Oleh: Isa Ansori
DUA puluh enam tahun telah berlalu sejak gejolak Reformasi mengantarkan Indonesia ke era baru. Darah, nyawa dan harta rakyat Indonesia, terburai mengalir di pelataran tanah yang bernama Indonesia. Petani, buruh, mahasiswa, akademisi dan seluruh rakyat Indonesia yang terpanggil rela berkorban dan berjuang merebut Indonesia baru dari cengkraman Orde baru yang melanggengkan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Semangat rakyat yang bangkit menuntut perubahan menggema di seluruh penjuru negeri, melahirkan cita-cita mulia untuk membangun bangsa yang demokratis, adil, dan sejahtera.
Namun, di tengah perjalanan panjang ini, bagaikan api yang ditiup angin, semangat Reformasi terasa mulai meredup. Korupsi masih merajalela, kesenjangan kian melebar, dan demokrasi terancam oleh bayang-bayang oligarki.
Reformasi dijarah oleh penumpang gelap, mereka berasal dari anasir Orde baru dan para penikmatnya, para politisi, oligarki dan partai politik yang berafiliasi. Reformasi hanya dijadikan slogan untuk membungkus kebusukan mereka. Lalu dimanakah janji keadilan dan kesetaraan yang dulu diimpikan?
Di era Jokowi, reformasi tak lagi menjadi semangat membangun negeri. Dinasti politik dan oligarki dihidupkan dan ditumbuh suburkan. Tak hanya para pengusaha gelap yang hidup, para politisi hitam dan partai politik hitam, saling bahu membahu menghantam reformasi dan menjarahnya. PDIP sebagai partai politik yang pernah menjadi korban, kini paling merasakan pedihnya, dikhianati dan diintimidasi, peristiwa Kudatuli adalah saksi. Jokowi tega mengkhianati Megawati dan PDIP serta reformasi.
Kini, saatnya kita bangkit kembali. Semangat Reformasi harus kembali berkobar, membakar jiwa kita untuk memperjuangkan Indonesia yang lebih cerah. Kita tidak boleh terlena dengan pencapaian yang telah diraih, tapi terus bergerak maju dengan tekad yang bulat.
Mari kita renungkan kembali nilai-nilai luhur Reformasi: demokrasi, keadilan, dan kemanusiaan. Nilai-nilai ini bukan hanya jargon kosong, tapi panduan untuk membangun masa depan bangsa yang lebih baik.
Demokrasi bukan sekadar tentang pemilihan umum, tapi tentang rakyat yang berdaulat, yang suaranya didengar dan aspirasinya ditampung. Kita harus terus memperkuat demokrasi Pancasila, dengan menjunjung tinggi toleransi, musyawarah mufakat, dan kedaulatan rakyat.
Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Hukum harus menjadi benteng bagi rakyat, bukan alat untuk menindas. Kita harus memberantas korupsi yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan memastikan akses yang setara bagi semua orang untuk meraih kemajuan.
Kemanusiaan harus menjadi landasan moral dalam setiap tindakan kita. Kita harus saling menghormati, menghargai perbedaan, dan bahu-membahu membantu mereka yang membutuhkan.
Semangat Reformasi bukan hanya milik segelintir orang, tapi milik kita semua. Generasi muda, sebagai pewaris cita-cita bangsa, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan meneruskan semangat ini.
Mari kita kobarkan kembali semangat Reformasi! Bergandengan tangan, bersatu padu, demi mewujudkan Indonesia yang adil, demokratis, dan sejahtera.
Ingatlah, Reformasi belum selesai! Masih banyak yang harus diperjuangkan. Mari kita jadikan momentum ini sebagai titik balik, untuk bangkit bersama dan membangun Indonesia yang lebih gemilang!
Bersama, kita bisa!@
*) Dosen dan Kolumnis, Pelaku Reformasi 98, Tinggal di Surabaya
Discussion about this post