Oleh: M Rizal Fadillah
SAAT menjadi Presiden semua problema dapat diatasi dengan mudah. Aparat atau perangkat apapun dapat dioperasikan sesuai keperluan. Lawan pengganggu cepat untuk dilumpuhkan. Segala cara demi tujuan tercapai menjadi doktrin efektif. Para pengabdi kekuasaan termasuk penjilat membantu mulai dari yang tulus hingga fulus. Dekat pada Presiden adalah modal untuk kaya dan ikut kuasa. Presiden jumawa bak seorang raja yang dikelilingi para punggawa.
Menjelang berakhir masa jabatan, nikmat kuasa ingin dilanjutkan. Isu 3 periode dilempar berharap mendapat dukungan pasar. Ketika gagal, perpanjangan dicoba. PDIP partai yang membesarkan tidak merestui bahkan menghambat. Akhirnya ia memegang Prabowo sang Jenderal lembek serta menitipkan Gibran sebagai upaya perpanjangan minimal.
Jokowi lupa atau akhirnya menyadari bahwa sedikit demi sedikit loyalitas melonggar bersama rangsangan pragmatisme baru. Basa basi naga, loyalis yang datang berpura-pura, serta anak yang tidak berwibawa di istana, membuat dirinya resah dan semakin gelisah. Ikatan agama yang tipis memudahkan peralihan ke mistik lemah semisal sarang laba-laba.
Serangan isu ijazah membuat Joko Widodo kalang kabut dan stress. Bagaimana tidak, isu yang telah muncul saat masih sebagai Presiden justru semakin kencang saat ia sudah tidak lagi menjabat. Bahkan ada tamu yang datang ke rumahnya menanyakan langsung soal ijazah misteriusnya. Berkelit dengan sandiwara yang mudah ditebak jalan ceritranya. Ia harus datang lapor ke Polda Metro Jaya dengan rasa tercemar dan terhina sehina hinanya.
UGM tidak bisa menolong untuk menutup kepalsuan dengan sempurna. Borok-borok terus terkuak dan UGM pun turut babak belur dihajar publik. Alumninya sendiri yang membombardir integritas kampusnya. Pelesetan Universitas Geng Mulyono sungguh menyakitkan. Jokowi telah melakukan pencemaran nama baik atas institusi.
Kepolisian adalah harapan terakhir dan satu-satunya tempat berlindung. Ia tertatih-tatih melapor tanpa kepastian siapa terlapor. Kebingungan yang diharapkan ditenangkan dengan klarifikasi muter-muter. Sulit menemukan target tanpa ancaman teriakan keras publik, kriminalisasi!
Pernyataan Dirtipidum bahwa ijazah Jokowi asli membuat Mabes Polri dinilai tidak profesional, kejar target, dan tentu saja bunuh diri. Joko Widodo sendiri yang menyodorkan pisau itu kepada institusi Polri. Lalu siap digunakan untuk dirinya. Ini sinyal dari jalan menuju tragedi mengerikan atas manusia yang dipanggil dengan nama Jokowi. Ia terperangkap oleh jeratan kesombongan dan kebodohannya sendiri.
Kini Joko Widodo dikutuk oleh manusia sebagai orang yang tega membohongi diri sendiri.
Kita tidak bicara tentang kutukan Tuhan karena itu adalah ujung dari sebuah drama.
Jokowi yang tenang dan sederhana kini mulai menua terlihat bingung dan tertekan.
Jokowi bukan produk dari teknologi kayu. Ia anak manusia yang memandang masa depan dengan mata sayu dan sendu.
Beban berat masa lalu yang tidak mudah sirna oleh antrian tamu yang ingin bertemu.
Terlalu banyak bacaan kisah pilu atas tuduhan sebagai penipu. Dari identitas, sertifikat hingga kemenangan palsu.@
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Discussion about this post