Oleh: M. Isa Ansori
DISKUSI tentang model pendidikan Indonesia yang tepat itu seperti apa, tentu akan menguras banyak energi untuk membincangkannya, karena memang banyak model yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita menerapkan model pendidikan dengan tujuan yang sama, yaitu menjadikan anak-anak didik menjadi manusia yang cerdas, beriman dan berbudi pekerti yang luhur. Lalu bagaimana menyikapi perkembangan teknologi yang ada dan dunia yang bergerak semakin dinamik, jati diri pendidikan Indonesia bisa menghadapi?
Pendidikan adalah salah satu pilar utama dalam membangun bangsa. Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, seperti kecerdasan buatan (AI), metaverse, dan big data, kita dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana menjaga identitas pendidikan Indonesia yang berakar pada nilai-nilai budaya lokal, sembari mengadopsi kemajuan teknologi untuk meningkatkan kualitas dan relevansinya?
Mengembalikan jati diri pendidikan Indonesia dalam menghadapi era digital bukanlah hal yang mudah. Namun, dengan pendekatan yang bijak, kita bisa mengintegrasikan teknologi dan kearifan lokal secara seimbang, sehingga tujuan pendidikan untuk menciptakan manusia cerdas, beriman, dan berbudi pekerti luhur tetap dapat tercapai.
Teknologi sebagai Alat, Bukan Tujuan
Teknologi seperti AI, metaverse, dan big data menawarkan berbagai potensi besar dalam dunia pendidikan. Namun, teknologi hanya efektif jika digunakan sebagai alat yang mendukung, bukan menggantikan esensi dari pendidikan itu sendiri. Di satu sisi, AI dapat digunakan untuk mempersonalisasi proses belajar, memungkinkan siswa belajar sesuai dengan kebutuhan dan kecepatan mereka. Namun, dalam konteks Indonesia, di mana keberagaman budaya menjadi kekuatan, teknologi harus bisa mendukung pendidikan berbasis budaya lokal.
Contohnya, penggunaan metaverse untuk menghadirkan pengalaman belajar yang lebih hidup, seperti kunjungan virtual ke situs-situs budaya atau sejarah, dapat membawa siswa lebih dekat dengan warisan budaya Indonesia. Ini akan memberikan dimensi baru dalam mempelajari sejarah, seni, dan budaya, yang sangat relevan dengan identitas nasional kita.
Menjaga Kearifan Lokal dalam Era Teknologi
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kita harus memastikan bahwa pendidikan Indonesia tidak kehilangan akar budayanya. Prinsip pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara, seperti “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”, menekankan pentingnya teladan dari pendidik dan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran. Dalam konteks ini, teknologi harus digunakan sebagai pendukung untuk mendalami nilai-nilai luhur bangsa, bukan sebagai pengganti metode pembelajaran tradisional yang sudah terbukti efektif dalam mengajarkan karakter.
Pendidikan berbasis lokal dapat dihidupkan dengan mengintegrasikan teknologi untuk memperkaya pembelajaran mengenai kearifan lokal. Misalnya, pemanfaatan big data untuk menganalisis perkembangan budaya lokal dan distribusi pengetahuan dapat memberikan informasi berharga bagi pendidikan di daerah-daerah terpencil. Teknologi, jika dimanfaatkan dengan tepat, dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap budaya mereka sendiri, sehingga tetap relevan dengan dunia global tanpa kehilangan jati diri.
Pendidikan Berbasis Karakter dan Teknologi
Pendidikan Indonesia harus menciptakan individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga beriman dan berbudi pekerti luhur. Di era digital ini, penting bagi kita untuk membekali siswa dengan literasi teknologi yang juga dilengkapi dengan pemahaman etika dan moral. Penggunaan AI, misalnya, harus dibarengi dengan pengajaran mengenai bagaimana teknologi dapat digunakan untuk kebaikan bersama, bukan untuk merusak atau mengeksploitasi.
