SIAGAINDONESIA.ID Asosiasi Galangan Kapal dan Bangunan Lepas Pantai (Iperindo) Jawa Timur meminta kejelasan Menko Maritim dan Investasi (Menko Maves) terkait pendangkalan di Sungai Surabaya yang menjadi tumpuan usaha tujuh Galangan Kapal.
“Kami sudah menanyakan ke Pelindo maupun Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak, tapi belum ada kejelasan,” kata Ketua Iperindo Jatim, Momon Harmono.
Kali Perak dipenuhi lumpur dan kedalamannya kurang dari dua meter sehingga menyulitkan kapal kapal yang akan docking atau perbaikan.
Dikatakan lebih lanjut, pendangkalan Kali Perak dipastikan mengancam penurunan omset hingga 50 persen. Iperindo berharap dengan menyurati Menko Maves segera mendapat kepastian.
“Pendangkalan di Sungai Surabaya menghambat usaha Galangan Kapal,” ungkap Dirut Galangan Kapal PT. Perikanan Nusantara tersebut.
Masalah pendangkalan dan kewenangan pengerukan di Kali Perak sempat terungkap beberapa waktu lalu di acara sosialisasi perijinan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut yang diselenggarakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Kami sudah menanyakan ke pihak Pelindo maupun Otoritas Pelabuhan tetapi tidak memperoleh jawaban pasti,” jelas Sekretaris Iperindo, Andy Yusuf.
Padahal lanjutnya, pengguna jasa di Kali Perak yaitu Galangan kapal tidak pernah mangkir membayar sewa lahan, pajak atau retribusi perairan.
Sebagai catatan, Perusahaan Galangan kapal sebagai penyewa lahan membayar ke Pelindo perhitungan besar kecilnya, berdasarkan NJOP yang dikeluarkan Kantor Pajak.
Selain membayar ke Pelindo, Galangan Kapal juga membayar sewa perairan ke Otoritas Pelabuhan.
Sementara itu pengamat perkotaan Surabaya, Darmantoko, menjelaskan pemerintah seharusnya segera tanggap dengan keluhan pengusaha Galangan Kapal yang ada di Kali Perak. Kelancaran usaha Galangan Kapal berarti memberi kelancaran kontribusi pendapatan kepada pemerintah. Saling lempar kewenangan antara Peindo dan Otoritas Pelabuhan menunjukkan pemerintah tidak tanggung jawab.
“Pelindo kan badan usaha milik negara, Otoritas Pelabuhan instansi pemerintah di bawah Departemen Perhubungan,” jelasnya.
Menurutnya tumpang tindih kewenangan di Tanjung Perak tidak lepas dari peran Pemerintah Kota Surabaya.
Pertama, lanjutnya, terwujud Kota di dalam Kota Surabaya. Kedua, Kewenangan Pelindo melebihi kewenangan Kota Surabaya padahal kawasan Tanjung Perak adalah bagian dari Kota tapi Pelindo berkuasa di Tanjung Perak.
Diingatkan pula tanah di kawasan Tanjung Perak adalah tanah negara, bukan tanah milik Pelindo hal ini bisa ditelusuri, ada skandal tanah Perak sertifikat 1/K 1992 yang ditandatangani Ir Subardi, Kepala Kantor Agraria Surabaya.
Sedangkan soal pengerukan sungai, Pelindo dinilai Darmantoko tidak konsisten.
“Dulu alur Dermaga Kalimas di Tanjung Perak dikeruk Pelindo untuk kepentingan proyek Pelindo. “Ini kan tidak konsisten,” tegas Darmantoko yang juga wartawan Senior itu.
Sampai berita ini diturunkan, pihak Pelindo Tanjung Perak maupun Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak belum merespon permintaan konfirmasi.@K
Discussion about this post