SIAGAINDONESIA.ID Wilayah perairan laut utara Jawa, khususnya di wilayah Jawa Timur beberapa waktu terakhir telah terbukti merupakan wilayah dengan tingkat kerentanan bencana yang tinggi.
Tingginya kerentanan bencana tersebut dapat dilihat dari adanya sesar aktif di Laut Utara Jawa, yang juga mencakup perairan laut Gresik dan Tuban. Bahkan BMKG mencatat telah terjadi 229 kali gempa susulan di laut Tuban dan 167 kali gempa susulan juga di Gresik. Demikian dikatakan Deputi Pengelolaan Pengetahuan Koalisi Rakyat Untuk Peradilan Perikanan (KIARA), Fikerman Saragih.

Menurutnya, tingginya potensi bencana besar di perairan laut utara Jawa Timur seharusnya menjadi pertimbangan utama dan serius terkait dengan berbagai rencana masuknya industri ekstraktif (seperti pertambangan) dan juga rencana pembuangan dumping di perairan laut Jawa Timur. Meningkatnya intensitas bencana di laut Utara Jawa Timur, khususnya Tuban dan Gresik menjadi momentum untuk merevisi dan menghapuskan rencana zona pembuangan dumping di 2 titik perairan laut Kabupaten Gresik dengan total luasan sebesar 867,78 ha, serta di perairan laut Kabupaten Tuban dengan luas 122,09 ha dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No.10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
Ditambahkannya, Sesar aktif di Laut Utara Jawa, dan diberikannya total alokasi ruang di 5 titik di perairan laut Jawa Timur (2 di perairan Kab. Gresik, 1 di perairan Kab. Tuban, dan 2 di perairan Kab. Banyuwangi) dalam Perda RTRW Jawa Timur menjadi bukti bahwa Perda tersebut disusun tanpa mempertimbangkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam penyusunan Perda RTRW tersebut sehingga memberikan alokasi ruang terhadap zona pembuangan dumping di perairan laut Jawa Timur.
Prinsip kehati-hatian (precautionary principle) harus menjadi salah satu prinsip yang utama dalam penyusunan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah di seluruh provinsi karena untuk mencegah terjadinya kerusakan sumber daya pesisir, perairan laut, dan pulau-pulau kecil dan pencemaran lingkungan yang disebabkan industri ekstraktif seperti pertambangan mineral dan pasir laut, hingga dumping di laut. Hal tersebut karena pemanfaatan ruang untuk dumping yang belum diketahui dampaknya harus dilakukan secara hati-hati dan didukung penelitian ilmiah yang memadai.
Bahkan di dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah disebutkan bahwa “aktivitas pembuangan dumping” merupakan kegiatan yang bukan prioritas, bahkan berpotensi merupakan aktivitas yang dilarang karena dapat merusak ekosistem perairan laut, khususnya terumbu karang. “Aktivitas dumping” juga bertentangan dengan tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang bertujuan untuk melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan.
Sehingga ini momentum yang tepat untuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur melakukan audit tata ruang di Perda No.10 Tahun 2023 tentang RTRW dan harus menghapus alokasi ruang untuk zona pembuangan dumping di perairan Jawa Timur. Hal ini sejalan dengan Prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan yang terpenting adalah untuk menyelamatkan ekologi laut dan juga kehidupan sosial yang ada pesisir, laut dan pulau-pulau kecil Provinsi Jawa Timur.
Sementara itu ketua Himpunan Nelayan (HNSI) Jatim, Kamil Anadjib meminta PJ Gubernur Jatim dan Pansus RTRW Wilayah Provinsi untuk segera melakukan revisi Perda Nomor 10 Tahun 2023 yang dinilainya kontroversial tersebut.
“Kita prihatin tejadinya bencana gempa Tuban dan ini sebetulnya memberi warning bahwa perairan utara Jawa Timur dan laut selatan tidak aman dan rentan gempa dan sangat berbahaya jika dijadikan tempat pembuangan limbah,” jelasnya.
Tidak ada alasan, tambah Kamil, bagi Pemprov untuk tidak melakukan revisi Perda tersebut. Pertama, lokasi pembuangan dumping berada di wilayah penangkapan ikan yang artinya sama saja dengan mematikan kehidupan nelayan. Kedua, penentuan lokasi dumping tidak transparan dan terbukti semua berdasarkan pesanan pengusaha dan mengesampingkan kepentingan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. @masduki