SIAGAINDONESIA.ID Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 Jawa Timur menyesalkan pernyataan tenaga ahli LKPP Bidang Pengadaan Barang/Jasa, Riad Horem yang mengatakan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPUS) yang diputuskan PN Niaga Makassar No.9/Pdt.Sus.PKPU/2023/PN.Niaga.Mks pada 29 Agustus 2023, tidak berpengaruh pada penetapan tender RS Surabaya Timur.
Demikian disampaikan Ketua Kosgoro 1957 Jatim, Yusuf Husni, dalam keterangannya pada redaksi, Rabu (20/9/2023).
“LKPP yang dibahas masalah pailit. Sedang yang kita masalahkan adalah ‘dalam pengawasan pengadilan’. Bila LKPP membahas sesuai yang kita perkarakan yaitu masih dalam pengawasan pengadilan, pasti LKPP akan menggugurkan pemenang tender,” jelas Yusuf Husni.
Riad Horem dalam pernyataannya yang dimuat di jawapos.com, Senin (18/9/2023) mengatakan putusan PKPU tersebut belum inkrah dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) tidak dalam keadaan pailit, sehingga masih melaksanakan operasional perusahaan. “Selain itu, proses prakualifikasi tender sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Riad seperti dikutip.
Dia menerangkan, kondisi terkait PKPU tidak termasuk ke dalam hal-hal yang dapat membatalkan tender sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (2) Pepres Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jadi tidak ada alasan bahwa kondisi PKPU dapat membatalkan pemenang tender.
Menurutnya, proses prakualifikasi tender RS Surabaya Timur telah dilaksanakan dan ditetapkan lulus pada 16 Juni 2023. Dalam prakualifikasi tersebut, PTPP sudah memenuhi persyaratan prakualifikasi. Termasuk ketentuan surat pernyataan yang diatur di butir 3.4.1 Syarat Kualifikasi Administrasi/Legalitas Penyedia lampiran II Peraturan Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 (“Perka LKPP 2021”).
Dalam surat pernyataan tersebut disyaratkan bahwa yang bersangkutan dan manajemennya tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, dan kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan. Ketentuan tersebut merupakan suatu rangkaian proses, dibaca keseluruhan bukan diartikan per bagian.
Menanggapi hal ini, Yusuf Husni
yang juga Ketua Koalisi Masyarakat Pengawas Pembagunan Surabaya (KMPPS) menilai ada upaya untuk mengaburkan masalah tersebut.
“Makin jelas masalah ini sengaja dikaburkan. Dan semakin jelas ini permainan mafia proyek. Saya ingatkan kepada LKPP jangan coba-coba memberikan pembenaran hukum dari sisi yang berbeda,” tegas Yusuf.
Menurut Yusuf, dengan keadaan PKPUS, otomatis status PTPP dalam pengawasan pengadilan. Hal itu sudah sesuai dengan ketentuan.
Sementara merujuk Pasal 240 ayat (1) Kepailitan UU Kapailitan dan PKPU menyebutkan sebagai berikut: “Selama penundaan kewajiban utang, Debitur tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya”.
“Nah, dalam pemberitaan di jawapos.com itu juga disebutkan bahwa kuasa hukum PTPP Irfan Aghasar menyatakan PTPP telah mendapatkan ‘persetujuan pengurus’ untuk melakukan beberapa kegiatan operasional, sepanjang tidak merugikan perusahaan. Bukankah ini sudah jelas status PTPP memang dalam pengawasan pengadilan,” urainya.
Karenanya, menurut ketentuan Pasal 240 UU Kepailitan dan PKPU, PTPP tidak lagi miliki legalitas sebagai pemenang tender yang bisa ditetapkan sebagai penyedia.
Yusuf menambahkan, LKPP harus bertanggungjawab dengan statement yang disampaikan ke media.
“Ya harus bertanggungjawab dengan pernyataannya. Apabila nanti ada masalah hukum, LKPP ikut tanggung jawab karena jejak digital tidak bisa dihapus sebagai bukti keterlibatanya. Wong yang dibahas nasi rawon kok ngomong soto ayam. Sebaiknya banyak kerokan biar tidak masuk angin,” sindirnya.
Hal lain yang disampaikan Yusuf adalah pemberitaan yang dinilai tidak proporsional terkait tender proyek RS Surabaya Timur. Ini bisa mendistorsi hak publik untuk mendapatkan berita yang benar dan seimbang.
“Saya selaku Ketua Koalisi Masyarakat Pengawas Pembagunan Surabaya dalam kapasitas ini mempertanyakan proyek tender tersebut. Juga terkait dengan kualitas layanan publik. Sehingga proses tender harus dipastikan terselenggara secara baik dan benar. Ini hak kami sebagai warga Surabaya. Ini bentuk kritikan. Jangan ada cacat hukum sedikitpun yang nantinya bisa berpotensi mengganggu jalannya proyek itu sendiri. Sebab bangunan rumah sakit sangat dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat terkait layanan kesehatan publik. Bukannya diberi penjelasan sejak awal terkait masalah ini, malah mereka mengconternya di media besar,” jelas Yusuf.
Bahkan Yusuf menilai ada beberapa media besar yang hanya memuat klarifikasi (jawaban) dari pihak yang dinyatakan sebagai pemenang tender, meski sebelumnya media dimaksud tersebut tidak pernah menulis tentang berita terkait.
“Ini harus disikapi. Tidak elok. Harusnya mengundang semua media tidak terkecuali. Di situ bisa diberi gambaran yang jelas soal masalah ini. Sehingga media tidak terkontaminasi dan hanya dijadikan tameng untuk pembenaran,” ujarnya.
Media massa tidak kuat dalam menjalankan fungsi kontrolnya, lanjutnya, sama halnya dengan membiarkan cacatnya proses lelang proyek yang nyata-nyata telah dinyatakan menyalahi prosedur akibat pemenang tender berada dalam status PKPU.
“Dewan Pers harus jeli mengawasi maraknya berita yang hanya cenderung memuat kepentingan pihak tertentu termasuk pemenang tender, tapi mengabaikan kepentingan publik yang lebih besar dalam hal kualitas layanan kesehatan di kemudian hari. Selain itu, proyek yang bersumber dari uang rakyat (APBN) harus terselenggara secara benar dari berbagai perspektif hukum,” tandas Yusuf yang juga menjadi penasehat PWI Jatim ini.
Jika fungsi kontrol sosial media massa sudah terkoyak oleh kepentingan pihak tertentu, Yusuf memyebut bukan hanya negara yang dirugikan, tapi publik juga sangat dirugikan.
“Media massa harus menjalankan fungsi pengawasan sesuai amanat UU Pers Pasal 3. Dewan Pers harusnya bukan hanya mengawasi penyelenggaraan perusahaan media, tapi juga perlu lebih aktif mengawasi konten berita terutama yang hanya cenderung bertindak sebagai stempel pembenar pihak tertentu,” demikian Yusuf Husni.@
Discussion about this post