Oleh: KH. M. Shiddiq Al-Jawi
MAYORITAS masyarakat Indonesia nampaknya tidak percaya bahwa ijazah Jokowi itu asli. Dr. Refly Harun di sebuah stasiun TV swasta (iNews) beberapa hari yang lalu (akhir Mei 2025), menyampaikan hasil voting online yang dilakukannya, untuk menjawab 3 (tiga) pertanyaan sebagai berikut;
Pertama, pertanyaan terkait dengan ijazah Jokowi, “Apakah Anda percaya keterangan Polisi bahwa ijazah Jokowi asli?” Hasil voting dengan responden 130 ribu orang, menunjukkan hasil : 8 % saja yang percaya keterangan Polisi bahwa ijazah Jokowi asli; 89 % tidak percaya keterangan Polisi, dan 3 % ragu-ragu.
Kedua, pertanyaan terkait UGM, ”Apakah Anda percaya kepada keterangan UGM mengenai ijazah Jokowi?” Hasilnya dari 106 ribu orang peserta voting : 8 % saja yang percaya keterangan UGM mengenai ijazah Jokowi; 89 % tidak percaya UGM, dan 3 % ragu-ragu.
Ketiga, pertanyaan terkait mana yang lebih dipercaya, “Roy Suryo dkk, ataukah Bareskrim Polri terkait ijazah Jokowi?” Hasilnya dari 106 ribu orang peserta voting : 9 % saja yang lebih percaya keterangan Bareskrim Polri; sementara 91 % responden lebih percaya kepada Roy Suryo dkk.
Dari hasil polling tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat tidak percaya bahwa ijazah Jokowi itu asli.
Lalu, kira-kira apa saja faktor yang membuat mayoritas masyarakat tidak percaya bahwa ijazah Jokowi itu asli. Berikut ini adalah analisis faktor-faktor penyebabnya, dalam perspektif fiqih Islam (hukum Islam);
Pertama, karena Jokowinya sendiri adalah orang yang fasik (orang yang tidak taat dalam beragama) karena sering melakukan kebohongan publik. Padahal perkataan orang fasik itu dalam Islam tidak dapat dipercaya, kecuali setelah lolos tabayyun (diadakan pemeriksaan secara teliti terlebih dulu).
Istilah fasik secara detail dalam Islam adalah sebagai berikut :
اَلْفَاسِقُ هُوَ مَنْ يَرْتَكِبُ الْكَبَائِرَ أَوْيُصِرُّ عَلىَ الصَّغَائِرَ
“Fasik adalah orang yang melakukan kabā`ir (dosa-dosa besar, seperti berbohong, berzina, minum khamr, melakukan risywah/suap menyuap, tidak sholat, tidak puasa, dsb), atau orang yang terus-menerus melakukan shaghā`ir (dosa-dosa kecil).” (Muhammad Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughat al-Fuqahā`, hlm. 307).
Dalil bahwa perkataan orang fasik tidak dapat diterima, kecuali setelah lolos tabayyun, firman Allah SWT :
يآ أَيَّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنِبَإٍ فَتَبَيَّنُواْ
“Wahai orang-orang yang beriman jika orang fasik datang kepadamu dengan membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (berita itu).” (QS. Al-Hujurat : 6).
Kaidah fiqih yang di-istinbāth (disimpulkan) dari ayat tersebut menegaskan :
مَنْ ثَبَتَ فِسْقُهُ بَطَلَ قَوْلُهُ فِي الْأَخْبَارِ إجْمَاعًا؛ لِأَنَّ الْخَبَرَ أَمَانَةٌ، وَالْفِسْقُ قَرِينَةٌ يُبْطِلُهَا
Man tsabata fisquhu bathala qawluhu fī al-akhbāri ijmā’an, li anna al-khabara amānah, wa al-fisqu qarinatun yubthiluhā. Artinya, “Barangsiapa yang telah terbukti kefasikannya, maka ucapannya mengenai berita (penyampaian informasi) menjadi tidak sah, menurut konsensus (para ulama). Ini karena berita itu merupakan amanah dan kefasikan merupakan suatu pertanda yang membatalkannya (berita yang disampaikannya). (Imam Ibnul ‘Arabi (w. 638 H/1240 M), Ahkāmul Qur`ān, 4/1703; Imam Al-Qurthubi (w. 649 H/1273 M), Al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur`ān, 16/312).
