Oleh M Rizal Fadillah
MASALAH ringan dapat menjadi serius jika Bareskrim Mabes Polri tidak memberi jawaban atas berbagai pertanyaan sehubungan dengan pengumuman dugaan ijazah palsu Joko Widodo oleh Dittpidum Mabes Polri. Konklusi identik yang dibiaskan menjadi asli jelas menyalahi. Hasil uji forensik yang janggal belum dapat berkonsekuensi hukum pasti. Pengadilan yang berhak memutuskan. Penghentian penyelidikan tanpa gelar perkara yang benar dapat menyebabkan cacat hukum.
Penetapan “identik” atas skripsi Joko Widodo sangat sumier. Tidak jelas pembanding skripsi milik siapa? Ada atau tidak? Ujug-ujug pernyataan bahwa lembar pengesahan Skripsi itu “hand press” dan “lettter press” lalu cukup konfirmasi dengan percetakan Perdana. Untuk “hand press” dan “letter press” ahli digital forensik Dr Rismon menantang untuk uji sahih. Font face dalam lembar pengesahan tidak mungkin secara saintifik adalah “hand press” atau “letter press”. Apalagi sekedar dengan bermetode “meraba”.
Bagaimana dengan temuan lembar pengesahan skripsi “teman” lulusan 1985 Fak Kehutanan bernama Budi Darmito NIM 1568/KT yang berbeda dengan lembar pengesahan skripsi Joko Widodo? Di samping menggunakan mesin tik, juga pembimbing utamanya adalah Dr Ir Achmad Sumitro dengan tarikan tandatangan yang berbeda. Temuan ini menguatkan keyakinan Dr Rismon bahwa lembar pengesahan skripsi Joko Widodo itu palsu. Uji forensik Bareskrim tidak mampu menjawab hal ini.
Demikian juga dengan ijazah yang kini menjadi mudah untuk dikaji setelah penayangan Dirtipidum. Komparasi misterius Bareskrim menghasilkan status identik. Identik dengan apa atau milik siapa? Adakah tiga ijazah pembanding dipastikan asli? sebab palsu dengan palsu pun hasilnya identik. Tanpa pengujian transparan maka dugaan palsu tetap berlaku.
Apalagi temuan tiga ijazah yang jika dibandingkan dengan milik Joko Widodo ternyata tidak identik. Dr Roy Suryo melengkapi upload Dr Refly Harun soal ijazah tahun 1985. Adalah ijazah Frono Jiwo (1115), Alm Hary Mulyono (1116) dan Sri Murtiningsih (1117) yang ketiganya sama atau identik justru berbeda dengan ijazah Joko Widodo (1120). Betapa fatal kekeliruan uji forensik Bareskrim bila mengambil perbandingan ini.
Wajar jika pasca pengumuman Dirtipidum Bareskrim Mabes Polri 22 Mei 2025 muncul dugaan atau penilaian publik bahwa Bareskrim telah berkonspirasi membantu Jokowi untuk menutupi fakta bahwa skripsi dan ijazah Joko Widodo itu memang palsu. Lalu menetapkan identik yang kemudian diframing menjadi asli. Agar Bareskrim Mabes Polri tidak dituduh telah melanggar hukum dengan melakukan “obstruction of justice”, maka gelar perkara ulang menjadi sangat penting.
TPUA telah membuat surat ke Karo Wassidik dan Irwasum Mabes Polri untuk meminta agar segera dilakukan Gelar Perkara Khusus sebagaimana diatur dalam Perkapolri No 6 tahun 2019. Keterbukaan dan transparansi sangat dituntut saat ini di tengah sorotan tajam rakyat dan bangsa Indonesia atas skripsi dan ijazah Joko Widodo.
Gonjang-ganjing harus dihentikan dengan kepastian apakah Jokowi itu memang penipu atau rakyat yang salah.@
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Discussion about this post