Oleh: Salamuddin Daeng
SALAH satu program paling significant untuk merealisasikan tiga juta rumah adalah dengan Fasilitas Likuiditas Pengembangan Perumahan atau dikenal dengan FLPP. Keuangan FLPP berasal dari APBN, selanjutnya disalurkan melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau dikenal dengan BP Tapera. Selanjutnya dana Tapera FLPP tersebut menjadi dana abadi yang dikelola oleh BP Tapera. Dana tersebut disalurkan melalui bank penyalur yakni perbankan komersial baik bank BUMN, bank swasta dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
BP Tapera adalah lembaga yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat) adalah regulasi yang bertujuan untuk menghimpun dana murah dan jangka panjang untuk pembiayaan perumahan yang terjangkau dan layak huni. UU ini mewajibkan warga negara untuk menabung sebagian dari penghasilannya yang akan dikelola oleh Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) untuk penyediaan rumah murah. BP Tapera secara kelembagaan berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
BP Tapera atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat, memiliki sejarah yang cukup panjang. Awalnya, terdapat lembaga yang serupa, yaitu Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS), yang dibentuk pada tahun 1993 dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan PNS dalam hal perumahan. Bapertarum-PNS kemudian menjadi cikal bakal Tapera, yang secara resmi dibentuk pada tahun 2016 untuk mengintegrasikan program pembiayaan dan tabungan perumahan bagi masyarakat secara lebih luas.
Sekarang kelihatanya BP Tapera tidak lagi memotong gaji PNS dan tidak lagi memobilisasi tabungan masyarakat. BP Tapera mengelola dana yang diwariskan oleh Bapertarum dengan pengelolaan terpisah dan pendanaan perumahan oleh APBN dalam bentuk FLPP. Setiap tahun pemerintah memberikan FLPP kepada BP Tapera dalam jumlah yang cukup besar. Dalam Informasi APBN 2025 yang dipublikasikan Kementerian Keuangan disebutkan bahwa dukungan pada pembangunan perumahan dialokasikan dalam Dana Non Permanen senilai Rp18 triliun yang dialokasikan untuk investasi program FLPP dalam rangka keberlanjutan program Pemberian fasilitas pembiayaan perumahan bagi MBR sebagai bagian pemenuhan kebutuhan papan untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat.
Selain itu APBN juga memberikan dukungan bagi Perumahan dan Pemukiman yakni Peremajaan, Pemugaran, Relokasi dan Pembangunan Permukiman Baru total sebanyak 3.186 unit dan dukungan pembangunan jalan lingkungan dan drainase lingkungan yang terbangun sebanyak 88.933 meter. Dukungan anggaran perumahan dan Fasilitas umum nilainya Rp.19,8 Triliun atau 0,7% dari APBN.
Kuota FLPP Naik 60%-100%
Menteri PKP adalah ketua komite BP Tapera. Sehingga salah satu ukuran kinerja Kementerian PKP adalah bagaimana mempercepat penyaluran subsidi perumahan kepada MBR. Tingkat penyaluran diukur berdasarkan jumlah dana Tapera FLPP yang telah dimanfaatkan oleh MBR. Angka ini terlihat dari berapa jumlah dana Tapera FLPP yang sudah akad kredit antara konsumen dengan bank penyalur.
Untuk mencapai target yang besar Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) menggenjot penyaluran subsidi perumahan Tapera FLPP. Menteri PKP selaku Ketua Komite BP Tapera telah mengambil langkah yang berbeda dibandingkan kebiasaan sebelum kementerian ini terbentuk. Salah satu terobosannya adalah mengalokasikan Tapera FLPP langsung kepada segmen pasar MBR. Menteri secara langsung melakukan kerjasama dengan kelompok masyarakat yang berhak baik melalui organisasi atau lembaga terkait. Berbagai MOU dibuat antara Menteri PKP dengan Buruh, Guru, Wartawan, Pedagang Kaki Lima, dan masyarakat non fix income lainnya.
Langkah tersebut membawa hasil yang sangat berarti. Sepanjang Kwartal 1 2025 Penyaluran Tapera FLPP mencapai 58.000 unit rumah untuk MBR. Penyaluran sangat besar di kwartal awal memang belum pernah terjadi sebelumnya. Akibatnya penyaluran Tapera FLPP pada Q1 2025 mengalami pertumbuhan 1173 persen dibanding Q1 tahun 2024. Ini merupakan pencapaian yang luar biasa. Jika pencapaian ini konsisten tumbuh dengan ratusan hingga ribuan persen setiap kwartal maka dapat dipastikan dana Tapera FLPP akan habis atau ludes lebih cepat.
Atas dasar pencapaian dan terobosan yang dilakukan oleh kementerian PKP maka Pemerintahan Presiden Prabowo menambah kota rumah subsidi sebanyak 130 ribu unit dari kuota awal 220 ribu unit, sehingga menjadi total 350 ribu unit. Bukan hanya itu, pemerintah juga akan memberikan tambahan sebanyak 90 ribu unit lagi jika kuota 350 telah habis sebelum akhir tahun 2025. Dengan demikian total kuota Tapera FLPP yang disediakan oleh Presiden Prabowo untuk tahun 2025 adalah sebanyak 440 ribu unit atau dua kali dari total kuota Tapera FLPP tahun tahun sebelumnya. Inilah hasil nyata efisiensi APBN yang sebelumnya diragukan oleh banyak pihak.
Dengan asumsi kebutuhan likuiditas senilai Rp. 160 juta per unit rumah subsidi MBR, maka kebutuhan dana untuk pembangunan 440 ribu rumah subsidi MBR dalam tahun 2025 mencapai Rp. 70,4 triliun. Dana tersebut akan berasal dari BP Tapera senilai Rp. 9 triliun (yang dikumpulkan dari angsuran pokok rumah subsidi MBR). Likuiditas bank penyalur senilai 17,5 triliun (sekitar 25%) dan dari APBN FLPP senilai Rp 43,9 Triliun. Sumber Angaran untuk kenaikan APBN FLPP adalah buah dari efisiensi APBN 30 persen yang dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo yang dialihkan bagi subsidi perumahan MBR.
Sekarang bagaimana kementerian PKP terus bekerja 24 jam sehari untuk menggenjot penyerapan 440 ribu kuota Tapera FLPP sehingga dapat dihabiskan dalam Semester Pertama tahun 2025. Dengan demikian maka diharapkan sepanjang tahun ini akan ada pembangunan minimal satu juta rumah yang didanai subsidi langsung oleh pemerintah. Pencapaian semacam ini akan dapat merealisasikan target 3 juta rumah hanya dalam tiga tahun pertama Pemerintahan Prabowo. Belum ditambah dengan pembangunan rumah yang didanai CSR, investasi asing, dan perumahan swadaya masyarakat. Jadi tidak benar tiga juta rumah itu omon-omon! @
*) Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)
Discussion about this post