SIAGAINDONESIA.ID Kerusakan Dermaga Kargo dan Curah Cair Pelabuhan UPT Pengumpan Regional (UPPR) Lamongan yang terjadi empat tahun akibat ditabrak dan disandari kapal perintis Sabuk Nusantara 111 (1200 GT), ada potensi kerugian negara. Hal ini menyusul tidak kunjung diperbaiki dan mangkrak. Dalam kejadian itu juga diduga telah terjadi pelanggaran SOP.
Demikian disampaikan praktisi hukum, Syafi’i, SH., MH., saat dikonfirmasi, Selasa (27/2/2024).
Menurut Syafi’i hal tersebut tergolong dalam tindak pidana korupsi dan harus diusut hingga tuntas.
“Hal ini jelas melanggar KUHP Pasal 603,” jelas pria lulusan UIN Sunan Ampel ini.
Bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Syafi’i juga meminta aparat penegak hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus ini hingga tuntas.
Lebih lanjut dikatakan, saat ini tidak ada itikad baik dari Dinas Perhubungan Jawa Timur untuk berupaya menyelesaikan persoalan ini. Pasalnya selama 4 tahun dermaga yang rusak itu dibiarkan mangkrak.
Karena tak kunjung diperbaiki dan pihak PT Prakitri Hasta Darma (PHD) belum memberikan ganti rugi, Pemprov Jatim pun mengalami kerugian ekonomi yang signifikan, terutama dalam hal pendapatan asli daerah (PAD).
Kerugian yang dialami Pemprov Jatim akibat kerusakan dermaga diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah selama empat tahun.
Kerugian tersebut mencakup berbagai aspek, termasuk pendapatan yang hilang akibat terhentinya aktivitas bongkar muat kargo dan curah cair di pelabuhan, serta dampak ekonomi yang lebih luas seperti penurunan PAD, hilangnya peluang bisnis, dan gangguan terhadap rantai pasokan dan distribusi barang.
Pihak aparat berwenang juga harus memperkarakan PT PHD yang tidak kunjung membayar kerugian yang telah disepakati atau ganti rugi sebesar Rp 1,8 miliar.
Selain itu, Syafi’i meminta Kementerian Perhubungan memberikan sanksi kepada Kepala Pelabuhan UPT Pengumpan Regional (UPPR) Lamongan yang mengijinkan kapal yang bobotnya di atas ketentuan bersandar di dermaga yang kekuatannya hanya 1.200 DWT. Bukan hanya kerusakan dermaga yang harus diselidiki oleh aparat, tetapi juga kontruksi bangunan dermaga yang dinilai tidak wajar.
Sementara itu, redaksi siagaindonesia.id menerima informasi dari Departemen Keuangan RI di Jakarta bahwa Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah berkoordinasi dengan Departemen Keuangan untuk mendalami persoalan yang terjadi di dermaga Paciran Lamongan.
Seperti diberitakan sebelumnya, kerusakan dermaga yang disenggol kapal Sabuk Nusantara 111 pada tahun 2020 menyebabkan kerusakan dermaga sepanjang 62,8 meter dengan detail kerusakan pada bagian fender dan keintein di sebelah utara dermaga.
PT. PHD bersedia memperbaiki kerusakan dermaga atau memberi ganti rugi sebesar Rp 1,8 miliar. Namun, hingga saat ini, janji tersebut belum terealisasi. Meskipun telah ada kesanggupan dari pihak PHD untuk melakukan perbaikan, namun belum ada tindakan nyata yang dilakukan.
Dilihat dari kerusakan dermaga juga perlu dicermati kualitas mutu kontruksi betonnya, bisa jadi juga tidak benar. Seharusnya untuk dermaga minimal menerapkan Kualitas (K)-375 akan tetapi kemungkinan dicor manual mixing.
Dari tampilan kerusakan dermaga di Lamongan tersebut diindikasikan hanya menggunakan K-275. Hal ini sebagaimana penjelasan dari ahli konstruksi yang pernah mengerjakan dermaga untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Taman Jeranjang, Lombok Barat.
Menurutnya, kelas beton yang digunakan untuk membangun dermaga, balok, lantai jembatan, landasan pacu, fly over, underpass seharusnya menggunakan beton kelas III atau K-325 hingga K-500 termasuk balok penyangga dan lainnya.@masduki