SIAGAINDONESIA.ID Desakan stakeholder Kelautan dan Perikanan Jawa Timur untuk membatalkan atau setidaknya merevisi Peraturan Daerah (Perda) No 10 tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Jawa Timur, cukup kuat.
“Revisi dari Perda Nomor 1 Tahun 2018 Tentang RZWP3K ke Perda 10/2023 Tentang RTRW Provinsi jatim 2023-2043, mekanisme keterbukaan informasi tidak berjalan maksimal dan tertutup. Selain itu ditengarai ada sesuatu yang menjadi tanda tanya mengenai proses penetapan lokasi dumping”. Demikian hasil rangkuman wawancara dengan sejumlah nara sumber yang mewakili pemangku kepentingan.
Salah satu bukti, situs “intip.in/RZWPJATIM2022” yang memuat dokumen perubahan RZWP3K menjadi MTPP yang semula open akses kemudian ditutup setelah terungkap ada materi dokumen PT. Bumi Suksesindo (BSI) yang di dalamnya mengusulkan pembangunan dan pengoperasian Terminal Khusus Baru PT. BSI dan usulan Deep Sea Tails Placement (DTSP) atau dumping area di laut sebagai penunjang Pertambangan.
“Seandainya fair dan tidak ada apa-apa kenapa harus ditutup-tutupi,” sesal Direktur LBH Maritim, I Komang Aries Dharmawan.
Bahkan lanjut Komang, setelah dirinya mendapat konfirmasi, ada rombongan dari Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta dari Badan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir (BPSPL) Wilayah Kerja Surabaya mendatangi salah satu kantor media di Surabaya untuk meminta klarifikasi tentang pemberitaan menyangkut rencana dumping limbah tambang PT. BSI.
Seperti diketahui, Pemprov Jatim telah menetapkan tiga lokasi dumping di laut walaupun sebetulnya Pemrpov sudah memiliki lokasi dumping di darat yaitu di Dawar Blandong, Mojokerto. Tiga lokasi dumping di laut tersebut masing-masing berada di Perairan Gresik, Perairan Tuban dan Samudra Hindia di Selatan Banyuwangi.

“Ketiga lokasi dumping berdasarkan pesanan dan tidak pernah disosialisasikan khususnya kepada nelayan, pembudidaya, ,pelaku pelayaran, pegiat lingkungan termasuk pengelola APBS dan KSOP yang tidak tahu menahu soal itu,” kata Direktur LBH Maritim Indonesia, I Komang Aries Dharmawan.
Lokasi dumping di Gresik, lanjut Komang berdasarkan pesanan Dinas Perhubungan Jawa Timur yang diketahui kemudian di lokasi tersebut akan dibangun pelabuhan internasional. Semen Indonesia Gresik (SIG) ikut memanfaatkan dengan merencanakan kegiatan dumping maupun dredging di lokasi tersebut. Sedangkan lokasi dumping di Tuban dipesan oleh Pertamina-Rosneft untuk dijadikan lokasi dredging kegiatan Kilang Minyak Tuban, menyusul Semen Indonesia Tuban juga akan melakukan hal yang sama. Sementara di Perairan Selatan Banyuwangi, oleh Bumi Suksesindo, pengelola tambang emas Gunung Tumpang Pitu, akan dijadikan pusat pembuangan limbah B3.
“Semua lokasi dumping berada di wilayah penangkapan ikan yang seharusnya dijauhkan dari aktivitas destruktif,” ungkap Ketua Himpunan Nelayan (HNSI) Jatim. termasuk diantaranya di wilayah peairan yang menjadi jalur migrasi penyu hijau, penyu slengkrah, penyu sisik, penyu blimbing, tukik lekang atau abu-abu ke pantai Sukamade, Pantai Ngagelan, Pantai Cemara, Pantai Boom yang merupakan lokasi Koservasi.:
Pasal Pesanan
Komang yang juga pengacara itu menambahkan, selain tertutup dalam pembahasan Raperda RTRW, masih ada yang lebih krusial lagi terindikasi ada pasal pesanan di Perda RTRW tersebut, buktinya ada perubahan dari muatan Materi Teknis Perairan Pesisir (MTPP) 2022 ke Perda RTRW Provinsi Jawa Timur.
“Hal itu berdasarkan pesanan PT BSI,” jelasnya. Apa saja yang berubah? Komang menjelaskan setelah berdiskusi dengan LBH Maritim Board, semua usulan BSI dikabulkan Pemprov walaupun itu ditengarai melanggar regulasi, kearifan masyarakat lokal serta merusak habitat ekosistem peraiaran.
Dikatakan Komang, di dalam Matriks KKPRL Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur, aktivitas Pengangkutan Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, Batuan, Batubara, Mineral Radioaktif merupakan aktivitas yang tidak diperbolehkan di kawasan Pelagis (Perikanan Tangkap). Akan tetapi, di dalam Perda Nomor 10 Tahun 2023 Tentang RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2023-2043 berubah termasuk ke dalam aktivitas yang diperbolehkan bersyarat.
Begitupun dengan Penempatan Tailing atau limbah di Bawah Laut, di dalam Matriks KKPRL Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil termasuk ke dalam aktivitas yang tidak diperbolehkan di area dumping. Namun, di dalam Perda tersebut diperbolehkan dengan syarat. “Pemprov jelas dalam hal ini bertindak gegabah,” tegas Komang. Sejauh ini pihak PT. BSI yang diminta konfirmasi tidak merespon. @masduki
Discussion about this post