SIAGAINDONESIA.ID Ratusan petani yang tergabung dalam Front Perjuangan Petani Mataraman (FPPM) Kabupaten Blitar menuntut Perhutani untuk melaksanakan program perhutanan sosial dan performa agraria tanpa kolusi korupsi dan nepotisme atau KKN. Massa menggelar aksi unjukrasa di depan kantor KPH Perhutani Blitar di Jalan Ahmad Yani Kota Blitar, Selasa (27/9/2022).
Kordinator Aksi, Moh. Trijanto menjelaskan bahwa Kabupaten Blitar mendapatkan jatah sekitar 14 ribu hektare tanah redis atau tanah/lahan milik pemerintah yang sudah bersertifikat dan diberikan ke rakyat.
“Berdasarkan data tersebut, apa yang seharusnya menjadi hak rakyat. Sepenuhnya dipasrahkan ke rakyat. Tanpa harus ada intimidasi antar Perhutani dan masyarakat,” kata Trijanto.
Rencananya melalui Perhutanan Sosial dengan skema Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) akan beralih ke Hutan Kemasyarakatan (HKM). Namun hingga kini masih ada lahan yang dikuasai oleh perorangan dengan mempekerjakan warga sekitar dengan upah murah disertai intimidasi.
“Lawan mafia tanah dan hutan yang ingin menggagalkan program reforma agraria serta perhutanan sosial. Kami melihat mafia tanah seperti sengaja dibiarkan mengambil keuntungan pribadi atas tanah-tanah yang belum jelas statusnya itu,” tambahnya.
Trijanto juga mendesak Pemerintah Kabupaten Blitar agar segera merealisasikan program reforma agraria dan perhutanan sosial.
“Laksanakan semua program dalam Nawa Cita Jokowi tanpa harus dikotori oleh KKN. Komitmen kita hari ini, dalam bulan ini GTRA (GugusTugas Reforma Agraria) Pemerintah Kabupaten Blitar akan ada lompatan untuk proses reforma agraria dan perhutanan sosial,” tegasnya.
Sementara Ketua FPPM Marjoko mengatakan, pada 5 April 2002 lalu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya telah menetapkan Surat Keputusan nomor 287 yang berisi pengambilalihan pengelolaan kawasan hutan seluas 1,103.941 hektare dari Perhutani untuk dijadikan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus atau KHDPK.
Kawasan hutan yang pengelolaannya diambil alih itu khususnya berada pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang berada di 4 provinsi yaitu provinsi Jawa tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten.
“Dan sesuai informasi luas kota KHDPK untuk wilayah KPH Blitar ada sekitar 38 ribu hektare. Rinciannya 2 ribu hektare untuk redistribusi tanah dan lebih kurang 36 ribu hektar untuk perhutanan sosial dan lainnya,” urainya.
Ditambahkan Marjoko, salah satu alasan dan latar belakang penetapan KHDPK diantaranya untuk mengurangi areal yang tidak produktif yang selama ini dikelola oleh Perhutani. Selain itu juga untuk mengurangi area konflik yang selama ini tidak mampu diselesaikan oleh Perhutani.
Marjoko menilai, bahwa kebijakan KHDPK serta penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan, utamanya permukiman di dalam kawasan hutan telah menyentuh para petani dan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Perhutanan sosial, menurutnya, telah banyak memberikan berkah dan membuat para petani merasa tenang. Mereka bisa menggarap hutan tanpa ada rasa takut di kriminalisasi oleh Perhutani.
Namun Marjoko menjelaskan, program perhutanan sosial dan performa agraria akan menjadi macan kertas saja bila tidak ada komitmen dari semua pihak untuk melaksanakannya secara konsisten. Pasalnya, banyak mafia hutan dan mafia tanah yang diduga terus mengganjal atau bahkan bersikeras menggagalkan program kerakyatan tersebut.
Dalam aksi itu, massa juga melakukan penandatanganan kesepahaman terkait hutan yang dikelola pemerintah dan hutan yang sudah diserahkan ke masyarakat.
Dalam kesempatan yang sama, ADM Kantor Perum Perhutani Blitar Teguh Jati Waluyo turut menandatangani kesepakatan Pakta Integritas. Teguh menegaskan, penandatanganan tersebut merupakan komitmen bahwa Perum Perhutani Blitar tunduk dan patuh pada SK 287 Kementerian Lingkungan Hidup.
Teguh juga meminta pada stakeholder dan masyarakat untuk mengawal keputusan Kementrian Lingkungan Hidup ini.
“Yang nanti perlu dibicarakan adalah bagaimana kita supaya bisa mengawal seluruh stakeholder. Jadi kami sangat berharap dari rekan rekan NGO lembaga swadaya masyarakat supaya nanti pada pelaksanaan tidak ada KKN,” jelasnya.
Menurut Teguh, Perum perhutani merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perhutani akan tegak lurus dengan keputusan kementerian sesuai perintah presiden.
“Kami di KPH harus laksanakan program itu tanpa ragu ragu. Saya menandatangani karena saya merupakan aparat pemerintah.
Mudah mudahan nanti dalam perjalanannya tidak ada lagi keraguan dari masyarakat,” tegasnya.@