SIAGAINDONESIA.ID Dalam beberapa dekade terakhir, sektor filantropi di dunia global telah mengubah fokus dan trend dari bentuk pemberian individu menjadi pemberian dari masyarakat dan kelembagaan yang terstruktur.
Ini menimbulkan berbagai tantangan dan kesempatan bagi lembaga filantropi untuk mendapatkan dukungan donor dari komunitas internasional atau nasional.
Berbagai strategi inovasi dan adaptasi terus dilakukan untuk memastikan program dampak keberlanjutan. Covid-19 yang masuk Indonesia di awal tahun 2020 telah menjadi momentum untuk mempercepat transformasi filantropi di seluruh dunia. Digitalisasi, transparansi, keberlanjutan, dan akuntabilitas dipaksa untuk disesuaikan oleh lembaga-lembaga filantropis.
Perubahan dalam hal memberi, juga terjadi terkait dana hibah yang lebih longgar untuk menangani dan mencegah pandemi. Di sisi lain, pemerintah sebagai regulator juga memfasilitasi perubahan-perubahan ini dengan mendukung kebijakan yang berkaitan dengan mobilisasi kegiatan filantropi. Indonesia termasuk negara yang sangat peduli pada kegiatan filantropi ini.
Hal ini disampaikan Direktur Internasional Strategi dari Charities Aid Foundation, Derek Ray-Hill, dalam webinar FIFest 2022 bertajuk “The Transformation of Philanthropy Landscape: Global & Indonesia’s Perspective” yang diadakan Filantropi Indonesia, Kamis (2/6/2022).
Menurut Derek dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Sabtu (4/6/2022), kegiatan filantropi di Indonesia berakar kuat dari tradisi zakat dan juga faktor budaya, yang mendorong masyarakat untuk saling memberi dan menjadi sukarelawan.

Lanjut Derek, ada lima aspek yang disasar dalam filantropi di Indonesia yaitu pendidikan, pemberdayaan ekonomi, iklim dan lingkungan hidup; advokasi dan kesehatan.
Dalam laporan tahunan World Giving Index (WGI) 2021 oleh Charities Aid Foundation, Derek mencatat, Indonesia berada di urutan pertama sebagai negara paling dermawan di dunia.
Negara ini pun masuk dalam 10 negara paling murah hati, masih versi WGI, meski bukan negara yang berpendapatan besar seperti Inggris dan Perancis. Indonesia juga berada di peringkat utama dalam kategori mendonasikan uang (sebesar 86%) dan dalam kategori menyisihkan waktu sebagai sukarelawan (sebesar 60%).
Derek menambahkan, seiring berkembangnya zaman, transformasi digital saat ini juga telah memengaruhi cara filantropi di Indonesia dalam melakukan kegiatannya. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi digital seperti telepon selular untuk memberikan donasi.
Hal ini biasanya banyak dilakukan oleh kalangan generasi muda. Penggunaan teknologi digital juga diyakini sebagai salah pendukung peningkatan filantropi di Indonesia, sekaligus ikut berperan dalam pembangunan negara.
Acara ini terselenggara juga berkat dukungan dari BAZNAS Indonesia dan Yayasan Adaro Bangun Negeri, yang dimoderatori Okty Damayanti.
Menurut Deputi BAZNAS Indonesia & Ketua Badan Pengawas Filantropi Indonesia, Arifin Purwakananta, peran filantropi berbasis agama memiliki peran penting dalam mendorong timbulnya kemurahan hati masyarakat.
“Peran dari filantropi sangat penting untuk perkembangan, tantangan dan peluang yakni pada peningkatan dampak filantropi sebagai fokus dari pencapaian TPB/SDGs”, demikian Arifin.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Pengurus Filantropi Indonesia, Suzanty Sitorus mengatakan, kegiatan filantropi terbagi menjadi tiga area transformasi di lanskap tanah air. Area pertama adalah Reformasi 1998 yang mengubah politik Indonesia terkait pemerintahan, karena filantropi tidak bisa dipisahkan dari arena dan lingkungan politik sosial.
Menurutnya, masyarakat yang lebih terbuka dan demokrasi memberikan lahan subur bagi filantropi untuk dapat beroperasi secara bebas yang dapat dilihat dengan banyaknya yayasan sebagai format legal untuk filantropi.
Kedua, ada banyak upaya filantropi di Indonesia yang tidak terjadi di negara lain seperti membantu memobilisasi donasi publik untuk bencana alam, bahkan juga sekaligus mengelola dana untuk mendirikan yayasan khusus sebagai wadah distribusinya.
Ketiga, area fokus dan geografi. Banyak organisasi filantropi yang mengkhususkan diri pada bidang pendidikan dan kesehatan, dengan memfokuskan pada hal-hal tertentu. Misalnya, ada organisasi yang fokus membantu anak-anak yang terlahir dengan kondisi abnormal.
Selain itu ada juga yang khusus membantu mantan narapidana agar mendapat pekerjaan setelah menyelesaikan hukuman. Bukan hanya itu, membantu para janda dalam membangun kemampuan ekonomi, dan mendukung para petani agar bisa berbisnis lebih baik dengan menumbuhkan badan usaha sosial; juga menjadi tujuan organisasi filantropi.

Suzanty menekankan, harmoni sosial untuk cakupan lebih luas seperti kemanusiaan adalah faktor penting untuk mewujudkan filantropi yang lebih inklusif. Kegiatan berbagi dan menolong sesama atau objek distribusi dilakukan tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, atau golongan.
Oleh karena itu, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk memastikan filantropi benar-benar dianggap sebagai pilar yang penting di negara ini dalam hal regulasi dan sistem. Asosiasi filantropi juga harus lebih banyak berkolaborasi dengan organisasi riset untuk sektor-sektor privat lainnya dan mengombinasi sumber-sumber daya nasional maupun internasional.
Meskipun pada dasarnya kegiatan filantropi memiliki tujuan yang sangat mulia yakni menumbuhkan rasa kedermawanan dengan membantu sesama, tetap tidak luput dari penyalahgunaan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Arifin mengatakan, penyalahgunaan filantropi menjadi permasalahan semua bangsa. Di Indonesia sendiri, BAZNAS telah berkoordinasi dengan kepolisian, badan intelijen, dan lainnya agar tidak ada yang menyelewengkan dana-dana zakat. Memperkecil penyaluran dana zakat untuk terorisme adalah salah satu contoh.@