SIAGAINDONESIA.ID Episode Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak sudah berakhir. Setelah sekitar 4 bulan menghadapi persidangan, mantan Wakil Ketua DPRD Jatim tersebut akhirnya menjalani sidang vonis beberapa waktu lalu. Dan Sahat divonis 9 tahun penjara, terbukti bersalah dalam kasus korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di Madura Rp 39,5 miliar.
Pasca vonis hukuman Sahat Tua Simanjuntak, di DPRD Provinsi Jawa Timur saat ini tengah diperbincangkan oleh para wakil rakyat tersebut soal transparansi dana hibah atau Jasmas yang berkas atau catatannya terungkap saat sidang Sahat Tua Simanjuntak berlangsung.
Menurut mantan anggota DPRD Jatim yang juga politisi senior Partai Golkar, Yusuf Husni, dalam catatan yang terungkap di persidangan Sahat jelas tercatat masing masing anggota dewan sebanyak 120 orang mendapat anggaran slot Jasmas Rp 10 miliar per orang.
Menurut Cak Ucup, sapaan akrabnya, jika dilihat dari pembagian nilainya jelas yang bermain adalah pimpinan DPRD, ketua fraksi dan ketua komisi serta pimpinan alat kelengkapan dewan lainnya.
“Nilainya sangat jauh antara pimpinan dan anggota. Dan sepertinya komisi C kerjanya lebih dominan sehingga angkanya lebih besar dari komisi lainnya,” ungkapnya.
Contoh, Ketua Komisi sebanyak 4 orang masing masing mendapat alokasi dana Rp 4 miliar per orang. Tetapi khusus Ketua Komisi C mendapat anggaran tambahan Rp 27 miliar. Ada perbedaan perlakuan terhadap komisi karena tambahan potensi politiknya lebih besar dibandingkan komisi lain.
“Seakan akan Komisi C lebih dominan dan beban kerjanya lebih banyak, padahal semua merata tidak ada berat ringan,” ungkapnya.
Kalau dilihat dari korupsi Sahat, lanjut Yusuf Husni, seakan-akan nilai yang dikorupsi banyak, padahal dari data yang ada semua unsur pimpinan yang lain mendapat porsi yang sama.
“Sahat kena karena apes saja,” imbuhnya.
Yang menjadi pertanyaan mengapa banyak anggota dewan diam tidak mempertanyakan perbedaan penerimaan Jasmas antara anggota dengan pimpinan yang jauh berbeda. Demikian pula mengapa Ketua Komisi lainnya bungkam sedangkan Ketua Komisi C menerima anggaran Rp 27 miliar.
Ditambahkan oleh Yusuf Husni, kalau Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan serius, seharusnya dilakukan pengembangan sehingga ada unsur keadilan dalam menangani masalah ini.
“Kami yakin APH itu paham caranya membongkar permainan ini,” tegasnya.
Ditambahkannya, data semua anggota dewan potensi politiknya jelas. Jika anggota dewan diberi Jasmas bukan di daerah Dapilnya, maka itu sebagai indikasi awal seperti halnya Sahat.
“Dapilnya Trenggalek Jasmasnya diberikan di Madura,” sindir Yusuf.
Menurutnya, memang potensi politik anggota DPRD Jatim bisa diberikan kepada daerah bukan dapilnya. Pertanyaannya mengapa mereka melakukan hal ini, seharusnya lebih perhatian kepada konstituen di dapilnya sehingga aromanya sangat jelas bukan demi perhatian kepada konstituen tapi lebih ke arah kepentingan transaksional.
“Hal ini sangat keterlaluan kalau APH tidak serius menangani ini. Kami akan datangi kejaksaan,” ungkapnya.
Sementara itu sejumlah anggota DPRD Jatim termasuk Ketuanya belum merespon saat dikonfirmasi.@K
Discussion about this post