Dalam hal berbagai kebohongan publik yang dilakukan Jokowi, masyarakat di Indonesia tentu masih mengingatnya dengan baik dalam memori bersama mereka. Jokowi sekitar tahun 2012 pernah mengatakan ada mobil Esemka yang konon produksi bangsa sendiri dan telah dipesan 6000 unit secara indent. Padahal mobil Esemka itu sebenarnya tidak ada dan tidak ada pula 6000 unit pesanan mobil tersebut. (https://oto.detik.com/mobil/d-1851476/esemka-sudah-dipesan-6-000-unit)
Jokowi pada tahun 2024 pernah mengatakan bahwa proyek IKN (Ibu Kota Nusantara) tidak akan menggunakan dana APBN, tapi hanya menggunakan dana dari swasta (pengusaha). Padahal faktanya, IKN akhirnya menggunakan dana dari APBN. Dan masih banyak yang lainnya, daftar kebohongan publik yang dilakukan Jokowi. (https://kumparan.com/kumparanbisnis/mengingat-lagi-janji-jokowi-tak-pakai-dana-apbn-untuk-proyek-ibu-kota-negara-1xMVP3UCiIu).
Jika Jokowi sudah terbukti melakukan kefasikan dalam bentuk berbagai kebohongan publik, lalu apakah kita akan percaya begitu saja ketika Jokowi mengatakan,”Ijazah UGM saya asli”? Tentu tidak percaya, bukan?
Kedua, karena polisi tidak berlaku netral (adil) dan patut diduga hanya cenderung melayani kepentingan Jokowi. Indikasinya, karena Kapolri sekarang Jenderal Listyo Sigit Prabowo, bukanlah Kapolri yang diangkat oleh Presiden Prabowo Subianto, melainkan diangkat oleh Jokowi saat masih menjadi presiden. Walhasil, Kapolri saat ini patut diduga loyalitasnya masih sangat kuat kepada Jokowi, bukan kepada Presiden Prabowo, kecuali sekedar formalitas dan dalam batas-batas tertentu. Dengan kata lain, Polri di bawah Kapolri saat ini patut diduga sekedar menjadi alat (instrument) yang mengabdi pada kepentingan Jokowi, meskipun Jokowi sudah tidak menjadi presiden RI lagi saat ini.
Dalam Islam, alat itu hukumnya mengikuti orang pengguna alat (the man behind the gun). Jadi meskipun suatu alat (misalkan pisau) itu asalnya netral, tetapi jika alat itu digunakan oleh orang yang jahat, maka alat itu hanyalah akan mengikuti keinginan jahat penggunanya. Maka dari itu, jika perkataan Jokowi tidak dapat dipercaya disebabkan oleh kefasikan yang dilakukan Jokowi, maka ucapan Polri juga tidak dapat dipercaya, disebabkan Polri itu sekedar mengabdi alias mengikuti apa maunya Jokowi, yang tidak dapat dipercaya ucapannya.
Kaidah fiqih yang relevan dengan masalah ini menyebutkan :
اَلتَّابِعُ تَابِعٌ
*At-Tābi’u tābi’un*. Artinya, segala sesuatu yang menjadi ikutan (mengikuti sesuatu yang lain), hukumnya sama dengan yang diikuti itu. (Muhammad Shidqi Al-Burnu, Mausū’ah Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah, Juz I, hlm. 352).
