Oleh: Desak Nyoman Arista Retno Dewi
DALAM beberapa tahun terakhir, kesehatan mental (mental health) menjadi isu penting dan perhatian dunia, terutama pasca pandemi covid-19. Kesehatan mental menjadi bagian integral dari kesehatan secara umum dan kesejahteraan mendasar manusia. Individu dengan permasalahan kesehatan mental mengalami tingkat kesejahteraan mental yang rendah.
Data WHO tahun 2022 menunjukkan bahwa 1 dari 8 orang atau 970 juta orang di dunia, mayoritas berjenis kelamin perempuan (52,4%), mengalami gangguan mental (mental disorder) dengan gejala umum berupa gangguan kecemasan dan depresi. Bentuk gangguan mental lainnya berupa bipolar disorder, post-traumatic stress disorder (PTSD), schizophrenia, eating disorders, distructive behavior and dissocial disorders, dan neurodevelopmental disorders.
Data lain dari survei yang dilakukan oleh Sapien Labs tahun 2019 hingga 2023 pada 71 negara dengan menggunakan MHQ assessment didapatkan bahwa kesejahteraan mental masih berada pada titik terendah pasca pandemi dan generasi muda terutama yang berusia 35 tahun kebawah mengalami penurunan kesejahteraan mental paling tajam dibandingkan yang berusia di atas 65 tahun tetap stabil.
Penentu terjadinya gangguan mental selain karena faktor biologis berupa bawaan genetika, juga mencakup faktor psikologis individu yaitu kemampuan individu dalam mengelola emosi, relasi dan tanggung jawab dalam berbagai peran dan aktivitas.
Selain itu faktor kondisi keluarga dan lingkungan sekitar (komunitas), sosial budaya, ekonomi dan geopolitical juga memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental.
Diperlukan pengelolaan sistem yang terintegrasi antara level personal, komunitas dan strategik dalam perancangan tindakan preventif (pencegahan), promotif (peningkatan), kuratif (penanganan), maupun rehabilitatif (pemulihan) dalam menghadapi berbagai potensi gangguan terhadap Kesehatan mental.
Secara personal, individu memiliki peran penting dalam melakukan pengelolaan diri secara mandiri dan kontrol diri terhadap pemikiran dan emosinya sebagai bentuk proteksi diri terhadap gangguan mental. Hal ini mengingat individu lebih punya kendali terhadap dirinya dibandingkan kondisi diluar dirinya. Salah satu yang dapat dilakukan dengan mengoptimalkan modal psikologis (psychological capital) yang ada dalam diri.
Psychological capital merupakan bagian dari konsep dalam pendekatan positive psychology yang berorientasi pada kekuatan dan kapasitas psikologis positif dari sumber daya manusia, yang dapat diukur, dikembangkan, dan dikelola secara efektif.
Bagian dari kapasitas diri individu yang dikarakteristikkan dengan (1) memiliki keyakinan (efficacy) untuk melakukan dan terlibat dalam usaha yang diperlukan agar berhasil dalam tugas yang menantang; (2) memiliki atribut positif (optimism) saat ini dan kedepan secara berturut-turut; (3) tidak mudah menyerah terhadap tujuan, ketika dibutuhkan mampu mengarahkan menuju tujuan (hope) untuk mencapai sukses; (4) mampu bertahan dan melambung, dan bahkan melebihi (resiliency) untuk meraih sukses, ketika dihadapkan pada masalah dan kesulitan (Luthans, dkk., 2007).
Dalam banyak penelitian yang telah dilakukan, psychological capital terbukti dapat berpengaruh terhadap kepuasan, kesehatan, relasi, dan kehidupan individu secara keseluruhan.
Sama seperti human capital, psychological capital juga dapat dikelola dan dikembangkan. Modal (kapasitas) psikologis ini merupakan kecenderungan karakter yang sifatnya dinamis dan terbuka untuk dikembangkan dan ditingkatkan (Luthans, dkk., 2004). Mengacu pada masing-masing karekteristik dari psychological capital, maka:
Efficacy dapat dikembangkan dengan penguasaan terhadap bidang atau keahlian tertentu melalui pengalaman pencapaian prestasi. Baik pengalaman berhasil maupun gagal, ini akan memberikan informasi langsung atas tingkat penguasaan yang dimiliki individu. Pemprosesan atas situasi, kompleksitas tugas, pemikiran (kognisi) akan mempengaruhi perkembangan keyakinan diri individu. Efficacy dapat juga ditingkatkan melalui pemodelan terhadap pengalaman keberhasilan orang lain. Semakin mirip karakteristik model (usia, kondisi fisik, jenis kelamin, pendidikan, status, pengalaman, pemikiran, perasaan) dan semakin relevan dengan kondisi atau situasi individu, maka akan semakin dapat meningkatkan keyakinan diri individu tersebut.
Hope dapat dimunculkan dengan mengembangkan “will power” dan “way power” melalui tentukan dan tetapkan tujuan personal secara spesifik, menantang dan memungkinkan untuk dicapai. Buat rencana tindakan beserta tahapannya hingga tergambarkan prosesnya. Buat juga alternatif rencana tindakan beserta upaya dan rencana aksinya. Nikmati prosesnya, tidak hanya pada tujuan akhirnya. Bersiaplah dalam menghadapi tantangan yang muncul, dan tahu apa yang harus dilakukan serta kemampuan baru yang mesti dikuasai untuk mengatasinya. Termasuk juga kemungkinan untuk merancang ulang atau memodifikasi tujuan awal.
Optimism dapat dimunculkan melalui mengidentifikasi nilai-nilai diri atau keyakinan yang dapat merugikan diri ketika menghadapi situasi menantang. Lakukan evaluasi terhadap keakuratan nilai atau keyakinan tersebut atas kebermanfaatannya dalam mendukung pencapaian tujuan. Ganti nilai atau keyakinan yang merugikan dengan keyakinan atau nilai yang sifatnya lebih konstruktif dan mampu mendorong pencapaian tujuan secara lebih akurat.
Resiliency dapat dikembangkan dengan melakukan identifikasi dan mengenali kemampuan diri (know thyself) dan keterampilan berubah dalam menghadapi perubahan (change skills). Untuk itu individu perlu menghindari prasangka atau berpikir negatif ketika terjadi kesalahan; memastikan dengan akurat persoalan atau permasalahan yang muncul beserta ketepatan solusi yang dapat diambil; dan tetap tenang dan fokus meski menghadapi situasi yang menekan dan melelahkan secara emosi.@
*) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Referensi:
WHO. (2022). World Mental Health Report, Transforming Mental Health for All. Diunduh dari https://www.who.int/news/item/17-06-2022-who-highlights-urgent-need-to-transform-mental-health-and-mental-health-care pada tanggal 17 Desember 2024.
Sapien Labs. (2023). The Mental State of the World in 2023, A Perspective on Internet-Enabled Populations. A Publication of the Global Mind Project. Diunduh dari https://mentalstateoftheworld.report/2023_read/ pada tanggal 17 Desember 2024.
Luthans, F., Avolio, B. J., Avey, J. B., & Norman, S. M. (2007). Positive psychological capital: Measurement and relationship with performance and satisfaction. Personnel Pschology, 60, p. 541-572
Luthans, F., Luthans, K. W., & Luthans, B. C. (2004). Positive psychological capital: beyond human and social capital. Business Horizons 47/1 January-February 2004 (45-50)
Discussion about this post