SIAGAINDONESIA.ID Data Citra Satelit dan Badan Informasi Geospasial menggambarkan lahan usaha tambak udang intensip di Desa Mrandung, Bangkalan yang dikelola PT. Tanjung Bumi Akuakultur (TBAI) seluas 41,2 H dipastikan 3,37 Ha diantaranya mereklamasi laut. Demikian pula penebangan ratusan pohon mangrove tanpa ijin dan reklamasi illegal untuk perluasan budidaya udang vanamei tersebut hingga saat ini dibiarkan bebas beroperasi.
Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang saat dikonformasi dijabat oleh Andin Awaludin (Juni 2023) tidak merespon ketika dikonfirmasi. Padahal sebelumnya menegaskan instansinya akan mensegel dan menghentikan semua aktivitas di perairan pesisir yang tidak memiliki perijinan.
Menurut informasi yang diperoleh dari Dinas dan Kelautan dan Perikanan (DKP) Jatim, sejak diberitakan beberapa waktu lalu semua aktivitas di perairan pesisir di Kabupaten Bangkalan disurvei dan didata oleh DKP maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Timur. Untuk Tambak udang PT. TBAI dipastikan belum memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dan tidak punya ijin reklamasi serta menebang pohon mangrove secara illegal.
“Selain itu juga merusak kawasan konservasi, menyerobot kawasan pelabuhan dan merusak area penangkapan ikan,” ungkap Sub Koordinator Kelautan DKP Jatim, Wahyu Widya Laksana Nugraha.
Ditambahkannya, kawasan budidaya tidak boleh direklamasi dan jika ada reklamasi itu juga pelanggaran berat.
Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jatim, Jempin Marbun mengatakan, DLH Provinsi Jawa Timur dan DLH Kab Bangkalan telah melakukan pengawasan ke PT. TBAI pada tgl. 11-12 Juli 2023 lalu beberapa hari setelah pemberitaan tambak udang di Mrandung dimuat media. Hasil pengawasan DLH, PT TBAI merupakan kewenangan Kab. Bangkalan.
“DLH Provinsi Jawa Timur telah memberikan rekomendasi kepada DLH Kab. Bangkalan untuk menindaklanjuti hasil pengawasan,” jelasnya tanpa merinci apa saja hasil pengawasan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bangkalan, Anang Yulianto beberapa waktu lalu mengatakan PT TBAI sudah mempunyai ijin lingkungan dari Kabupaten Bangkalan. Menjawab pertanyaan siagaindonesia.id, menurutnya DLH Bangkalan tidak mempunyai kewenangan mengeluarkan ijin reklamasi dan penebangan mangrove.
“Ijin penebangan mangrove dan reklamasi, itu kewenangan Dinas Kelautan Provinsi,” jelasnya.
Pemilik tambak, Santoso beberapa waktu lalu mengatakan area tambak miliknya adalah bekas lahan tambak garam dan tidak ada mangrovenya. Kepala Desa Klampis Barat Bangkalan, H. Hossariyono Kamil yang dimintai keterangan menjelaskan, di daerah Mrandung sepengetahuannya tidak ada tambak garam.
“Kalau tambak garam di Kecamatan Klampis ada di daerah Tolbuk”, jelasnya.
Ketua Jaringan Advokasi Maritim, Laili Azis mengatakan seharusnya dengan fakta yang sudah dikantongi oleh Pemprov Jatim, pihak yang berwenang tidak lagi berdalih dan segera melakukan tindakan.
“Ini kan sudah jelas pelanggaran dan arogan, merusak lingkungan dan ekosistim pesisir dan laut,” tegasnya.
Jika dibiarkan, lanjutnya akan menjadi preseden buruk dan terkesan ada sesuatu yang disembunyikan.
Presiden Shrimp Club Indonesia (SCI) Haris Muhtadi yang dihubungi tidak bersedia memberikan keterangan.
“Saya belum paham duduk perkaranya maaf belum bisa komentar,” terangnya melalui pesan singkat.
Ketua Himpunan Nelayan (HNSI) Jawa Timur, Kamil Anadjib mengatakan, lembaganya sering menerima laporan dan keluhan Nelayan dan petambak Bangkalan yang beroperasi di Selat Madura dan laut Jawa. Kamil menduga reklamasi yang dilakukan perusahaan tersebut ilegal dan sudah berlangsung lama dan hampir setiap tahun dikerjakan reklamasi.
Dirinya juga menerima keluhan warga desa Mrandung sekitarnya soal pencemaran sungai dan limbah yang masuk ke areal petambak tradisional sehingga tidak bisa difungsikan.
“Area penangkapan ikan nelayan Bangkalan umumnya tidak lagi dekat jaraknya dengan pantai dan harus melaut jauh ke tengah laut dengan konsekwensi biaya operasional untuk membeli solar membengkak,” ujar Kamil yang putra daerah Bangkalan yang tinggal tidak jauh dari lokasi tambak bermasalah tersebut.
Menurut informasi yang diterima, usaha budidaya skala intensip tersebut ditengarai hanya memiliki satu kolam penampungan limbah, tidak punya instalasi pengolah limbah (IPAL). Indikasi limbah berupa sisa pakan dan kotoran dibuang ke laut tanpa diolah atau dinetralisir. Sesuai dengan pedoman Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), seharusnya IPAL idealnya terdiri atas kolam sedimentasi, dua kolam aerasi, dan satu kolam penampungan. Perlu diketahui, limbah tambak udang mengandung ammonia, nitrogen, nitrit, nitrat, fosfat, bahan organik terlarut lainnya yang sangat berbahaya bagi lingkungan apabila tidak diolah.
Hal tersebut tentunya sangat membahayakan lingkungan pesisir dan merusak ekosistem laut serta dampaknya merugikan nelayan dan petani tambak tradisonal. Limbah tambak yang tidak dikelola dengan standar mengancam ekosistim di kawasan Konservasi yang berada di Kecamatan Bangkalan, Kecamatan Socah, Kecamatan Arosbaya, Kecamatan Klampis dan Kecamatan Sepulu (NPL 3504-3; NPL 3504-8) sebagaimana termuat di dalam Perda No 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) yang direvisi menjadi Materi Teknis Perairan Pesisir (MTPP Tahun 2022) dan menjadi acuan Perda No 10 Tahun 2023 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2023-2043. @masduki
Discussion about this post