SIAGAINDONESIA.ID Diberitakan sebelumnya Pj Bupati Bangkalan, Arief Moelya Edie akan segera menindaklanjuti perizinan yang belum terpenuhi oleh perusahaan budidaya tambak Udang Vaname PT Tanjung Bumi Akuakultur Indonesia (TBAI).
“Saya akan panggil secara birokrasi bagi pengusaha yang belum lengkap izinnya”, ujar Arief Moelya Edi.
Bukan hanya PT TBAI, akan tetapi juga perusahaan lainnya yang tidak memiliki izin termasuk PT Tri Warako Utama yang merupakan perusahaan galangan kapal.
Hal terebut mendapat respon dari Dewan Pakar PWI Jawa Timur, Oki Lukito mengatakan Bangkalan layak menjadi kawasan industri maritim dengan maraknya industri perkapalan di Kamal maupun di pesisir Barat dan Bangkalan sudah membuktikan sebagai salah satu daerah penghasil udang nasional. Langkah PJ Bupati untuk menertibkan perizinan di Bangkalan perlu diapresiasi dan menjadi contoh untuk daerah lainnya.
“Sikap PJ Bupati yang akan memanggil pengusaha tambak di Klampis yang tidak memiliki izin KKPR darat dan laut akan menjadi pemicu bagi perusahaan lain yang berusaha di Bangkalan untuk tertib perizinan,” kata Oki Lukito yang juga Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan.
Begitu pula, Direktur LBH Maritim, I Komang Aries Dharmawan mengatakan Pemkab Bangkalan harus tegas menindak usaha yang tidak punya izin.
“Langkah PJ Bupati diharapkan akan memberi efek jera kepada pengusaha lain agar tidak seenaknya mengabaikan perizinan”, ungkapnya.
Ditambahkan Komang, pihaknya menyarankan Pemkab Bangkalan membuat regulasi bisa Perbup atau Perda soal retribusi pemanfaatan ruang darat. Dicontohkannya salah satu Pemkab di NTB mengenakan retribusi bagi petambak setahun RP 10 juta per hektar. Demikian Pula di Situbondo setiap petambak dikenakan retribusi air laut yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan kolam tambak.
Sementara itu, Ketua HNSI Jatim, Kamil Anadjib menjelaskan keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha tambak udang cukup besar. Setahun bisa 6-7 kali panen. Selain itu bisa dilakukan pula panen partial. Harga udang size 50 bisa Rp 60-70 juta. Untuk panen size besar harganya perkilo 80-100 ribu. Tinggal kalikan saja dengan jumlah hasil panen. Selama ini kontribusinya ke pemkab sangat kecil.
“Setuju kalau petambak dikenakan retribusi untuk menyumbang pendapatan asli daerah,” jelasnya.
Ditambahkan Kamil, dengan adanya dugaan pembuangan limbah yang tidak sesuai aturan, nelayan di Bangkalan sulit mencari ikan lagi.

Direktur Jaringan Advokasi Maritim, L. Azis ikut mengomentari berita yang beredar, Bangkalan harus bebas mafia sebab bukan hanya TBAI yang tidak punya ijin PKKPRL, usaha pemotongan kapal ilegal di pesisir Bangkalan dan galangan kapal Triwarako juga tetap beroperasi. Azis memberikan masukan ke PJ Bupati Bangkalan bahwa semua aktivitas dan kelengkapan usaha di pesisir Bangkalan sudah di data DKP Provinsi, DLH Provinsi dan DLH Bangkalan setahun lalu.
“Tapi tidak ada langkah kongkrit penertiban dari pihak berwenang, pak PJ Bupati diminta segera menindaklanjuti,” jelasnya geram.

Sebagai referensi, menurut data Citra Satelit dan Badan Informasi Geospasial (BIG) area usaha perusahaan tambak tersebut berada di darat dan laut. Areal darat PT. TBAI seluas 37,83 Ha (tanpa KKPR Darat) dan hasil reklamasi laut 40-150 meter yang melebihi garis pantai dan tidak memiliki izin seluas 3,37 Ha. Sedangkan untuk PT. Tri Warako Utama area usahanya melebihi garis pantai yang tidak memiliki izin, kurang lebih 130-300 meter dengan luas kurang lebih 4,2 Ha.@masduki
Discussion about this post