SIAGAINDONESIA.ID Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang antara lain mengatur devisa hasil ekspor sebesar 30 persen disimpan selama tiga bulan ke dalam Rekening Khusus DHE SDA, memberatkan para pelaku usaha sektor perikanan termasuk nelayan.
Karena modal kerja tertahan dalam jangka waktu yang lama. Demikian rangkuman wawancara kepada stakeholder perikanan (AP5I, Shrimp Club dan Nelayan).
Pasal 6 Ayat 2 PP 36 tahun 2023 Pasal 6 Ayat 2 menyebutkan, penempatan DHE SDA dalam Rekening Khusus DHE SDAsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan terhadap Eksportir yang memiliki DHE SDA dengan nilai Eksporpada PPE paling sedikit USD250.000 (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya.
Sementara itu Direktur Supply Asosiasi Produsen Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Harry Yuli Susanto, menegaskan sebelum case ini pasar sudah lesu karena kehadiran pendatang baru, India dan Equador. Dengan adanya aturan baru ini kami eksportir terpukul lagi.
“Kami tidak bisa membeli bahan baku karena modal kerja tertahan. Kalau ekspor berkurang, perusahaan merugi yang pada akhirnya bisa saja terjadi pemutusan hubungan kerja. Kita ini beli ikan dari nelayan, kalau modal tidak ada, maka kami tidak bisa belanja, nanti nelayan juga akan kena dampak yang luar biasa dari terbitnya peraturan ini,” tegas Dirut PT. Atina itu.
Menurut Harry Yuli, dengan regulasi baru itu eksportir harus koreksi rencana ekspor. Harga dari India untuk Vanname dan Windu lebih murah sampai pasar EU dan US dibanding harga Indonesia.
“Tambah case ini jadi makin sulit. Harga udang dari India dan Equador lebih murah,’ katanya.
Harga udang India penyebabnya multi faktor. India lanjutnya, banyak processing menggunakan syastem konsinyasi dengan buyer US.
Harga murah terjual, bayar belakangan.
“Faktor lainnya HPP di India dan Ekuador lebih kecil/rendah karena produktifitas mereka lebih baik. Produktifitas lebih baik karena kontrol dan support pemerintah pada infrastruktur,” lanjutnya.
India dan Ekuador menerapkan kepadatan rendah, sementara harga pakan lebih murah pada dua negara produsen tersebut ditambah Ekuador lebih dekat dengan US, jadi freight cost lebih rendah.
Sementara itu Ketua Shrimp Club Indonesia (SCI), Haris Muhtadi mengatakan, SCI meminta pemerintah meninjau ulang pemberlakuan PP 36/2023 di sektor perikanan terutama perudangan. Penempatan DHE dalam rekening khusus sebanyak 30 persen dari hasil ekport selama 3 bulan akan mengakibatkan industri pengolahan ikan/udang harus menambah biaya modal yg tidak sedikit.
“Tanpa penambahan modal, industri pengolahan akan berkurang kemampuan membeli bahan baku,” terangnya.
Lebih lanjut dikatakan, daya serap hasil panen udang petambak akan menurun drastis. Petambak akan mengalami kerugian besar jika hasil panennya tidak bisa diserap oleh industri pengolahan udang.
“Hasil produksi udang nasional, mayoritas lebih dari 85 persen untuk pasar eksport, udang adalah penghasil devisa negara yg bisa diandalkan dan memiliki daya saing di pasar internasional,” ungkapnya.
Haris Muhtadi maupun Harry Yuli sama sama mengingatkan pemerintah, market internasional yang selama ini dikuasai eksportir dari Indonesia seperti USA, akan direbut oleh negara kompetitor seperti India, Equador dan Vietnam.
Akibat regulasi ini jika tidak direvisi diprediksi oleh kedua pelaku usaha dan eksportir udang tersebut akan terjadi PHK besar besaran karena industri udang ini dari hulu sampai hilir sangat padat karya.
Sementara itu Forum Masyarakat Peduli Nelayan, Kamil Anadjib menyesalkan sijap pemerintah dengan mengeluarkan regulasi tersebut.
Menurutnya regulasi itu akan mematikan usaha nelayan yang masyoritas hasil tangkapannya dibeli oleh Unit Pengolah Ikan (UPI).
Nelayan, lanjut Kamil, selama ini sudah dihantam berbagai regulasi yang memberatkan. Cantrang yang semula membuat nelayan punya penghasilan bagus sekarang dilarang. Diterapkannya aturan perikanan terukur juga menekan nelayan dari segi penghasilan menurun drastis.
“Di TPI nelayan sudah ditarik retribusi, dengan perikanan terukur nelayan juga harus bayar PNBP,” ungkapnya.
Dengan regulasi PP 36 tahun 2023 tersebut jelas akan berdampak kepada nelayan.
“Ikan nelayan siapa yang akan membeli jika UPI tidak membeli ikan kami,” tegasnya.@k
Discussion about this post