Oleh: Salamuddin Daeng
MASALAH yang paling banyak didiskusikan di kalangan gerakan sosial adalah bagaimana negara secara langsung dapat membangun rumah tanpa menggunakan mekanisme pasar, tanpa melibatkan perbankan atau mekanisme keuangan modern yang berlaku saat ini.
Negara secara langsung itu adalah dengan mengunakan semua pendanaan dan pembiayaan yang dikuasai atau dikontrol oleh negara untuk melakukan pembiayaan. Dana dana yang dikuasai oleh negara melalui pemerintah tersebut seperti Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan dana abadi yang dikelolah secara mandiri oleh badan badan yang dibangun oleh pemerintah dengan UU.
Dengan cara seperti ini maka pembangunan perumahan dapat lebih cepat. Misalnya negara membangun rumah dengan APBN langsung seperti pengerjaan proyek proyek infrastruktur yang dibiayai APBN. Demikian juga negara secara langsung membangun rumah dengan pembiayaan non APBN seperti dari dana abadi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dikelolah oleh BP Tapera sebuah lembaga negara yang dibentuk dengan UU.
Negara yang berperan langsung dalam pembangunan rumah akan dapat membangun rumah tanpa DP sama sekali atau tanpa bunga sama sekali. Negara langsung menyediakan rumah untuk dijual, untuk disewakan atau ditempati secara gratis oleh masyarakat yang benar benar tidak mampu melalui verifikasi yang ketat.
Seberapa banyak rumah yang dapat dibangun negara secara langsung tersebut? Nilai FLPP tahun 2025 adalah 18,77 triliun. Jika uang tersebut digunakan untuk membangun rumah seharga 160 juta per unit maka akan dapat dibangun sebanyak 113.758 unit rumah.
Selanjutnya jika dilakukan langsung oleh BP Tapera dengan nilai kelola dan saat liquid sebesar 130 triliun rupiah maka dapat dibangun rumah subsidi secara langsung sebanyak 812.500 unit rumah. Jadi dengan menggunakan FLPP dari APBN dan dana Abadi Tapera tanpa menggunakan perbankkan dan sektor keuangan maka akan terbangun 926.258 unit rumah, kurang 7 persen lagi mencapai angka 1 juta rumah setahun.
Mekanisme pembangunannya pun dapat lebih ringkas. Hanya membutuhkan satu landasan keputusan politik pemerintah terkait dengan goverment procurement atau belanja pemerintah dan pengaturan penggunaan dana abadi BP Tapera. Setalah rumah dibangun dan jadi maka pemerintah dapat menyerahkan pengelolaan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah atau cara pengelolaan lainnya yang tidak mengurangi dan menghilangkan peran negara.
Selain itu pemerintah juga dalat bekerja sama dengan pengembang dalam hal pengelolaan, penjualan atau penyewaan, semua bisa dilakukan secara bersama sama. Rumah dapat dijual sesuai harga yang dipatok pemerintah, sehingga pemerintah dalam hal ini mengendalikan harga. Rumah juga dapat disewakan kepada konsumen dengan tarif sewa semurah murahnya yang ditetapkan pemerintah
Satu satunya kelemahan negara membangun rumah secara langsung adalah gangguan terhadap industri perumahan yang telah berkembang. Selama ini pelibatan institusi pembiayaan merupakan cara yang paling relevan untuk menjaga lingkungan usaha atau bisnis yang bergerak di salam sektor perumahan.
Lingkungan bisnis ini telah berkembang dengan segala macam resikonya. Bisnis tersebut cukup rapi karena harus proper mulai dari bisnis pertanahan atau pasar tanah dan lahan, bisnis perbankkan dengan keuntungan bunga dan imbal hasil investasi, dan perdanagan atau penjualan properti yang melibatkan dunia usaha, serta konsumen yang proper dan memiliki kemampuan membayar. Bisnis bisnis tersebut sama seperti bisnis barang bersubsidi lainnya, semua marjin keuntungan atas usaha disediakan atau ditanggung oleh pemerintah melalui APBN.
Hanya saja cara swasta akan menghasilkan lebih sedikit rumah, akan menambah lebih banyak biaya keuangan, dan membutuhkan waktu lebih lama dalam mengkoordinasikan pengembang, kontraktor dan pembeli yang proper. Cara ini dapat menumbuh kembangkan lembaga keuangan, bank, non bank, asuransi, pasar modal dll. Namun ini adalah bisnis yang tumbuh dari barang bersubsidi.@
*) Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)
Discussion about this post