Oleh: M Rizal Fadillah
HARI adha 10 Dzulhijhah dan hari tasyrik adalah waktu untuk penyembelihan hewan qurban. Hukumnya sunnah mu’akadah. Di luar waktu itu hanya sebagai shadaqoh. Ibadah qurban yang diterima Allah adalah yang berbasis ketakwaan. Qurban Habil diterima sedangkan Qabil ditolak. Hal ini disebabkab faktor keikhlasan dan ketakwaan tersebut. Mereka yang berkurban dengan baik mendapat pahala dan semakin dekat pada Allah SWT.
Qurban juga berfungsi sebagai wujud tasyakur atas karunia Allah yang banyak sebagaimana firman-Nya “inna a’thoinakal kautsar, fasholi lirobbika wanhar”–sesungguhnya Allah telah nemberimu nikmat yang banyak, maka sholat dan berkorbanlah karena Allah. Tidak bersyukur apalagi membenci Nabi dan ajarannya, maka akan terputus dari rahmat-Nya “inna syaaniaka huwal abtar”.
Menyembelih hewan qurban apakah unta, sapi, atau kambing bersimbol pada penyembelihan karakter hewani, menumbuhkan keberanian, serta memberi manfaat kepada orang banyak. Membunuh egoisme, kerakusan, dan kemunafikan. Menjadi orang terbaik “khoirunnas anfauhum linnas”–terbaik manusia adalah yang memberi manfaat bagi manusia.
Ibrahim As menyembelih puteranya Ismail As dilakukan demi ketaatan, kemaslahatan, dan pelajaran bagi umat. Berujung pada kegembiraan dan kebahagiaan. Ibrahim As tidak mengorbankan ketaatan dan kemaslahatan umat demi anak. Sifat buruk manusia yang biasa mendahulukan kepentingan diri, anak istri dan kroni ketimbang ketaatan dan kemaslahatan umat harus dilawan bahkan disembelih.
Kekuasaan politik, ekonomi, atau lainnya sering mengganggu ketaatan dan kemaslahatan. Kekuasaan itu cenderung melampaui batas dan membawa kesewenang-wenangan “manusia selalu melampaui batas melihat dirinya kaya dan kuasa” (QS Al Alaq 6-7). Akal sehat tidak berfungsi karena dikalahkan oleh kebodohan, ambisi dan hawa nafsu. Ukuran hakiki bukan Ilahi tetapi diri sendiri, padahal diingatkan “inna ilaa robbikar ruj’aa” sesungguhnya kepada rabbmu segala urusan itu kembali (QS Al Alaq 8).
Jokowi yang bergestur sederhana tapi kerap berdusta menjadi penguasa yang dimasa jabatannya dinilai tidak berpretasi, melanggar konstitusi, hak-hak asasi, dan korupsi. Merusak negeri dan merampok kekayaan ibu pertiwi. Setelah tidak menjabat masih juga merasa berkuasa dengan merekayasa anak, mengendalikan menteri, dan mempengaruhi polisi. Mengkriminalisasi oposisi.
Jabatan Jokowi sudah selesai, ia tidak boleh berkuasa terus. Allah tidak suka pada orang zalim yang mempertuhankan kuasa. Merupakan ibadah untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Kebohongan harus ditumbangkan sesuai dengan amanat syari’at.
Qurban memberi pelajaran.
Menyembelih kekuasaan Jokowi adalah ibadah.@
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Discussion about this post