SIAGAINDONESIA.ID Komisi D DPRD Kota Surabaya dianggap tidak peka dengan permasalahan tender proyek Rumah Sakit Surabaya Timur.
Demikian disampaikan Ketua Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 Jawa Timur, Yusuf Husni pada awak media, Rabu (27/9/2023).
“Dari komen Ketua Komisi D Khusnul Khotimah di media antaranew.com sangat jelas tidak pedulikan masih ada masalah di tender RS Surabaya Timur. Dia mengatakan RS Surabaya Timur segera dibangun karena pemenangnya sudah ditetapkan dan kehadiran RS ini sangat diharapkan kehadirannya oleh warga Surabaya,” kata Yusuf Husni.
Cak Ucup, sapaan akrabnya menambahkan pihaknya setuju dengan kata-kata Ketua Komisi D bahwa pembangunan RS Surabaya Timur sangat dibutuhkan oleh warga. Namun demikian, saat ini tender tersebut masih dipertanyakan. Salah satunya terkait dengan status PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) dalam pengawasan pengadilan sejak PN Niaga Makassar menjatuhkan keputusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara (PKPUS) dengan No.9/Pdt.Sus.PKPU/2023/PN.Niaga.Mks. pada 29 Agustus 2023.
“Di satu sisi kami sependapat yang dikatakan. Hanya saja dari sisi lain masih bermasalah. Kalau saya ibaratkan yang dikatakan sama saja dengan makanan yang segera dibagi kepada warga yang membutuhkan tanpa pedulikan makanan itu beracun apa tidak. Padahal makanan itu beracun dan dipaksakan diberikan kepada warga yang akibatnya keracunan semua, nalarnya dimana,” ungkap Yusuf yang juga Ketua Koalisi Masyarakat Pengawas Pembagunan Surabaya (KMPPS).
Yusuf mempertanyakan kemampuan anggota dewan komisi D menganalisa masalah ini benar atau tidak. Sebab Komisi D terkesan pasang badan membela kebijakan Pemkot Surabaya, tanpa pedulikan ada potensi melanggar hukum.
“Sepengetahuan kami mekanisme kerja dewan tidak seperti itu. Bila ada masalah dibicarakan di internal dan bila belum cukup bisa minta pendapat tim ahli, baru dewan ambil kebijakan politik. Bila hal ini tidak dilakukan sungguh sangat memprihatinkan mekanisme kerja DPRD Kota Surabaya,” kata mantan anggota DPRD Jatim ini.
Pihaknya juga mengingatkan bahwa mengelola lembaga dewan bukan seperti perusahaan. Ketua komisi tidak bisa bicara dan memutuskan masalah semaunya, apalagi masalah yang terjadi adalah masalah hukum, tidak mudah menyimpulkan berdasarkan selera, termasuk atas dasar pesanan. Menurutnya, anggota dewan adalah pesuruh konstitusi rakyat. Maka hukumnya wajib, mendengarkan melaksanakan perintah rakyat sebagai pemilik kekuasaan dan kedaulatan
“Anggota dewan berdaulat hanya 5 tahun sedangkan kami sebagai rakyat berdaulat sampai kiamat. Apapun bentuk kritik maupun makian anggota Dewan wajib menerima, sehingga wajar pemilik kedaulatan mengingatkan apabila mereka berbuat kesalahan. Bila tidak mau dengar wajar kalau mereka kita maki-maki. Karena sebagai pesuruh rakyat kerjanya tidak becus,” ucapnya.
Dengan adanya masalah ini, lanjutnya, naluri politik Komisi D dinilai sangat buruk. Padahal dalam tender proyek RS Surabaya Timur, ada potensi pelanggaran hukum.
“Sudah jelas masalah ini akan berdampak hukum bahkan pidana, apakah anggota dewan tidak paham? Kami sendiri meyakini penegak hukum baik KPK dan kejaksaan sudah sangat dekat kehadirannya. Siapapun yang terlibat dalam masalah ini pasti akan kena termasuk Komisi D. Komisi D jangan banci dan munafik. Kalau punya penilaian bahwa yang dilakukan Pemkot itu benar, bikin saja surat rekomendasi politik bahwa Komisi D sangat setuju proses tender RS Surabaya Timur segera diteruskan karena tidak bermasalah. Berani gak bikin surat ini,” tantangnya.
Di akhir kata-katanya, Yusuf menjelaskan bahwa hari ini, Rabu (27/9/2023) pihaknya dalam hal ini Kosgoro 1957 Jatim dan AMPI Jatim diundang rapat koordinasi terkait permohonan hearing dengan Komisi D DPRD Kota Surabaya.
“Kita lihat saja nanti bagimana hasilnya. Semoga kita dapat penjelasan yang baik dari pihak-pihak terkait tender proyek RS Surabaya Timur. Sehingga proyek ini bisa lanjut dan sesuai harapan masyarakat Surabaya,” demikian Yusuf Husni.
Seperti diketahui, tender proyek RS Surabaya Timur senilai Rp 503.574.000.000 awalnya dipermasalahkam karena ada selisih penawaran cukup besar dari peserta tender. Panitia tender lalu memenangkan PTPP dengan pengajuan penawaran Rp 494.603.098.000. Padahal PT Waskita Karya mengajukan penawaran yang lebih rendah yakni Rp 476.884.578.000. Ada selisih Rp 17.718.520.000.
Masalah lain yang kemudian muncul adalah status PTPP yang dinyatakan dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makasar No.9/Pdt.Sus.PKPU/2023/PN.Niaga.Mks.
Hal ini membuat status pemenang tender dipertanyakan. PTPP selaku pemenang tender, bila tetap dipaksakan untuk teken kontrak, dinilai akan menyalahi aturan.@