SIAGAINDONESIA.ID Penetapan pemenang berkontrak tender PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) yang direncanakan bakal diteken pada 29 September 2023, mendapat kritikan dari praktisi hukum.
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kongres Advokat Indonesia (DPD KAI Jatim), Abdul Malik, sebuah perusahaan bila ditetapkan status PKPUS (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara), maka neraca keuangannya dalam keadaan tidak sehat.
Malik khawatir, SPK tender proyek senilai Rp 500 miliar itu dimanfaatkan untuk meyakinkan sekaligus meredam para kreditur PTPP) selaku pemenang.
“Namanya tender itu ada uang jaminan beberapa persen, menunjukkan kalau dia itu mampu (secara fianansial). Ini (tender proyek) besar, hampir setengah triliun. Kalau ini tidak dilakukan, kata orang surabaya ‘Gak bahaya ta’,” kata Malik.
Malik meminta Pemerintah Kota Surabaya melakukan evaluasi secara menyeluruh kondisi BUMN dalam hal ini PTPP selaku pemenang tender.
Malik tidak mempermasalahkan perusahaan punya hutang terus ikut tender. Dan itu sah-sah saja. Tetapi tidak salah jika ada yang berpendapat utang ‘sing cilik ae gak isok mbayar’ (hutang yang kecil saja tidak bisa membayar), apalagi ini nilai pengerjaan hampir setengah triliun.
“Nah ini yang kita masalahkan. Logikanya kalau dia mampu mengikuti tender senilai setengah triliun, mengapa tidak bisa bayar yang mengajukan gugatan sebesar Rp 3,1 miliar dan memicu adanya penetapan PKPU. Apakah perusahaan plat merah itu tidak punya uang,” sindir Malik.
Sebagaimana diketahui, Pengadilan Niaga Makassar telah menetapkan gugatan pemohon dalam hal ini CV Surya Mas PKPU dengan Nomor Register: 9/Pdt.Sus PKPU/2023/PN.Niaga.Mks.
Hal ini membuat status pemenang tender dipertanyakan. Dengan status PKPU tersebut menimbulkan polemik usai PTPP ditetapkan sebagai pemenang tender RS Surabaya Timur pada 24 Agustus lalu.
Malik beranggapan PTPP tidak layak menjadi pemenang berkontrak dengan statusnya tersebut. Bila tetap dipaksakan untuk teken kontrak, Malik menilai penetapan tersebut akan menabrak banyak aturan.
“Bisa saja masyarakat akan melayangkan gugatan. Ini tentu tidak baik. Maka, harus dievaluasi,” terangnya.
Terkait dengan klaim Kabid Bangunan Gedung DPRKPP dan menjabat sebagai PPK, Iman Krestian saat hearing dengan Komisi D DPRD Surabaya, Rabu (27/9/2023) kemarin, bahwa pihaknya telah berkonsultasi dan mendapat ‘restu’ dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya untuk meneruskan kontrak tender,
Malik mengingatkan hal itu harus dilakukan secara tertulis. Kendati pihaknya tidak setuju dengan pendapat kejaksaan.
“Saya dengar-dengar ada pendapat dari kejaksaan tapi pendapat itu cuma katanya. Seharusnya Kejaksaan Tinggi kalau ini menyangkut pemerintahan, maka harus memakai nama institusi atau surat resmi yang dipublikasikan. Sehingga masyarakat bisa tahu,” tandasnya.
“Jangan ada orang yang berpendapat ini diperbolehkan karena sudah koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi, itu tidak benar. Seharusnya yang bicara adalah Kejaksaan Tinggi melalui pernyataan atau surat resmi (legal opinion),” imbuhnya.
Karena itu, Malik mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan menangani masalah ini. Pasalnya, proyek RS Surabaya Timur belum apa-apa sudah bermasalah. Selain itu, Malik memastikan nanti proyek tersebut pasti bermasalah.
“Itu tidak benar dan jangan sampai nanti penggelontoran uang ini menjadi pidana korupsi, karena hal ini masalah uang negara” tegasnya.@
Discussion about this post