Oleh: Ahmad Khozinudin
PERNYATAAN sejumlah guru besar sivitas akademika dari berbagai kampus, sejatinya adalah umpan lambung agar DPR segera mengeksekusi pemakzulan Jokowi. Status pernyataan guru besar ini, akan menjadi ‘sia-sia’ dan berpotensi ‘mengecilkan’ kredibilitas guru besar manakala diabaikan oleh Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi santai saja, mengabaikan tuntutan PP Muhammadiyah yang menuntut Jokowi menarik pernyataan Presiden boleh kampanye dan memihak. Bukan mustahil, suara-suara guru besar juga akan kembali diabaikan (Jawa: ora direken) oleh Jokowi. Apalagi, seruan moral hanya bersifat mengikat bagi yang bermoral. Jokowi, sudah sering mengabaikan seruan moral.
Sampai saat ini, Jokowi masih terus berkampanye untuk Prabowo (Gibran), juga untuk PSI (Kaesang). Modusnya macam-macam dan beraneka ragam.
Karena itu, politisi di DPR harus bergerak menyelamatkan wibawa guru besar dengan mengaktivasi proses pemakzulan Presiden Jokowi. Dengan mengaktivasi proses pemakzulan, berarti seruan moral guru besar didengar dan direspon secara politik.
Tidak ada cara lain untuk mengontrol Jokowi, selain dengan politik. Moral dan hukum tidak mempan untuk mengingatkan Presiden.
Kalau DPR tidak melakukan tugasnya, sama saja DPR mengacuhkan rakyat, mengacuhkan guru besar. Masa depan suram menyelimuti negeri ini, karena Pemilu pasti tidak legitimate di bawah kungkungan ketidaknetralan Presiden Jokowi.
Anggota DPR dari Parpol Koalisi Indonesia Maju (Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat) mungkin saja masih bisa menolak, karena alasan mendukung Prabowo Gibran yang didukung Jokowi. Tetapi anggota DPR dari Parpol seperti PDIP, Nasdem, PKB, PPP, PKS, tidak memiliki alasan untuk tidak menggulirkan aspirasi pemakzulan kecuali mereka pengecut, tersandera kasus dan takut pada Jokowi.
Panggil saja TPUA dan Petisi 100. Gelar di hadapan publik, dan dengar dari mereka apa yang menjadi dasar, alasan, bukti, serta urgensi pemakzulan Jokowi yang menjadi aspirasi mereka.
Lalu, agendakan sidang untuk membahas itu di DPR. Pasti, paralel dengan itu akan ada sidang rakyat yang mendukung DPR. Hal itu akan menekan Jokowi untuk netral, bahkan berhenti dari jabatan Presiden.
DPR pasti akan didukung rakyat. Golkar, Gerindra, PAN & Demokrat yang mendukung rezim Jokowi pasti akan dipermalukan. Suara pemilih mereka, akan beralih ke PDIP, PKS, NASDEM dan PPP.
Saat Jokowi netral apalagi mundur/berhenti dari jabatannya, itulah wujud konfirmasi kebesaran wibawa guru besar agar ke depan tidak ada Presiden yang mengabaikan suara rakyat. Sebab, kalau mengabaikan guru besar akan turun tangan dan ujungnya kekuasaannya akan lengser di tangan rakyat.@
*) Sastrawan Politik