SIAGAINDONESIA.ID Rekan sejawatnya lebih akrab memanggilnya Umar petinju. Perawakannya yang kekar sering menjadi andalan dan tumpuan untuk menyelesaikan jika ada konflik antarnelayan di sejumlah pelabuhan perikanan milik Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jatim.
Suatu ketika nyaris terjadi bentrok antar nelayan dan saling ancam bakar kapal, antarnelayan andon dan nelayan lokal di Pelabuhan Perikanan Muncar, Banyuwangi.
Kartono Umar yang saat itu masih menjabat salah satu Kepala Seksi dengan kelebihan fisiknya dan mantan atlet tinju amatir tersebut mampu mendamaikan ratusan nelayan yang nyaris bentrok di pelabuhan Muncar.
Prestasi yang patut diapresiasi dari seorang Umar yang menjadi ASN Tahun 1999 di Dinas Perikanan Kabupaten Flores, Nusa Tenggara Timur tersebut ketika dirinya mampu merealisasikan gagasannya memindahkan sebagian nelayan asal Sinjai, Sulawesi Selatan dari pelabuhan Perikanan Pondokdadap ke pelabuhan Perikanan Tamperan, Pacitan.
Umar bersama dua stafnya Mochamad Imam Subekti (Kalabuh Popoh) dan Khoirul Huda (Kalabuh Pasongongan) pada saat itu saling bahu membahu agar nelayan asal Sinjai, pemancing handal ikan tuna yang sudah menetap di Pondoldadap tersebut bersedia mengembangkan perikanan tangkap di Tamperan, Pacitan. Alhasil, Tamperan dalam kurun waktu relative singkat menjadi salah satu penghasil ikan tuna di Jawa Timur bersaing dengan Pondokdadap.
Sejak bergabung menjadi ASN di Pemprov Jatim tahun 2001, sosok Kartono Umar, S.PI. MAP yang memiliki kelebihan bersuara lantang ini mengawali karirnya dari staf hingga diangkat menjadi Kepala Pelabuhan (Kalabuh) Perikanan.
Tinggal di Sidoarjo akan tetapi Umar tidak pernah berkumpul satu atap dengan keluarganya. Istri dan kedua anaknya tetap tinggal di Sidoarjo sementara dia tinggal di Rumdis Pelabuhan dimana dia ditempatkan. Patuh dan manut ditempatkan dimana saja.
Pelabuhan Perikanan Mayangan, Probolinggo, Muncar Banyuwangi, Pancer Banyuwangi, Pondokdadap Sendang Biru, Puger Jember, Bulu Tuban, Tamperan Pacitan dijelajahinya sesuai perintah atasannya.
“Sebagai staf saya berusaha maksimal menjalankan perintah atasan. Seberat apapun tugas yang diberikan kepada saya,” ungkap Umar beberapa waktu lalu saat menjadi Kalabuh Muncar, Banyuwangi.
Kartono Umar berdarah nelayan itu termasuk salah satu dari 29 ASN DKP Jatim yang dilantik Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa beberapa waktu lalu di Gedung Grahadi Surabaya.
Umar untuk kesekian kalinya kembali menjabat Kalabuh PP. Tamperan, Pacitan yang pernah dijabatnya beberapa tahun sebelumnya. Bapak dua putri ini sebelumnya menjadi Kalabuh Bulu, Tuban yang juga membawahi Pelabuhan Perikanan Bawean.
Seperti hari hari sebelumnya Umar setiap minggu rutin harus pulang mengunjungi rumah mungilnya di Sidoarjo, bercengkrama dengan kedua buah hatinya dan merawat dan menghibur istrinya yang mengidap kanker tahunan serta sedang menjalani kemoterapi itu. Umar tidak bersedia mengomentari jabatan barunya yang lokasinya bertambah jauh dari tempat domisilinya itu demi mengemban tugas negara.
“Terimakasih doanya semoga istri saya lekas sembuh,” balasnya di pesan pendek.
Sebagaimana pernah diberitakan sebelumnya Gubernur Khofifah Indar Parawansa melantik dan memutasi lebih dari 500 ASN Pemprov Jawa Timur, tercatat 29 orang diantaranya berasal dari DKP. Pasca pelantikan dan mutasi menimbulkan keresahan. Pasalnya, personil yang dilantik dan dimutasi tidak sesuai dengan bidangnya. Bahkan ada pejabat eselon III (Kabid Budidaya) diimpor dari instasi lain (PU Binamarga Sumber Daya Air).
Mutasi jabatan tersebut dinilai tidak fair dan tidak sejalan dengan Undang Undang ASN serta mengabaikan penilaian senioritas, kapabilitas dan komptetensi.
Perikanan Jawa Timur dinilai salah urus dan itu terbukti dengan semakin merosotnya produksi perikanan yang dihasilkan oleh nelayan dan petani budidaya.
Jawa Timur yang selama tiga decade menjadi barometer dan primadona perikanan nasional, kini menduduki urutan ketiga setelah Sulsel dan NTB dalam hal produksi perikanan. Dianggap salah urus, karena yang ngurusi salah orang. Contoh, personil yang menekuni budidaya bertahun tahun, dijadikan Kalabuh sedangkan personil yang ahli di bidang pengolahan, pesisir dan laut diposisikan menangani budidaya.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) Pasal 1, menyebutkan sistem merit didefinisikan sebagai kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi.
Menurut catatan redaksi empat pejabat strategis di lingkup DKP, Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Kepala Bidang Perikanan Tangkap dan Kepala Bidang Perikanan Budidaya bukan berlatar belakang ilmu Kelautan dan Perikanan. Padahal DKP adalah instansi teknis, bukan OPD penghasil.@K