Oleh: Ahmad Khozinudin
“Kan harus dihitung secara politik lho. Enak saja, ini kan wartawan paling tungguin iki. Sikap dari rakernas, tadi pagi saya baca Kompas, akan menentukan sikap blablabla, haha, aku sambil sarapan gitu kan, aku bilang, haha, enak saja. Gue mainin dulu dong.” (Megawati, 26/5/2024)
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri batal mengumumkan sikap politik PDIP terhadap pemerintahan periode 2024-2029 di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di acara penutupan Rakernas V di Beach City International Stadium, Ancol, Jakarta, Minggu (26/5/2024). Padahal, rakyat sudah banyak yang menunggu pengumuman PDIP menyatakan diri oposisi terhadap pemerintahan Prabowo Gibran.
Megawati malah sibuk melakukan kalkulasi secara politik untuk kepentingan parpolnya, ketimbang segera mengambil sikap membersamai rakyat dengan menjadi partai oposisi. Sikap Mega mengkonfirmasi, PDIP juga pragmatis, setali tiga uang dengan NasDem dan PKB yang telah lebih dahulu menyampaikan proposal bergabung dengan kekuasaan Prabowo Gibran.
PDIP, hanya mencari modus operandi berbeda dengan NasDem dan PKB untuk merapat ke istana. Jika NasDem dan PKB merapat dengan gaya menyanjung, boleh jadi PDIP akan merapat dengan gaya menekan. Baik menyanjung atau menekan, sama saja. Karena pada akhirnya tujuannya sama: merapat demi mendapatkan jatah kue kekuasaan.
Sikap parpol ini menegaskan ulang, bahwa teriakan PDIP, PKB dan NasDem tentang Pilpres curang hanyalah basa-basi. Karena bagi mereka, tak penting siapa yang menang, tak penting siapa yang curang, yang penting mendapatkan bagian dari kue kekuasaan.
Sementara rakyat, hari ini benar-benar menjadi yatim karena tidak ada satupun parpol yang membersamai. Rakyat hanya didatangi parpol untuk diambil suaranya dalam Pemilu. Setelah suara itu diambil, rakyat ditinggalkan.
Pada acara deklarasi bersama advokat, tokoh, ulama dan elemen masyarakat sipil di Jakarta (18/52024), penulis bersama sejumlah advokat dan tokoh nasional, telah mengantisipasi akan kemungkinan rakyat sendirian tanpa pembelaan parpol. Saat itu, kami telah menyinggung kemungkinan PDIP beroposisi tetapi menunggu keputusan rakernas. Ternyata, setelah rakernas PDIP justru main-main.
Persis seperti yang dikatakan Mega “Gue mainin dulu dong,”. Padahal, nasib rakyat tidak bisa dibuat main-main. Rakyat butuh keputusan tegas dari parpol untuk bersikap oposisi. Bukan playing victim, lantas bermain main dengan kekuasan untuk mendapatkan jatah kue hasil Pilpres.
Walaupun sebelumnya, penulis telah membaca sikap pragmatis parpol saat menyetujui usulan perubahan UU Kementrian Negara untuk tujuan bagi bagi menteri. Saat itu, PDIP dan 8 fraksi lainnya setuju, tanda bahwa semua parpol baik terhimpun dalam koalisi 01, 02 dan 03, sepakat untuk berbagi kue kekuasaan dengan menambah porsi kementerian melalui revisi UU kementerian.
Sikap kritis dan korektif, hanya bisa diharapkan dari elemen masyarakat sipil. Rakyat tak pernah bisa melabuhkan harapan pada parpol, yang kenyataannya sangat pragmatis dan orientasinya hanya kekuasaan.
Harapan perubahan melalui pemilu demokrasi, hanyalah mimpi dan ilusi. Demokrasi hanya melanggengkan pragmatisme. Sekulerisme dekorasi, hanya melahirkan politisi culas yang khianat pada amanah rakyat.
Sudah saatnya, rakyat menjauh dari politisi culas dan berjuang untuk perubahan yang hakiki. Perubahan untuk perbaikan negeri ini, yang akan menjadikan negeri ini negeri yang baldatun, toyyibatun, warobbun ghaffur.
Perjuangan yang mengubah sistem sekuler menjadi sistem Islam. Perjuangan yang akan merealisasikan janji Nabi Muhammad Saw. Itulah, perjuangan dengan dakwah untuk menegakkan sistem Khilafah kembali eksis di muka bumi. Allahu Akbar! @
*) Sastrawan Politik
Discussion about this post