SIAGAINDONESIA.ID Arif Fathoni, Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dan pertimbangan dampak ekologis dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) Water Front City di pesisir Pantai Kenjeran.
Dalam rapat yang pernah diadakan oleh Komisi A, ia menegaskan keputusan untuk menetapkan suatu area sebagai PSN adalah wewenang pemerintah pusat, dan DPRD Surabaya tidak memiliki kompetensi untuk menolak atau menyetujui keputusan tersebut.
“DPRD Surabaya tidak dalam posisi mendukung atau menolak PSN, karena itu adalah kewenangan pemerintah pusat. Kami hanya dapat mendorong badan usaha penerima PSN untuk memberdayakan nelayan sekitar dan mengajak partisipasi mereka dalam rencana pembangunan,” ujar Toni kepada wartawan, Rabu (17/7/2024).
Toni menyebut langkah untuk mencari jalan tengah itu bertujuan agar tujuan PSN selaras dengan kemakmuran yang akan dialami oleh masyarakat setempat. Ia juga menyampaikan kekhawatiran terkait dampak ekologis yang mungkin timbul dari proyek tersebut.
Dalam rapat tersebut, kata Toni, pihak penerima PSN telah mempresentasikan kajian dari Universitas Brawijaya dan ITS mengenai dampak lingkungan. DPRD Surabaya berencana untuk mengakomodir setiap saran dan pendapat dari para ahli dan pegiat lingkungan, termasuk dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
“Kami akan mengundang PII dan pegiat lingkungan untuk memberikan saran dan pendapat mereka. Kami tidak ingin terburu-buru dalam menyetujui proyek ini tanpa mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi. Ini adalah tugas kita semua untuk mengawasi PT Granting Jaya selaku penerima PSN agar menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pembangunan,” tegas Fathoni.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak bisa menolak PSN, karena berada dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab, penentuan PSN maupun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan kewenangan mutlak pemerintah pusat.
“Pemkot Surabaya pun tidak bisa menolak, karena kita ini bagian integral dari sistem bernegara yang disebut negara kesatuan Republik Indonesia,” jelasnya.
Toni berharap agar PT Granting Jaya, sebagai penerima PSN, dapat menjalankan proyek ini dengan hati-hati dan mempertimbangkan segala aspek, baik dari segi kemakmuran masyarakat maupun dampak ekologis yang mungkin terjadi di kawasan pesisir Timur Surabaya.
Sebab, lanjut Toni, anggaran proyek ini murni berasal dari swasta, sehingga DPRD Surabaya berusaha mencari jalan tengah agar PSN berjalan tanpa memberikan dampak negatif kepada masyarakat.
“Kami mencari jalan tengah bagaimana PSN berjalan, tapi masyarakatnya tidak terdampak negatif, dan tidak ada kerusakan ekologis seperti yang dikhawatirkan oleh teman-teman,” ujar Fathoni, yang juga mantan advokat.
Sementara itu, Pengurus Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Jawa Timur, Ali Yusa, menyampaikan beberapa poin penting dengan fokus pada Total Economic Value dan Rekayasa Teknologi yang wajib di butuhkan dalam Pembangunan.
Yusa turut mengingatkan bahwa PSN merupakan inisiatif yang diluncurkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek lain. Bahkan, proyek tersebut dianggap memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dan ini wajib didukung oleh semua pihak.
“Proyek ini bukan hanya tentang bagaimana menyediakan lahan baru untuk kepentingan Pembangunan, Industrialisasi, Pariwisata atau pemukiman, tetapi juga harus memberikan manfaat nyata bagi peningkatan kualitas hidup Masyarakat surabaya, terutama masyarakat pesisir Kota Surabaya,” ungkap Cak Yusa.
Sayangnya proyek strategis nasional “water front land-water fronf city” ini, kata Yusa, di pastikan akan sangat merugikan dan menghancurkan Pembangunan kota Surabaya yang Selama ini telah di bangun dengan perencanaan yang sangat matang sejak ahir tahun 1800an.
“Hal ini dapat di pastikan karena hingga saat ini tidak ada laporan kajian akademis yang di publikasikan atas PSN Surabaya Waterfront Land ini,” ujar dia.