SIAGAINDONESIA.ID Polemik pengurusan ijin lingkungan Analisis Dampak Mengenai Lingkungan (AMDAL) maupun Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Ligkungan Hidup (UKL-UPL) selain dilaporkan kepada LBH Maritim berbelit dan biaya mahal, juga ditengarai menjadi ranah permainan mafia AMDAL atau yang disebut sebagai konsultan ‘plat merah’.
Hal tersebut terungkap berdasarkan laporan dari sejumlah Pelaku Usaha Galangan Kapal yang ada di Sembilangan, Bangkalan dan Banyuajuh Kamal.
Menanggapi hal tersebut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur, Jempin Marbun mengatakan instansinya tidak mengenal konsultan plat merah, semua konsultan sama kedudukannya. Semua tergantung kecepatan pemenuhan persyaratan yg harus dilengkapi.
”Biaya di DLH hanya honor Tim saat sidang sesuai dengan aturan yang berlaku”, ungkapnya.
Akan tetapi Jempin Marbun tidak menjawab pertanyaan soal sumber honor tim, besaran maupun jumlah anggota tim yang menerima honor.
Seperti diberitakan sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Timur diminta instropeksi dengan pengaduan sejumlah pengusaha Galangan Kapal terkait pengurusan ijin lingkungan. Jika apa yang dilaporkan ke LBH Maritim itu benar hal tersebut merupakan tamparan.
“Berbelitnya pengurusan Amdal, UKL-UPL dan ditengarai keterlibatan oknum DLH dan memunculkan sebutan konsultan ‘plat merah’ sehingga menimbulkan biaya tinggi harus segera disikapi,” kata Pegiat Lingkungan Wonorejo, Heroe Budiarto.
Menurut catatannya, DLH Jawa Timur bersama Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan DLH Jombang memberikan sanksi administrasi kepada 13 kegiatan/usaha pemanfaatan dross/slag aluminium di Kec Kesamben dan Kec Sumobito Jombang. Sanksi diberikan karena melanggar UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta sebagai tindak lanjut atas hasil pengawasan yang telah dilakukan bersama tahun 2018.
“Setelah itu tidak pernah terdengar lagi kegiatan serupa,” ungkapnya.
Sejujurnya, tambah Heroe Budiarto, masih banyak perusahaan yang ditengarai membuang limbah beracun di sepanjang sungai Brantas dan Kali Surabaya. Di depan mata perusahaan galangan kapal di Tanjung Perak maupun di Bangkalan hanya beberapa saja yang memiliki Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL).
Bahkan di Kamal Bangkalan ada usaha illegal pemotongan kapal atau penutuhan yang mencemari lingkungan dengan limbah solar, oli dan tumpahan zat berbahaya lainnya tidak diberi sanksi tegas padahal sudah berlangsung tahunan.
“Kalau tidak berani menindak bubarkan saja DLH,” tegasnya. @masduki
Discussion about this post