SIAGAINDONESIA.ID Dunia mengecam penyerbuan membabibuta polisi Israel ke Masjid Al-Aqsa, Yerusalem, terhadap warga Palestina. Paska serangan ke Masjid Al-Aqsa, Israel meluncurkan serangan roket dari Gaza dan serangan udara militer Israel.
Melansir AFP, Kamis (6/4/2023), Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres melalui juru bicaranya “terkejut” dengan foto-foto yang dilihatnya tentang pasukan keamanan Israel memukuli orang-orang di dalam Masjid Al-Aqsa. Apalagi itu terjadi pada waktu suci bagi orang Yahudi, Kristen, dan Muslim yang seharusnya menjadi masa damai.
Keprihatinan juga disampaikan pemerintah Amerika Serikat. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan Amerika Serikat “sangat prihatin dengan kekerasan yang terus berlanjut dan kami mendesak semua pihak untuk menghindari eskalasi lebih lanjut”.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang negaranya dan Israel telah membangun kembali hubungan, juga mengecam insiden tersebut. Dia pun mengingatkan: “Menginjak-injak masjid Al-Aqsa adalah garis merah kami.”
Pemerintah Rusia juga angkat suara soal penyerbuan yang dilakukan polisi Israel ke Masjid Al Aqsa. Pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.
Zakharova mengatakan Moskow sangat memperhatikan situasi yang berkembang di Yerusalem. Menurutnya, kondisi itu telah ‘mengantagoniskan’ seluruh agama di dunia.
“Moskow mengungkapkan keprihatinan serius tentang putaran eskalasi lain antara Palestina dan Israel, yang mengancam untuk berkembang menjadi konfrontasi bersenjata skala penuh, seperti yang telah terjadi berkali-kali di masa lalu. Kebetulan tanggal hari raya keagamaan umat Kristen, Muslim dan Yahudi menambah ketegangan situasi,” kata Zakharova di saluran Telegram kementerian itu dikutip Anadolu Agency.
Pihak Rusia menuntut diakhirinya semua tindakan sepihak yang merusak prospek penyelesaian dan penghormatan terhadap status quo tempat-tempat suci Yerusalem, yang mencakup akses bebas ke sana oleh perwakilan semua agama.
“Kami juga meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk memperhatikan penyelesaian Israel-Palestina. Rusia mendesaknya untuk melibatkan seluruh potensi misi PBB Timur Tengah untuk analisis menyeluruh terkait kejadian ini,” tambahnya.
Seorang juru bicara Presiden Palestina Mahmud Abbas mengatakan Israel “menciptakan suasana eskalasi, ketidakstabilan dan ketegangan”, dengan penyerbuan polisi ke Masjid Al-Aqsa dan menyerang jemaah pada Rabu (5/4).
Kekerasan dalam konflik Israel-Palestina telah meningkat sejak pemerintahan baru Perdana Menteri veteran Benjamin Netanyahu mengambil alih kekuasaan pada bulan Desember tahun lalu, sebuah koalisi dengan partai-partai ekstrem kanan dan Yahudi ultra-Ortodoks.
Ketegangan meningkat di Tepi Barat yang diduduki pada hari Rabu setelah polisi Israel menahan sekitar 350 jamaah dari dalam kompleks Masjid Al-Aqsa.
Mengelilingi Aula Doa Al Qibli, polisi Israel naik ke atap masjid, menghancurkan jendela, dan awalnya menggunakan bom suara terhadap jamaah di dalamnya. Beberapa orang di masjid mencoba melawan polisi dengan melemparkan kembang api.
Seorang saksi warga Palestina, Abdel Karim Ikraiem (74) mengatakan polisi Israel bersenjatakan pentungan, granat gas air mata, dan bom asap menyerbu masjid “secara paksa” dan “memukul wanita dan pria” yang beribadah di sana pada Rabu.
Satu video yang beredar luas di media sosial menunjukkan polisi Israel memukuli orang-orang di dalam masjid.
Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan telah merawat 37 orang yang terluka usai bentrokan itu.
Kelompok Hamas yang menguasai wilayah Gaza, menyerukan warga Palestina di Tepi Barat “untuk pergi secara massal ke Masjid Al-Aqsa untuk mempertahankannya”.
Al-Aqsa sendiri terus menjadi titik panas antara Israel dan Palestina. Bagi umat Islam, Al-Aqsa mewakili situs tersuci ketiga Islam.
Di sisi lain, Orang Yahudi menyebut daerah itu Temple Mount, dengan mengatakan bahwa itu adalah situs dua kuil Yahudi di zaman kuno.
Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat Al-Aqsa berada, selama Perang Arab-Israel 1967. Itu menganeksasi seluruh kota pada tahun 1980 dalam suatu langkah yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.
Sementara itu, hubungan antara Tel Aviv dan Ramallah semakin memanas kembali pasca Benjamin Netanyahu menjadi Perdana Menteri Israel. Diketahui, Netanyahu disokong oleh partai kanan Israel, Likud, yang cukup keras dalam menyikapi Palestina.@