Ketiga, karena pembuktian keaslian ijazah oleh polisi tidak transparan. Dengan kata lain, proses pengujian oleh pihak Bareskrim itu terkategori syubhat (abu-abu/samar). Misalnya : pengujian di Bareskrim hanya bertujuan membuktikan ijazah Jokowi itu identik (sama dengan ijazah pembanding), bukan membuktikan ijazah Jokowi otentik (asli). Akhirnya Bareskrim menyamakan antara identik dengan otentik. Bagaimana mungkin sesuatu yang identik itu otomatis adalah otentik? Tidak jelas, bukan?
Kemudian, saat konferensi pers, Bareskrim hanya menampilkan fotokopi ijazah Jokowi di layar belakang, bukan ijazah aslinya, kecuali dalam posisi miring, bukan tegak lurus ke arah pemirsa. Apakah kita bisa berharap mendapat kejelasan tanpa kesamaran, ketika yang ditampilkan cuma ijazah fotokopi? Sekali lagi, yang ditampilkan itu cuma ijazah fotokopi. Tidak jelas, bukan?
Padahal sesuatu yang tidak transparan alias samar atau abu-abu, sudah selayaknya dihindarkan. Itulah ajaran Islam sesuai sabda Rasulullah SAW:
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia dapat terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan (himā) yang dapat saja menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Keempat, karena polisi zaman rezim Jokowi hingga saat ini, menunjukkan track record (rekam jejak) yang buruk, yang terbukti sering melakukan manipulasi alat bukti. Misalnya, manipulasi video yang dilakukan Bareskrim Polri dalam kasus Jessica Wongso, yang sudah dibongkar habis oleh saksi ahli dalam kasus ini di persidangan, yaitu Dr. Rismon Hasiholan Sianipar, saat itu. (lihat kanal Balige Academy di Youtube milik Dr. Rismon Hasiholan Sianipar).
Jadi, mengapa kita tiba-tiba harus percaya begitu saja dengan pengumuman Bareskrim Polri bahwa ijazah Jokowi terbukti identik (bukan otentik), yang ditafsirkan Bareskrim bahwa identik itu maksudnya adalah asli, setelah dilakukan uji komparasi antara ijazah Jokowi dengan ijazah teman-teman seangkatan Jokowi? Bagaimana kalau ijazah pembanding itu juga tidak jelas keasliannya dan belum diuji dulu secara meyakinkan sebagai pembanding standar yang layak dipercaya?
Maka dari itu, mempercayai keterangan Bareskrim Polri mengenai keaslian ijazah Jokowi, dengan track record (rekam jejak) yang buruk karena suka memanipulasi alat bukti, bagaikan digigit oleh ular sebanyak dua kali di liang yang sama, suatu hal yang semestinya tidak terjadi, khususnya bagi kita umat Islam. Sabda Rasulullah SAW :
لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
“Janganlah seorang mukmin digigit (binatang berbisa) dalam liang yang sama sebanyak dua kali.” (HR. Bukhari, no. 6133).
Kelima, karena argumen pihak Dr. Rismon Hasiholan Sianipar, Dr. Roy Suryo, Dr. dr. Tifa, dkk lebih kuat dan berbobot, sedemikian sehingga tidak mampu dibantah secara meyakinkan oleh polisi atau tim pengacara Jokowi.
Sebagai contoh, Dr. Rismon Hasiholan Sianipar, mengklaim bahwa uji RBG (Red, Blue, Green) terhadap foto dalam ijazah Jokowi (yang disebar oleh kader PSI Dian Sandi Utama), membuktikan bahwa foto Jokowi (pada jas hitamnya) tidak terkena cap stempel UGM. Artinya, bekas stempel UGM yang seharusnya nampak di foto, ternyata tidak ada bekasnya di jas Jokowi yang berwarna hitam di fotonya itu. Terhadap argumen ilmiah dari Dr. Rismon ini, apakah ada bantahan atau counter dari Jokowi atau tim pengacaranya? Tidak ada. Nihil. Ini hanya satu contoh.
