Oleh: Salamuddin Daeng
KEBIJAKAN AS pasti membuat pusing para pengambil kebijakan Indonesia. Mengapa? karena mereka tidak punya ilmunya. Sehingga tidak mengerti apa yang terjadi. Bayangkan saja orang yang ilmunya pasar bebas, mashabnya neoliberalisme, teorinya liberalisasi perdagangan, dihadapkan dengan kebijakan Trump yang memasang tarif impor besar besaran, berbeda setiap sektor, berbeda bagi setiap negara. Masih bagus semua arsitek ekonomi Indonesia ini tidak gila!
Sewaktu Sri Mulyani menjelaskan tentang jebolnya APBN beberapa waktu lalu, dia mengeluh mengatakan dunia telah berubah, tidak seperti dulu lagi, dunia telah meninggalkan multilateralisme, dunia telah keluar dari semua kesepakatan perdagangan bebas. Tatapan matanya kosong karena tidak mengerti keadaan ini. Namun dengan penuh tekanan menebarkan ancaman krisis, resesi dan ketidakpastian. Memanggil sekutu sekutunya agar membuktikan kacauan ekonomi Indonesia. Padahal perubahan dunia yang terlihat dari tindakan keras Donal Trump adalah balasan atas kekurang- ajaran multilateralisme dengan segala bentuk dan manifestasinya.
Sebelum Donal Trump Presiden Prabowo telah memulai dengan yang lebih keras terhadap liberalisasi. Presiden Prabowo melakukan pemangkasan anggaran lebih ekstrim dari Trump, mendeklarasikan Danantara untuk menghentikan liberalisasi keuangan dan melakukan pembatas devisa untuk menghentikan sistem devisa bebas yang merupakan jantung dari kapitalisme neoliberalisme. Tindakan Presiden Prabowo setara dengan pembubaran The Federal Reserve (The Fed) kalau dilakukan Donald Trump. Presiden Prabowo lah yang pantas disebut sebagai mentor Donald Trump tentang bagaimana mengubah haluan negara.
Apa yang sedang dilakukan Donald Trump mengajarkan semua negara di dunia di luar Presiden Prabowo tentang bagaimana pemerintah atau negara mengelola ekonomi. Ajaran utamanya adalah negara itu dapat berperan dalam mengatur ekonomi. Peran negara terutama adalah melindungi Industri nasionalnya. Negara itu tidak dapat membiarkan Industri nasionalnya bangkrut, pemerintah dapat melindungi usaha usaha rakyatnya secara langsung, bukan menggunakan tangan tersembunyi atau invisible hand. Logika semacam itu tidak dimiliki para pengambil kebijakan Indonesia yang lalu lalu semenjak reformasi, tidak diyakini oleh sekolah sekolah ekonomi, tidak menjadi cara berfikir para pengamat kebijakan publik. Donald Trump sekarang telah menghancurkan isi kepala.
Walaupun Trump masih menggunakan idiom perdagangan bebas, dengan mengatakan bahwa kebijakan pemerintahannya adalah tindakan reciprocal, tindakan timbal balik, tindakan balasan atas praktek perdagangan Internasional yang merugikan pemerintah dan ekonomi Amerika Serikat. Memang benar bahwa tindakan Donald Trump adalah tindakan balasan atas berbagai kebijakan proteksionis yang dilakukan banyak negara terhadap AS termasuk yang paling mencolok adalah manipulasi currency global yang dimaksudkan untuk memperkuat daya saing dan melemahkan AS. Manipulasi itu dipandang oleh Donald Trump sebagai kebijakan yang curang yang sangat menyakitkan.
Trump bukan orang gila yang sembarangan. Donald Trump adalah pelaku bisnis yang mengerti kecurangan pihak lain. Donald Trump bukan orang iseng yang mau membuat keributan global. Tapi dia tahu bahwa ekonomi dunia yang bersandar pada pasar AS. Karena itulah dia ingin menegosiasikan ulang semuanya termasuk menegosiasikan semua kesepakatan perdagangan yang selama ini diyakini sebagai hukum besi yang tidak dapat diubah.
Tentu saja tindakan keras AS memukul kepala batu para pengambil kebijakan terutama di Indonesia. Perhatikan saja semua elite pengambil kebijakan Indonesia yang lalu-lalu, mereka sebagian masih memegang kekuasaan pada lembaga lembaga strategis di negara ini. Mereka selalu berkata bahwa kesepakatan perdagangan bebas tidak dapat dinegosiasikan, harus dituruti, seolah olah itu adalah hukum dari Allah. Padahal semua itu, semua liberalisasi perdagangan adalah alat untuk menciptakan ketergantungan, alat penjajahan. Tapi inipun tidak akan dapat dimengerti walaupun nanti AS akan membangun tembok besar mengelilingi negara AS.
Kalau semua kebijakan Donald Trump disederhanakan maka sebetulnya itu adalah seruan kepada dunia untuk tidak bersandar pada ekonomi AS, tidak bersandar pada daya beli AS, Tidak bersandar pada keuangan AS. Negara negara di dunia lebih mandiri, berorientasi ke dalam, tidak bersandar pada pihak lain. Donald Trump itu menjalankan Trisakti yakni berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian secara kebudayaan. Ini adalah politik berdikari alias berdiri di atas kaki sendiri. Prabowo dan Donald Trump itu berada tepat dalam tema globalisasi yang baru. Pihak yang tidak mengerti dan linglung lebih baik minggir daripada anda gila!@