Banyuwangi, lanjutnya, termasuk diantara pelabuhan perikanan yang hanya proyek oriented dan ditengarai tanpa didukung oleh hasil penelitian konsultan yang akurat.
Komang yang juga pengacara itu menjelaskan, ada informasi komitmen fee pemenang tender di DKP yang tengah diinvestigasi LBH Maritim Indonesia.@K
Discussion about this post