IKN Dalam Skeptisisme
Januari 28, 2023
Oleh: M Rizal Fadillah PRESIDEN Jokowi bulan Januari 2023 di depan Rakornas Kepda dan Forkopimda di Bogor memperingatkan Kepala Daerah...
Read moreSIAGAINDONESIA.ID Masyarakat merasa diprank dengan isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis bensin Pertalite dan Solar. Meski demikian, belum ada pengumuman resmi dari pemerintah.
Terkait dengan kenaikan harga BBM, tentu banyak kalangan menolak. Bahkan hampir seluruh fraksi di DPR menolak jika harga BBM bersubsidi dinaikkan.
Dari sembilan fraksi yang ada di DPR, enam fraksi menyatakan menolak jika BBM dinaikkan. Mereka yang menolak di antaranya Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Adapun mereka yang abstain yakni Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Serta satu yang setuju yakni Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Dari Nasdem, alasan setuju harga BBM dinaikkan karena tidak tepat sasaran dan banyak dinikmati kalangan mampu. Pasalnya, total BBM subsidi yang tidak tepat sasaran mencapai sekira 70% sampai 80%.
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan mempertanyakan alasan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran.
“Jadi, rakyat kurang mampu (yang mana), paling sedikit 138,9juta penduduk, selama ini konsumsi BBM apa?” tulis Anthony dalam akun twitternya, Kamis (1/9/2022).
Dikatakan Anthony, yang namanya “Subsidi salah sasaran” hanya cuma ada dua kemungkinan. Pertama, tidak mengerti esensi subsidi. Kedua, penyesatan untuk pembenaran menghapus subsidi.
“Untuk itu, sebaiknya belajar dari Malaysia: kecuali kendaraan asing, siapapun boleh beli BBM RON95, harga di bawah Rp7.000 per liter,” urainya.
Anthony menyebut, kenaikan subsidi BBM “dieksploitasi” dapat membuat APBN jebol.
“kenaikan subsidi BBM ini ‘dieksploitasi’: APBN bisa jebol!,” ujarnya.
Dijelaskannya, bahwa neraca keuangan minyak bumi/BBM, laporan operasional telah diaudit BPK. Inductively Coupled Plasma (ICP) naik, begitu pun dengan subsidi dan kompensasi BBM.
Pada tahun 2020 subsidi dan kompensasi BBM sebesar Rp15,2 Triliun, 2021 sebesar Rp78,7 Triliun, artinya ada kenaikan sebesar Rp63,5 Triliun. Tahun 2022 Rp14,5 Triliun.
Di lain sisi, kenaikan ICP juga membuat pendapatan negara dari minyak bumi naik mencapai Rp51,08 triliun pada 2021 dibandingkan 2020.
“Tetapi, kenaikan pendapatan ini tidak diungkap kepada publik. Yang diungkap hanya kenaikan subsidi BBM saja: ditambahi APBN bisa jebol,” tuturnya.
Secara keseluruhan, lanjutnya, kenaikan neto subsidi dan kompensasi BBM 2021, setelah memperhitungkan kenaikan pendapatan negara dari minyak bumi hanya Rp12,5 triliun.
“Secara keseluruhan, neraca keuangan minyak bumi 2021 masih surplus Rp35,6 triliun. Bagaimana 2022, APBN akan jebol?,” demikian Anthony.@
Copyright © 2021 Siaga Indonesia