Oleh: M Rizal Fadillah
PENYELIDIKAN Bareskrim Mabes Polri berdasarkan keterangan Brigjen Pol Djuhandhani telah mendapat klarifikasi banyak saksi dan memeriksa berbagai dokumen. Terakhir meminta agar keluarga menyerahkan ijazah UGM Joko Widodo. Ijazah itu telah diantarkan oleh adik ipar Jokowi. Dalam keterangannya Djuhandhani menegaskan tinggal 10 % lagi pemeriksaan khususnya berkaitan dengan uji forensik dokumen.
Masyarakat tentu menunggu hasil uji forensik apakah ijazah, skripsi, atau dokumen lain itu identik atau tidak identik. Meskipun demikian tidak sedikit yang merasa khawatir akan obyektivitas, transparansi, dan netralitas pengujian. Ada track record buruk Bareskrim atas uji forensik kasus-kasus lain dengan hasil yang kontroversial. Kasus Wongso, Vina, Sambo, atau KM 50 Kepolisian dicurigai melakukan rekayasa forensik.
Semestinya Jokowi diperiksa pula pada penyelidikan ini karena yang bersangkutan sebagai pihak yang dilaporkan atau diadukan oleh masyarakat. Tidak adil jika puluhan orang diminta klarifikasi, tetapi Jokowi tidak. Dalam kedudukan yang sama di depan hukum, Jokowi harus dipanggil. Bahkan semestinya ijazah itu bukan diserahkan oleh adik ipar tetapi oleh Jokowi sendiri. Ini penegakan hukum yang fair.
Dengan demikian proses penyelidikan Bareskrim ini membutuhkan dua hal penting, yaitu :
Pertama, Jokowi mesti ikut diminta keterangan yang keterangannya tercatat dalam BAP seperti yang saksi-saksi lainnya. Difoto pula saat dilakukan pemeriksaan. Tanpa ada pengecualian dan dibenarkan untuk disebarkan.
Kedua, uji forensik kiranya dapat melibatkan banyak pihak termasuk pengadu, ahli, maupun pihak lain yang keberadaannya dapat menjawab keraguan atau kecurigaan atas obyektivitas dan dugaan terjadinya rekayasa. Alangkah sayang jika hasil uji forensik Bareskrim yang ditunggu publik dinilai kontroversial.
Tidak boleh dalam penegakan hukum terlihat ada person yang diistimewakan. Jokowi bukan lagi Presiden, ia menjadi warga negara biasa meski kini masih diberi jabatan sebagai Dewan Pengarah Danantara.
Di Polda Metro Jaya Jokowi dibenarkan membuat laporan atas dugaan pencemaran nama baik. Padahal MK sudah memutuskan pejabat negara tidak diperkenankan melaporkan penyerangan kehormatan berdasarkan Pasal 27A UU ITE. Bukankah keraguan, pertanyaan, dan pencarian ijazah Joko Widodo terjadi sejak yang bersangkutan masih menjabat sebagai Presiden ?
Dalam masalah hukum khususnya pidana, tidak ada pihak yang kebal hukum atau diistimewakan. Semua terbuka untuk menjadi terperiksa, tersangka, terdakwa bahkan terhukum. Joko Widodo adalah warga negara yang berkedudukan hukum sama dengan joko wahyudi, joko pekik, joko mulyono atau joko joko lainnya.
Nah sebelum uji forensik, panggil dahulu Joko Widodo sebagai pihak yang penting untuk diminta keterangan oleh Bareskrim Mabes Polri. Sekaligus untuk konfirmasi ijazah, skripsi dan dokumen lain.
Keadilan harus ditegakkan untuk semua.@
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Discussion about this post