SIAGAINDONESIA.ID Pemenang lelang proyek pembangunan Pasar Tempe Sengkang, Kabupaten Wajo, Propinsi Sulawesi Selatan digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Makasar.
Gugatan itu dilakukan oleh A.Djaya Wijaya Ong selaku subkontraktor atas buntut dihentikannya kontrak pembangunan Pasar Tempe Sengkang oleh Kementerian PUPR Dirjen Cipta Karya Balai Besar Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Selatan, Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana Permukiman Wilayah II Sulawesi.
Taufan Hidayat, SH, MH selaku kuasa hukum penggugat menjelaskan, proyek tersebut dihentikan (putus kontrak) atas rekomendasi hasil penyidikan dari Inspektorat Jendral Kementerian PUPR yang menemukan adanya kecurangan penyimpangan persaingan usaha yang tidak sehat, dugaan KKN, dan atau pelanggaran persaingan usaha tidak sehat dalam pengadaan barang jasa yang dilakukan oleh PT. Delima Agung Utama (DAU) Cabang Makasar selaku pemenang paket atau penyedia jasa dalam pekerjaan jasa kontruksi pembangunan Pasar Tempe Sengkang.
“Klien kami mengetahui hal itu pada 24 November 2021,” jelasnya kepada wartawan, Jum’at (27/5/2022).
Diungkapkan Taufan, dalam pembangunan proyek tersebut, tergugat melakukan kerjasama dengan kliennya yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama, tanggal 4 November 2021, senilai Rp 42 miliar. Sebagai jaminan dalam proyek itu, kliennya menyerahkan puluhan sertifikat tanah sebagai jaminan kepada pihak tergugat, yang selanjutnya oleh penggugat dijadikan jaminan ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulsabar untuk membiayai proyek pembangunan pasar tersebut.
“Kreditnya dikeluarkan Rp 17, 6 miliar rupiah dengan menggunakan jaminan milik penggugat,” ungkapnya.
Menurut Taufan, diputusnya kontrak pembangunan pasar tersebut telah mengakibatkan kerugian materiil bagi kliennya atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam proyek itu, diantaranya biaya pra proyek pekerjaan, jaminan sertifikat, biaya sewa alat serta sisa tagihan, dengan total Rp 8 miliar belum termasuk bunga atas uang yang telah dikeluarkan dan proyeksi keuntungannya.
“Dalam gugatan ini, total kerugian materiilnya Rp 10,4 miliar, immateriilnya Rp 5 miliar rupiah,” beber Taufan.
Tak hanya meminta ganti kerugian materiil dan immatreiil saja, Taufan juga meminta agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara untuk menjatuhkan uang paksa atau dwangsom sebesar Rp 10 juta setiap hari keterlambatan sejak putusannya dibacakan.
“Kami juga meminta diletakkan sita jaminan berupa kantor milik tergugat dan bangunan pekerjaan Pasar Tempe,” sambungnya.
Pihak PT Delima Utama Agung (DAU), ungkap Taufan, juga mengajukan gugatan ke PTUN Makasar terkait pemutusan kontrak pembangunan pasar tersebut. Namun sayangnya, gugatan yang dilayangkan Dirut PT DAU, Drajat Winanjar itu ditolak melalui putusan Nomor: 13/G/2022/PTUN Mks, tanggal 25 Mei 2022.
“Ditolak karena PTUN tidak memiliki kewenangan mengadili (kompetensi absolut, red),” ungkapnya.
Terpisah, Dirut PT DAU Drajat Winanjar menyebut jika gugatan yang dilayangkan penggugat dinilai salah alamat dan tidak memiliki legal standing.
“Pertama dia salah alamat, kedua dia tidak punya legal standing menggugat kami.Itu saja jawaban kami,” ujarnya.
Sementara terkait ditolaknya gugatannya di PTUN Makasar, Drajat enggan menanggapi materi gugatannya.
“Saya tidak akan mengomentari masalah itu. Saya tidak akan mengeluarkan stametmen terkait itu,” pungkasnya.
Untuk diketahui, selain menggugat PT DAU Cabang Makasar, penggugat juga menggugat beberapa pihak. Diantaranya Kementrian PUPR Dirjen Cipta Karya Balai Besar Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Selatan, Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana Permukiman Wilayah II Sulawesi selaku turut tergugat I, PT. Ciria Expertindo Consultant selaku turut tergugat II, PT Prapimadani selaku turut tergugat III dan PT. BPD Sulsabar selaku turut tergugat IV.
Dari Sistim Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makasar, Gugatan perdata Nomor 443/Pdt.G/2021/PN Mks tersebut telah memasuki agenda putusan sela, yang sedianya akan digelar Selasa (31/5/2022).@red