Pada saat yang sama, teknologi memungkinkan kita untuk mengakses berbagai sumber pengetahuan global. Namun, ini juga harus diimbangi dengan pendidikan yang menanamkan rasa cinta tanah air, menghormati keberagaman, serta menjaga prinsip-prinsip moral dan agama. Tokoh-tokoh pendidikan Indonesia seperti KH. Ahmad Dahlan dan Buya Hamka telah memberikan teladan bagaimana pendidikan harus mengharmonikan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama serta budaya. Model pendidikan yang mereka tawarkan dapat diadaptasi untuk menciptakan generasi muda yang siap menghadapi tantangan teknologi tanpa melupakan akar budaya dan moralitas.
Mengoptimalkan Ekosistem Pendidikan untuk Masa Depan
Agar pendidikan Indonesia tetap relevan di masa depan, kita harus membangun ekosistem yang inklusif dan berkelanjutan. Teknologi harus dijangkau oleh semua kalangan, tidak hanya terbatas pada kota besar atau kelompok tertentu. Melalui kebijakan yang mendukung pemerataan akses teknologi, pendidikan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Di sisi lain, dengan mengintegrasikan pendidikan karakter, seperti yang diajarkan oleh para tokoh pendidikan kita, siswa akan tumbuh menjadi individu yang tidak hanya terampil dalam menggunakan teknologi, tetapi juga bijak dalam penggunaannya.
Dengan langkah-langkah ini, kita dapat menjawab tantangan zaman dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sambil menjaga jati diri pendidikan Indonesia yang berbasis pada nilai-nilai luhur, budaya, dan agama. Pendidikan yang menciptakan manusia cerdas, beriman, dan berbudi pekerti luhur akan tetap relevan dan berdaya saing, meski dunia terus berubah dengan teknologi yang semakin canggih.
Peran penting dari teladan yang baik juga tak bisa diabaikan. Guru dan pendidik di sekolah harus menjadi contoh yang hidup dari nilai-nilai yang mereka ajarkan. Seperti yang dicontohkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan prinsip “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani“, pendidik harus dapat memberikan teladan yang baik dalam kesehariannya, mengajarkan kejujuran, disiplin, dan rasa tanggung jawab. Ini menjadi semakin penting di tengah perubahan zaman yang mempengaruhi pola pikir dan perilaku siswa.
Kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat juga menjadi kunci dalam membangun perilaku siswa yang beradab. Pendidikan bukanlah tanggung jawab sekolah semata, tetapi harus melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pembentukan karakter. Orang tua, sebagai pendidik pertama dan utama, harus memiliki pemahaman yang sama dengan sekolah mengenai pentingnya penanaman nilai-nilai akhlak yang baik. Program kerjasama antara sekolah dan orang tua, serta pemberdayaan tokoh masyarakat, dapat memperkuat nilai-nilai moral dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Selain itu, kecerdasan emosional dan empati harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan karakter. Dalam era digital ini, dimana interaksi sosial seringkali terbatas pada dunia maya, penting bagi pendidikan untuk mengajarkan kepada siswa bagaimana berinteraksi dengan empati dan pengertian, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Pemberian pelajaran tentang etika dalam penggunaan teknologi dan media sosial akan membantu mereka mengelola emosi dan menjaga hubungan yang sehat dengan sesama.
Dengan mengintegrasikan pendekatan-pendekatan tersebut dalam implementasi pendidikan, kita tidak hanya menciptakan generasi yang cerdas dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga generasi yang berbudi pekerti luhur dan mampu bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Pendidikan Indonesia yang mengutamakan karakter dan etika akan menjawab tantangan zaman yang semakin dinamis, membawa Indonesia maju tanpa kehilangan jati diri budaya dan moral yang menjadi akar bangsa.
Pendidikan Indonesia yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa, seperti yang dicontohkan oleh tokoh pendidikan Indonesia seperti KH. Ahmad Dahlan dan Buya Hamka serta Ki hajar Dewantara akan menjadi model yang relevan dalam menghadapi tantangan masa depan. Mereka mengajarkan kita bahwa pendidikan tidak hanya tentang menghasilkan individu yang pintar, tetapi juga membentuk manusia yang beriman, berbudi pekerti luhur, dan siap menghadapi dunia yang terus berkembang dengan bijaksana tanpa harus tercerabut dari budaya lokal yang dimiliki.@
*) Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya