SIAGAINDONESIA.ID – Para pengusaha budidaya laut yang idependen maupun tergabung dalam asosiasi menyesalkan ditetapkannya tiga lokasi dumping di laut Jawa Timur. Kebijakan Pemprov Jatim tersebut secara nyata merugikan dan mendiskreditkan usaha budidaya laut atau marikultur yang justru saat ini tengah digiatkan oleh pemerintah.” Contohnya budidaya rumput laut, kerapu, kakap putih, kekerangan bahkan lobster dijadikan prioritas pengembangan, sementara di perairan Jawa Timur yang sudah sarat limbah, air lautnya mau digerojok racun berbahaya atau B3,” kata perintis budidaya laut Jawa Timur, Hittah Alamsyah.
Menurut Hittah Alamsyah, dalam sepuluh tahun terakhir ini kualitas hasil budidaya laut semakin menurun baik dari segi kualitas maupun kwantitas yang disebabkan buruknya kualitas air laut. “Di Situbondo yang menjadi salah satu sentra budidaya laut pamornya mulai tenggelam karena para pelaku usaha banyak merugi disebabkan hasil panen yang tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan. “ Tercemarnya air laut menyebabkan salah satunya, ikan sulit berkembang dan terjadi cacat phisik seperti bentuk ikan tidak sepurna dan tidak laku dipasaran,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemprov Jawa Timur menetapkan tiga lokasi Dumping Area, masing masing di perairan Gresik atas inisiatif Dinas Perhubungan Jatim dan telah mendapatkan persetujuan Dokumen Evalauasi Lingkungan Hidup (DELH), Perairan Tuban Utara usulan Kilang Minyak Pertamina-Rosneft dan Bumi Suksesindo penambang emas Tujuh Bukit di selatan Banyuwangi. Area Dumping tersebut beririsan dengan area penangkapan ikan (WPPN-RI 712 dan 573), zona perikanan budidaya serta kawasan konservasi maritim (kewenangan DKP).

Pendapat lain datang dari importir beberapa komoditas ikan ke Uni Eropa, Evelyne Nursalim, Sebagaimana dikutip di WA grup “Trident One” menurutnya hal ini menunjukkan, bahwa berkurangnya ikan di laut Indonesia, bukan disebabkan illegal fishing, tetapi dari limbah pertambangan, yang diizinkan, sedang tambak, tidak boleh ada limbah yang tidak dibersihkan. “Jadi, peraturan membatasi nelayan, salah kaprah, nelayan sudah berkurang dan akan berkurang terus, “ ungkap Ketua Indonesian Food and Fish Safety (IFFS) itu.
Lebih lanjut dikatakan, PNBP harus dipungut pada pertambangan, bukan pada nelayan. Penenggelaman kapal juga merusak biota laut, mengurangi ikan dan coral. “Ini diizinkan. Yang merusak besar-besaran Dibebankan pada yang kecil,” urainya. Sementara itu Ketua Umum Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (HIPELI), Panglihutan Sitorus yang diminta pendapatnya secara singkat mengatakan, semoga pemerintah masih berpihak ke masyarakat pesisir.
Seperti diberitakan, penempatan lokasi dumping di laut sebagaimana tercantuk di dalam Peraturan Daerah (Perda) No 10 taun 2023 tentang RTRW Provinsi Jawa Timur menuai polemik dan kontroversi. Selain tambang, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menyebut problem yang muncul ke permukaan adalah adanya rencana dumping limbah tambang daratan. Jika melihat hasil investigasi media yakni siagaindonesia.id ditemukan rencana dumping yang akan dilakukan oleh PT. Semen Indonesia di Pesisir Utara Jawa dan PT. Bumi Suksesindo di Pesisir Selatan Jawa.
Sementara Deputi Pengelolaan Pengetahuan Sekertariat Nasional (Seknas) KIARA, Fikerman Saragih mengatakan rencana dumping ini pun sangat bertentangan dengan zonasi kawasan di PERDA RTRW Provinsi Jawa Timur, jika merujuk pada titiknya sangat beririsan dengan kawasan tangkap nelayan dan zona perlindungan ekosistem laut.
“Jika melihat pada Matriks KKPRL Kawasan Pemanfaatan Umum Zona Pariwisata (W) dan Matriks KKPRL Kawasan Pemanfaatan Umum Zona Pelabuhan Umum Laut (PU), bahwa tidak diperbolehkan kegiatan pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, pembuangan, dan penimbunan limbah non B3,” tuturnya.
Selain bertentangan dengan isi per isi dalam PERDA RTRW, rencana tersebut juga bertentangan dengan Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No 32 Tahun 2009 dan Undang-undang Tentang Kelautan No 32 Tahun 2014. Terutama dalam semangat untuk melindungi dan melestarikan ekosistem, melalui pencegahan dan meminimalisir adanya limbah atau hal-hal yang dapat merusak laut. “Dampak dari aktivitas tambang dan dumping tentu sangat berpotensi mencemari laut,” ujar Fikerman.
Menanggapi pemberitaan soal lokasi dumping yang sudah memiliki ketetapan hukum itu, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Integrasi RZWP3K dan RTRW berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/156/KPTS/013/2022, I Nyoman Gunadi yang juga Kepala Dinas PRKP dan Cipta Karya, mengatakan belum pernah menerima permohonan ijin dumping. Padahal sesuai catatan redaksi dan pemberitaan sebelumnya, Semen Indonesia Gresik sudah mengajukan ijin PKKPRL.
Salah satunya untuk kegiatan dumping di perairan Gresik dan telah mendapat surat keterangan dari DKP Jatim bahwa di lokasi yang diminta sesuai dengan zona ruang laut yaitu untuk dumping. Kemudian, Pertamina-Rosneft Tuban yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) sudah mengantongi PKKPRL dari KKP untuk ijin Terminal Khusus Untuk Kepentingan Sendiri (TUKs) dan aktivitas dredging di perairan Utara Tuban. “Jelas hal ini menunjukkan buruknya koordinasi antara anggota Pokja,” kata pegiat lingkungan hidup dan Pembina nelayan di wilayah Surabaya Timur, Heroe Budiarto. @masduki
Discussion about this post