SIAGAINDONESIA.ID Penebangan ratusan pohon mangrove tanpa ijin dan reklamasi illegal untuk perluasan budidaya udang vanamei di Desa Mrandung, Kecamatan Klampis, Bangkalan seluas kurang lebih 3,3 hektar dilakukan PT. Tanjung Bumi Akua Kultur (TBAI). Akan tetapi sejak diberitakan satu bulan lalu sampai saat ini aktivitas di lokasi tetap berlangsung.
Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak merespon ketika dikonfirmasi. Padahal sebelumnya menegaskan akan mensegel dan menghentikan semua aktivitas di perairan pesisir yang tidak memiliki perijinan.
Menurut informasi yang diperoleh dari Dinas dan Kelautan dan Perikanan (DKP) Jatim, sejak diberitakan beberapa waktu lalu semua aktivitas di perairan pesisir di Kabupaten Bangkalan disurvei dan didata oleh DKP maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Timur.
Untuk Tambak udang PT. TBAI dipastikan belum memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dan tidak punya ijin reklamasi serta menebang pohon mangrove secara illegal.
“Selain itu juga merusak kawasan konservasi, menyerobot kawasan pelabuhan dan merusak area penangkapan ikan,” ungkap Sub Koordinator Kelautan DKP Jatim, Wahyu Widya Laksana Nugraha.
Ditambahkannya, kawasan budidaya tidak boleh direklamasi dan jika ada reklamasi itu juga pelanggaran berat.
Sementara itu pejabat DLH Jatim, Erwin Fachrul mengatakan data di instansinya nama perusahaan tersebut tidak tercatat memiliki ijin lingkungan dan reklamasi dari DLH Jatim.
Kepala Dinas lingkungan Hiduph Bangkalan, Anang Yulianto mengatakan PT TBAI sudah mempunyai ijin lingkungan dari Kabupaten Bangkalan. Menjawab pertanyaan siagaindonesia.id, menurutnya DLH Bangkalan tidak mempunyai kewenangan mengeluarkan ijin reklamasi dan penebangan mangrove
“Ijin penebangan mangrove dan reklamasi, itu kewenangan Dinas Kelautan Provinsi,” jelasnya.
Sementara itu pemilik tambak, Santoso mengatakan area tambak miliknya adalah bekas lahan tambak garam dan tidak ada mangrovenya.
Ketua Jaringan Advokasi Maritim, Laili Azis mengatakan seharusnya dengan fakta yang sudah dikantongi oleh Pemprov Jatim, pihak yang berwenang tidak ada lagi berdalih dan segera melakukan tindakan.
“Ini kan sudah jelas pelanggaran, merusak lingkungan dan ekosistim pesisir dan laut,” tegasnya.
Jika dibiarkan, lanjutnya, akan menjadi preseden buruk dan terkesan ada sesuatu yang disembunyikan.
Seperti diberitakan sebelumnya, dari data yang diperoleh dari Citra Satelit dan Badan Informasi Geospasial (BIG), PT. Tanjung Bumi Akuakultur (TBAI) menempati areal darat di Desa Mrandung, Kecamatan Klampis, Kabupaten Bangkalan seluas 37,83 Ha. Sedangkan di wilayah laut perusahaan yang bergerak di budidaya udang vaname tersebut terdeteksi memperluas usahanya dengan mereklamasi laut 40-150 meter dengan luas 3,37 Ha.
Ketua Perkumpulan Masyarakat Peduli Nelayan (PMPN) Jawa Timur, Kamil Anadjib mengatakan, lembaganya sering menerima laporan dan keluhan Nelayan dan Petambak Bangkalan yang beroperasi di Selat Madura dan laut Jawa.
Kamil menduga reklamasi yang dilakukan perusahaan tersebut ilegal dan sudah berlangsung lama dan hampir setiap tahun dikerjakan reklamasi.
Dirinya juga menerima keluhan warga desa Mrandung sekitarnya soal pencemaran sungai dan limbah yang masuk ke areal petambak tradsional sehingga tidak bisa difungsikan.
“Area penangkapan ikan nelayan Bangkalan umumnya tidak lagi dekat jaraknya dengan pantai dan harus melaut jauh ke tengah laut dengan konsekwensi biaya operasional untuk membeli solar membengkak,” ujar Kamil yang putra daerah Bangkalan yang tinggal tidak jauh dari lokasi tambak bermasalah tersebut.
Menurut informasi yang diterima, usaha budidaya skala intensip tersebut ditengarai hanya memiliki satu kolam penampungan limbah, tidak punya instalasi pengolah limbah (IPAL). Indikasi limbah berupa sisa pakan dan kotoran dibuang ke laut tanpa diolah atau dinetralisir.
Menurut informasi dari DKP Jatim, seharusnya IPAL idealnya terdiri atas kolam sedimentasi, dua kolam aerasi, dan satu kolam penampungan. Perlu diketahui, limbah tambak udang mengandung ammonia, nitrogen, nitrit, nitrat, fosfat, bahan organik terlarut lainnya yang sangat berbahaya bagi lingkungan apabila tidak diolah.
Hal tersebut tentunya sangat membahayakan lingkungan pesisir dan merusak ekosistem laut serta dampaknya merugikan nelayan dan petani tambak tradisonal. Limbah tambak yang tidak dikelola dengan standar mengancam ekosistim di kawasan Konservasi laut yang berada di Kecamatan Bangkalan, Kecamatan Socah, Kecamatan Arosbaya, Kecamatan Klampis dan Kecamatan Sepulu (NPL 3504-3; NPL 3504-8 Perda Jawa Timur No 1 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil).@k
Discussion about this post