Oleh: Ahmad Khozinudin
AMERIKA bersama sekutunya Inggris, harus membayar harga yang mahal atas kelancangannya menyerang wilayah Yaman. Amerika telah memilih pilihan sulit dengan menyerang Yaman ketimbang membungkam anteknya zionis, untuk menghentikan penyerangan terhadap Palestina.
Sebelumnya, Yaman telah mengultimatum seluruh kapal yang melintasi Laut Merah, baik yang berbendera zionis atau menuju pelabuhan zionis untuk membantu kepentingan zionis, agar tidak melintasi Laut Merah. Pilihan telah ditentukan oleh Yaman, kapal akan diambil alih atau ditenggelamkan.
Ultimatum Yaman sederhana, blokade terhadap Laut Merah akan dicabut, dengan syarat zionis menghentikan pembantaian terhadap Muslim Palestina. Dampak dari ultimatum ini, jalur pelayaran Laut Merah menjadi terhambat, seluruh kapal yang menuju pelabuhan zionis ditangkap atau ditenggelamkan.
Amerika sebenarnya mudah saja, memaksa entitas Zionis Yahudi untuk menghentikan serangan kepada Palestina, dalam rangka menghentikan blokade Laut Merah oleh Yaman, melancarkan jalur pelayaran dan mensterilkan gangguan navigasi, serta melindungi kepentingan Amerika, pelayaran dan perdagangan internasional.
Nyatanya, Amerika lebih memilih menyerang Yaman. Dan hari ini, Amerika menerima konsekuensinya. Seluruh kepentingan Amerika dan Inggris, menjadi target sah penyerangan militer Yaman.
Karena ultimatum ini, Amerika meminta seluruh kapal perang, kapal niaga dan kapal yang berbendera Amerika agar menjauhi laut merah. Amerika terbukti pengecut, setelah lancang menyerang Yaman.
Di jalur darat, zionis dipermalukan oleh tentara Hamas. Sementara di jalur laut, kini Amerika dan Inggris dipermalukan oleh militer Yaman.
Konsolidasi kekuatan militer Islam, mulai terjadi alamiah. Tangisan, darah dan air mata Palestina, mampu menggerakkan militer Yaman untuk menolong. Dan saat Yaman diserang, sejumlah negara kawasan seperti Iran, Irak dan Lebanon mulai mengambil ancang-ancang untuk berkonfrontasi dengan zionis dan Amerika.
Di dalam negeri, Amerika mengalami perpecahan. Kongres mengecam Joe Biden, yang memulai peperangan dengan Yaman tanpa persetujuan kongres. Padahal, konstitusi Amerika tegas menyatakan status perang hanya bisa diambil Presiden dengan persetujuan kongres.
Joe Biden yang sudah terlihat sepuh dan ringkih, tidak lagi mampu menimbang keputusan secara rasional. Amerika masih berkonfrontasi dengan Rusia pada perang Ukraina, masih mensupervisi zionis untuk melawan Hamas dan kini justru membuka front terbuka dengan Yaman.
Amerika tidak lagi menggunakan antek kawasan untuk menyerang Yaman. Biasanya, Amerika menggunakan tangan Arab Saudi untuk menyerang Yaman, dengan dalih isu Sunni Syiah.
Saat ini nampaknya negara kawasan tak berani berkonfrontasi dengan Yaman, karena akan dianggap berkonfrontasi dengan umat Islam. Karena Yaman telah mampu mengokohkan kedudukan, bahwa intervensi militer yang ditempuh Yaman adalah intervensi untuk menolong saudara Muslim di Palestina. Sebuah tindakan terhormat yang mendapat dukungan dari kaum muslimin di seluruh dunia.
Saat Amerika berkonfrontasi langsung dengan Yaman, maka Amerika tak mampu lagi menutupi bobrok negara penjajah kapitalis tersebut. Hal ini, justru menguntungkan Yaman. Karena konfrontasi Yaman melawan Amerika akan dipersepsikan sebagai sikap pahlawan dan pembelaan terhadap kepentingan Islam dan kaum muslimin.
Yaman dan Palestina, sedang menyongsong era baru. Era baru kemuliaan Islam, dengan keberanian, menjunjung tinggi kehormatan, kekuatan iman dan keperkasaan melawan musuh-musuh Islam. Semoga Allah SWT menjaga saudara kita di Yaman dan Palestina. Amien.@
*) Sastrawan Politik
Discussion about this post