SIAGAINDONESIA.ID Penerbitan Peraturan Pengganti Undang Undang (Perppu) Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo dinilai sebagai pembangkangan terhadap konstitusi.
Menurut pakar hukum tata negara Refly Harun, meski Presiden Jokowi memiliki kewenangan untuk melahirkan Perppu, namun seharusnya parlemen melakukan objektivitas sebagai bentuk check and balances.
“Ya saya kira ini pembangkangan terhadap konstitusi yang nyata. Secara sadar dilakukan oleh Presiden. Karena yang menerbitkan Perppu adalah Presiden,” kata Refly Harun di depan Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (5/1/2023).
Diakui Refly, Presiden Jokowi memang memiliki hak subjektivitas untuk menerbitkan Perppu, hanya saja dia mengingatkan UU Ciptaker sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah dan parlemen untuk membahasnya secara detil selama dua tahun.
“Putusan MK itu mengatakan, memberikan waktu 2 tahun untuk membentuk undang undang ciptaker dalam sebuah proses yang meaningfull participation. Jadi partisipasi yang berarti. Tidak hanya sekadar bahwa sudah ada dasar hukum pembuatan omnibuslaw,” ujarnya.
Pihaknya menyadari ada perubahan undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang memberikan legitimasi kepada proses pembentukan Omnibus Law dan menganggap pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD tidak masalah dari sisi prosedur.
Namun demikian, dia menekankan bahwa Perppu tersebut berasal dari perintah untuk membentuk undang-undang dari putusan MK.
“Nah berarti kalau kita pahamkan kalau MK itu sebagai the guardian of the constitution, sebagai penjaga konstitusi, maka sengaja dengan jelas, dengan sadar presiden sudah membangkang terhadap konstitusi,” demikian Refly.@