Maka dari itu, argumen Dr. Rismon Hasiholan Sianipar, Dr. Roy Suryo, Dr. dr. Tifa dkk dapat dinilai cukup meyakinkan, sementara argumen dari pihak Jokowi atau tim pengacaranya, sangat lemah dan tidak mampu membantah atau mengimbangi argumen Dr. Rismon dkk. Dalam kondisi demikian, Islam mengajarkan, ambillah argumen yang meyakinkan, alias tidak meragukan, bukan mengambil argumen yang lemah alias meragukan. Rasulullah SAW bersabda :
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ. رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَالنَّسَائِي وَقَالَ التِّرْمِذِيّ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
“Tinggalkan apa-apa yang meragukan kamu, menuju apa-apa yang tidak meragukan kamu.” (HR Tirmidzi dan An-Nasa`i. Imam Tirmidzi berkata,”Ini hadits yang hasan shahih).
Kesimpulannya, dari lima faktor yang dianalisis menurut perspektif Fiqih Islam tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap mayoritas masyarakat yang tidak percaya ijazah Jokowi asli, alhamdulillah sudah sejalan dengan ajaran Islam.
Atau dengan kata lain, sikap mayoritas masyarakat tersebut sudah sesuai dengan cara berpikir yang sehat dan kritis, dan sudah sesuai pula dengan fitrah manusia yang cenderung kepada kebenaran dan membenci kepalsuan, kecurangan, serta kezaliman; sesuatu yang diajarkan oleh agama Islam yang mulia.
Semoga ini menjadi pertanda makin sadarnya masyarakat khususnya umat Islam, untuk terus berpikir kritis terhadap pemimpin yang ada. Semoga pula, umat Islam dapat meningkatkan level kekritisan itu dengan berpikir kritis juga terhadap sistem yang ada, bukan hanya berpikir kritis terhadap pemimpinnya. Antara pemimpin dan sistem, keduanya harus kita kritisi, tentu dengan misi besar agar keduanya dapat kita bawa ke arah Islam, bukan ke arah sekularisme atau ke arah sosialisme/komunisme, atau ke arah ajaran/ideologi lain yang bertentangan dengan Islam. Wallāhu a’lam.@
Catatan: Untuk diketahui, bahwa ada survei tandingan yang berusaha mementahkan survei Dr. Refly Harun ini. Survei ini dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia yang dipimpin oleh Burhanudin Muhtadi. Survei ini menyimpulkan bahwa 66,9 % responden percaya ijazah Jokowi asli, sementara ada 19 % responden berpendapat ijazah Jokowi adalah palsu. Survei ini diikuti oleh 1.286 orang responden.
Jokowi telah memuji-muji hasil survei oleh Indikator Politik Indonesia. Jokowi berkomentar mengenai hasil survei bahwa 66,9 % responden percaya ijazah Jokowi asli, “Ya artinya masyarakat memiliki logika dan penalaran yang sehat. Memiliki logika. Logika penalaran yang sehat, artinya itu,” katanya saat ditemui wartawan detik.com di kediamannya di Sumber, Banjarsari, Solo, Rabu (28/5/2025).
https://www.detik.com/jateng/berita/d-7936943/jokowi-respons-su respondenrvei-indikator-soal-66-9-publik-tak-percaya-isu-ijazah-palsu
Komentar kami (M. Shiddiq Al-Jawi):
Survei oleh Indikator Politik Indonesia yang dipimpin oleh Burhanudin Muhtadi, dengan responden hanya 1.286 orang, tidak layak dipercaya, jika dibandingkan survei yang dilakukan Dr. Refly Harun, dengan responden yang jumlahnya mencapai 100 ribu orang lebih. Dalam ilmu statistik, semakin besar jumlah responden, maka deviasi akan semakin kecil. Sebaliknya semakin sedikit jumlah responden, deviasi akan semakin besar. Artinya, semakin besar sample (responden), hasil survei akan semakin baik.
Discussion about this post