Oleh: TG. DR. Miftah el-Banjary, MA
DI tahun 2020, di tahun yang sama, namun berbeda bulan, saya dipertemukan 2 kali dengan Habib Muhammad bin Husien al-Habsyi Solo; cicit pengarang Maulid as-Simthud Durar, Habib Ali bin Muhammad bin Husien al-Habsyi, Sewun Hadramaut.
Saya jumpa pertama kali di undangan acara Maulid Nabi Majlis Nafahatus Shalihin bersama Sayyidil Walid al-Habib Ali bin Abdurrahman as-Seqaf di Tebet, Jakarta Selatan. Kedua, di Majlis Habib Ali bin Abdurahman al-Habsyi, Kwitang Jakarta Pusat.
Meskipun usia Habib Muhammad bin Husien boleh jadi lebih muda, beliau saya anggap sebagai guru, sahabat dan idola. Saya mengagumi metode dakwah beliau yang ringan, mudah dipahami dan tentu lebih menjawab terhadap persoalan anak-anak muda di saat ini.
Pertemuan tadi malam, pada acara Haul Pendiri Ponpes Ibnul Amin Pemangkih HST; al-Arif-billah KH. Mahfudz Amin, saya rasakan sangat lah berkesan.
Dari awal memang saya sudah mengagendakan harus berjumpa dengan Habib Muhammad bin Husien sejak jauh-jauh hari Pengasuh Ponpes Ibnul Amin Putri Dzuriyyah; Ummi Muhimmah mengabari kedatangan beliau. Saya pun juga sudah mengkonfirmasi langsung dengan beliau melalui via WA untuk berusaha hadir, insya Allah.
Memanglah tiada ada pertemuan yang terjadi kebetulan. Pastilah ada asbab musabbabnya serta rangkaian silsilahnya. Boleh saya cerita sekilas ya biar afdhal, hehe..
Jadi begini, hubungan kedekatan keluarga besar kami dengan keluarga besar pendiri ponpes Ibnul Amin memang sudah terjalin erat dari sejak lama.
Dulu, kakek saya bersahabat dekat dengan al-Arifbillah KH. Mahfudz Amin, sejak di era tahun 70-an, beliau banyak berwakaf untuk pembangunan pesantren Ibn Amin kala itu, hingga kemudian kakek kami mendirikan pesantren cabang di Muara Komam Kalimantan Timur dengan nama Pesantren Sibthul Amin.
Selanjutnya, paman saya H. Ibrahim bersahabat dekat dengan KH. Abdul Wahid; Pengasuh Ponpes Ibnul Amin Dzuriyyah Putri yang juga menikahi cucu pengasuh KH. Mahfudz Amin dan keduanya sama-sama pernah berguru dengan Syekh Yassin al-Fadani selama di Makkah.
Saya pun memiliki kedekatan dengan Keluarga Besar KH. Abdul Wahid dan putra serta menantu beliau sampai saat ini. Salah satunya, putra beliau Ustadz Fahmi ternyata juga berteman baik dengan al-Habib Muhammad bin Husien al-Habsyi, ketika masih sama-sama mondok dengan Habib Taufik Pasuruan. Ini informasi yang saya dapatkan dari istri KH. Abdul Wahid, Ummi Muhimmah. Mungkin begitu silsilahnya perjumpaan ke sekian kalinya pada tadi malam, hehe.. Ajibb..
Baik, apa yang disampaikan dari tausiah al-Habib Muhammad Husien al-Habsyi pada acara haul tadi malam?
Pada tausiah yang beliau sampaikan tadi malam (19/7/2022) juga tak kalah berkesan dan banyak pencerahan yang menyegarkan.
Salah satunya, kata beliau bahwa ciri karakteristik keunggulan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu mereka memiliki sambungan sanad keilmuan yang tersambung dari gurunya ke gurunya hingga ke Rasulullah Saw.
Untuk memperoleh jalan keselamatan di akhir zaman ini perlunya memiliki ilmu sekaligus seorang guru. Tanpa guru, maka syaithan lah yang akan menjadi gurunya. “Man lam yakun syaikhan fassyaithan syaikhuhu. Siapa yang tidak memiliki guru, maka syaithan (baca: hawa nafsu) yang menjadi gurunya.”
Seorang murid harus memiliki guru yang membimbing jalan kepada Allah, guru yang memiliki sambungan sanad hingga ke Rasulullah Saw, guru yang memiliki bashirah/pandangan mata bathin terhadap muridnya, dan tentu guru yang ikhlas mengajarkan ilmunya karena Allah.
Jadi, jangan sampai salah memilih guru!!
Oleh karena itulah, para ulama zaman dahulu, saking kehati-hatian mereka serta takut salah memilih guru, mereka terlebih dahulu istikharah memohon petunjuk kepada siapa mereka harus berguru sembari memperhatikan sambungan sanad yang dimiliki oleh sang calon guru.
Habib Muhammad bin Husien mengatakan bahwa seseorang akan diangkat derajatnya menjadi orang shaleh, orang mulia, memiliki kedudukan yang tinggi, sukses dunia akhirat, bila dia memuliakan dan menghormati orangtuanya dan gurunya.
Selama orang itu tidak ada masalah dan problem dengan gurunya dan orang tuanya, “tidak kualat” selama itu dia masih memiliki harapan menjadi orang mulia, orang besar serta kaya raya. Namun, jika sudah durhaka, kesempatan itu sudah tidak terbuka lagi selamanya.
Bagaimana pun keadaan orang tua kita, meskipun pendidikan mereka lebih rendah dari kita, tapi sesungguhnya merekalah orang yang paling sukses dan berhasil, sebab mereka mampu melahirkan anak-anak sukses pendidikannya seperti kita hari ini, akankah diri kita mampu sesukses mereka mendidik anak-anak kita kelak?!!
Habib Muhammad bin Husien memberikan tips untuk melahirkan generasi ulama, salah satunya sang ibu ketika menyusui anaknya hendaknya dalam keadaan berwudhu. Terlebih lagi, menyusui sembari berzikir dan bershalawat Nabi. Shalawat adalah kunci utama meraih kelimpahan dunia serta keberkahan akhirat.
Usai makan bersama, saya menghadiahkan 3 kitab Terjemahan Dalail Khairat, Syarah Dalail Khairat, Buku Saku Dalail Khairat yang telah ditashih dan ditahqiq, dari sebagian karya-karya yang telah kami hasilkan dalam 2 tahun terakhir ini.
Dalam kesempatan berharga itu, saya juga meminta ijazah secara langsung ketersambungan sanad pembacaan Maulid Simthud Durar (Maulid al-Habsyi) yang secara nasab beliau memang lah merupakan dzuriat dari Habib Ali bin Muhammad bin Husien al-Habsyi, shahibul Simthud-Durar.
Terakhir, saya meminta doakan kepada al-Habib Muhammad bin Husien agar pondok pesantren Dalail Khairat yang akan kami bangun dimudahkan dan dilancarkan, berharap beliau juga dapat hadir dalam acara peletakan batu pertamanya nanti. Semoga dipertemukan kembali pada pertemuan penuh berkah di lain kesempatan.@
*) Pengasuh Majlis Dalail Khairat Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam & Pimpinan Ponpes Dirasat al-Qur’an wal Hadits Dalail Khairat Tabalong