Oleh: M Rizal Fadillah
KETIKA tidak ada lagi pertanggungjawaban politik atas pelaksanaan Ketetapan MPR tentang GBHN, maka sanksi atas pelanggaran politik bukan berarti tidak ada. Perbuatan sewenang-wenang harus berakibat dan bersanksi hukum. Korupsi, nepotisme, pelanggaran hak asasi, penghianatan negara, serta perbuatan lain yang dilakukan oleh seorang Presiden dapat dituntut meski ia telah lengser dari jabatannya.
Jokowi tidak kebal hukum. Semua orang berkedudukan sama di depan hukum (equality before the law). Melanggar asas ini sama saja dengan menggeser negara hukum menjadi negara kekuasaan atau negara kekayaan. Demokrasi menjadi oligarki bahkan tirani yang bertentangan dengan Konstitusi dan Ideologi. Menghancurkan negara bermoral lalu mengubah menjadi Negara Iblis (Satanic State).
Negara model ini analog dengan “Negara Diablo” Machiavelli. Bayang-bayang Machiavellisme bercirikan bahwa negara adalah segala-galanya, alat kekuasaan digunakan demi target, moralitas mesti diabaikan, menipu dan berbohong menjadi konsekuensi, raja harus ditakuti, serta menghalalkan segala cara demi tujuan tercapai. Negara Diablo tidak berbicara tentang moral, hukum dan rakyat. Semua hanya alat.
Pencarian dokumen ijazah Joko Widodo sesungguhnya bersandar pada moralitas. Memburu nilai kejujuran dan kebenaran bahkan keadilan. Sejak menjabat Presiden pertanyaan moral itu diungkapkan bukan hanya di ruang media tetapi sampai Pengadilan. Sayang kekuasaan sangat dominan sehingga Pengadilan pun mandul atau mungkin diperalat. Ijazah itu tidak pernah muncul, asli atau palsu ?
Pencarian itu kepentingan publik bukan privat, hak warga negara untuk memperoleh informasi transparan atas pemimpinnya karena pemimpin itu dipilih oleh rakyat, bukan oleh kelompok atau wakil rakyat. Konstitusi dan perundang-undangan Republik Indonesia melindungi hak warga negara tersebut. Pencarian berbasis saintifik lebih patut lagi
untuk mendapat perlindungan.
Iblis bukan hanya pandai menipu dan berbohong tetapi juga menyembunyikan kebenaran. Adam terusir dari Surga karena penipuan dan penyembunyian kebenaran oleh Iblis tersebut. Negara Machiavelli sangat berbahaya dan merusak. Machiavelli mengajarkan agar penguasa tidak membuka nilai kebenaran, menjadikan penguasa sebagai “man without values” mempersetankan nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan.
Joko Widodo yang tidak jujur soal ijazah lalu menyudutkan para pencari kebenaran dengan mendakwa pencemaran nama baik atau jeratan hukum lain adalah perilaku pengecut dan licik. Berpola “playing victim” dengan tangisan palsu “direndahkan serendah-rendahnya” dan “dihinakan sehina-hinanya”. Jika itu adalah permainan semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa merendahkan dengan serendah-rendahnya dan menghinakan dengan sehina-hinanya.
Pertarungan hukum dan moralitas sedang berlangsung. Negara Diablo Joko Widodo dicoba untuk dilanggengkan. Rakyat berharap pemerintahan Prabowo tidak menjadi pelanjut, akan tetapi berpihak pada nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan. Namun jika berkelanjutan, maka pertarungan hukum dan moralitas itu akan terus berkesinambungan hingga kezaliman dapat ditumbangkan. Pada waktunya.@
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Discussion about this post