SIAGAINDONESIA.ID Masyarakat Nelayan dan Petambak di Desa Mrandung, Klampis, Kabupaten Bangkalan, resah dengan aktivitas tambak skala besar di wilayahnya.
Selain mereklamasi laut untuk memperluas tambak udang vanamei, aktivitas usaha tersebut diduga tidak memiliki Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) yang layak sehingga mencemari lingkungan darat dan laut serta mematikan usaha petambak tradisional dan mengganggu fishing ground nelayan.
Menurut data yang diperoleh dari Citra Satelit dan Badan Informasi Geospasial (BIG) PT. Tanjung Bumi Akuakultur (TBAI) menempati areal darat di Desa Mrandung, Kecamatan Klampis, Kabupaten Bangkalan seluas 37,83 Ha. Sedangkan di wilayah laut perusahaan yang bergerak di budidaya udang vaname tersebut terdeteksi memperluas usahanya dengan mereklamasi laut 40-150 meter dengan luas 3,37 Ha.
Ketua Forum Masyarakat Peduli Nelayan (FMPN) Jawa Timur, Kamil Anadjib mengatakan, lembaganya sering menerima laporan dan keluhan Nelayan dan Petambak Bangkalan yang beroperasi di Selat Madura dan laut Jawa.
Kamil menduga reklamasi yang dilakukan perusahaan ilegal dan sudah berlangsung lama dan hampir setiap tahun dikerjakan reklamasi.
Dirinya juga menerima keluhan warga desa Mrandung sekitarnya soal pencemaran sungai dan limbah yang masuk ke areal petambak tradsional sehingga tidak bisa difungsikan.
“Area penangkapan ikan nelayan Bangkalan umumnya tidak lagi dekat jaraknya dengan pantai dan harus melaut jauh ke tengah laut dengan konsekwensi biaya operasional untuk membeli solar membengkak,” ujar Kamil yang putra daerah Bangkalan yang tinggal tidak jauh dari lokasi tambak bermasalah tersebut.
Sementara itu pemilik usaha tambak. Santoso sampai berita ini diturunkan belum merespon permintaan konfirmasi.
Menurut informasi yang diterima, usaha budidaya skala intensip tersebut ditengarai hanya memiliki satu kolam penampungan limbah, tidak punya instalasi pengolah limbah (IPAL). Indikasi limbah berupa sisa pakan dan kotoran dibuang ke laut tanpa diolah atau dinetralisir.
Menurut informasi dari DKP Jatim, seharusnya IPAL idealnya terdiri atas kolam sedimentasi, dua kolam aerasi, dan satu kolam penampungan.
Pelu dicatat, limbah tambak udang mengandung ammonia, nitrogen, nitrit, nitrat, fosfat, bahan organik terlarut lainnya yang sangat berbahaya bagi lingkungan apabila tidak diolah.
Hal tersebut tentunya sangat membahayakan lingkungan pesisir dan merusak ekosistem laut serta dampaknya merugikan nelayan dan petani tambak tradisonal. Limbah tambak yang tidak dikelola dengan standar mengancam ekosistim di kawasan Konservasi laut yang berada di Kecamatan Bangkalan, Kecamatan Socah, kecamatan Arosbaya, Kecamatan Klampis dan Kecamatan Sepulu (NPL 3504-3; NPL 3504-8 Perda Jawa Timur No 1 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil).@k