SIAGAINDONESIA.ID Nelayan Pancer, Banyuwangi minta Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatasi kesulitan BBM khususnya pengadaan solar bersubsidi di Pancer.
Nelayan Pancer, menurut Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Nelayan Mulyo Bahari Sumberagung, Sugeng, pihaknya membeli solar non subsidi di SPBU yang jaraknya 17 Km dari Pancer. Sementara di pelabuhan Pancer tidak mempunyai Stasiun Pompa Bahan bakar untuk nelayan (SPBN).
“Dulu pernah ada tetapi bangkrut karena mismenejemen,” kata Sugeng dikutip siagaindonesia, Kamis (20/10/2022).
Tidak tersedianya SPBN menyebabkan armada kapal nelayan tidak mendapat jatah solar subsidi dan harus membeli di SPBU. Walaupun harga lebih mahal, nelayan membeli bensin atau solar eceran di kios kios terdekat di sekitar pelabuhan Pancer Rp 9 ribu (solar) dan Pertalite Rp 13 ribu per liter. Sementara di SPBU harga solar Rp 6.800 per liter, pertalite Rp 10.000 per liter.
Nelayan Pancer berharap Pemprov Jatim yang selama ini banyak menghabiskan dana untuk rehabilitasi pelabuhan perikanan seperti di Proboliggo, Garjagan Banyuwangi, Blitar, Pacitan, Tulungagung tergerak untuk mengalokasi dananya untuk membuat SPBN di Pancer. Pengelolaanya bisa diserahkan ke Koperasi Nelayan, BUMDES atau kelompok usaha nelayan (KUB) yang sudah berbadan hukum.
Keberadaan SPDN ini diyakini akan menekan biaya operasional dimana pemakaian BBM tersebut menghabiskan 60 persen dari total biaya melaut.
Sementara itu diperoleh penjelasan dari Kepala Pelabuhan Pancer, Heru Prasetyo, kebutuhan solar untuk kapal perikanan di Pancer per hari sekitar 8 ton. Sedangkan Jumlah nelayan yang tercatat pada tahun 2022 sebanyak 2.597 orang.
Jenis kapal dari berbagai ukuran 4-30 GT memadati kolam labuh. Antara lain pakisan, payang, jukung, cantrang, purse seine untuk menangkap ikan pelagis kecil seperti tongkol, cakalang, baby tuna, selar, lemuru, kakap, lemadang dan gurita menggunakan jaring gillnet, jaring insang hanyut, bagan perahu dan lainnya.
Jumlah kapal berukuran 10-30 GT tercatat 48 unit, kapal di bawah 10 GT kurang lebih 700 unit.
Mahalnya harga solar di Pancer, menurut Sugeng yang juga Ketua Rukun Nelayan itu memberatkan nelayan, sebab hampir 60 persen baya operasional kapal ikan dihabiskan untuk membeli BBM.
Otomatis, lanjutnya hal tersebut memengaruhi produkstivitas nelayan. Selain kebutuhan SPDN yang mendesak, nelayan juga berharap Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dihidupkan kembali.
“SPDN dan Tepei jantungnya nelayan. Tanpa kehadiran keduanya nasib nelayan akan selalu terpuruk,” pungkas Sugeng yang sedang berupaya membangun keramba jaring apung (KJA) di teluk Pancer untuk membudidayakan lobster dan kerapu.
Kegiatan budidaya laut ini jika digalakkan diyakini akan memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat pesisir Tumpang Pitu.@ki
Discussion about this post