SIAGAINDONESIA.ID Bahasa tidak lepas dari Aksara. Keduanya adalah Dwi tunggal. Bahasa adalah lisan. Aksara adalah tulis. Bahasa dan Aksara tidak bisa dipisahkan.
Peradaban Jawa memiliki bahasa dan aksara. Sebuah peradaban tinggi yang intelek. Indonesia (Nusantara) sebuah bangsa yang cerdas. Peradaban itu sungguh ada di Surabaya. Leluhur Surabaya menggunakannya. Bukti buktinya ada. Tapi tahukah kita?
Aksara Jawa sendiri memiliki latar belakang evolusi sejarah panjang hingga akhirnya menjadi aksara Jawa (baru) yang dikenal dengan Carakan Hanacaraka.
Surabaya sebagai kota besar modern yang multikultural tidak melupakan sejarah dan peradaban nenek moyangnya. Salah satunya Sunan Ampel. Surabaya, selain berfikir lokal, juga nasional dan bahkan melacak jejak internasional terkait dengan aksara. Tidak mudah melakukan dan mewujudkan gagasan itu. Butuh perjuangan.
Sesungguhnya Aksara Jawa tidak lepas dari pengaruh aksara yang berasal dari India. Yaitu Brahmi. Berikut evolusi dari Brahmi ke Carakan Hanacaraka, yang ditulis oleh Christ Wibisono.
Evolusi Aksara:
Brahmi
Secara historis harus diakui bahwa India dengan aksara Brahmi sudah ada sejak abad 4 SM. Brahmi menjadi induk aksara di Asia, yang berbasis fonetik yang memakai sistem abugida. Brahmi menjadi fondasi berbagai corak turunan huruf di Asia Selatan dan Tenggara.
Gupta
Sekitar abad ke 4 hingga ke 6 M, huruf Brahmi berkembang menjadi script Gupta. Perubahan ini mencerminkan estetika artistik pada masa Kekaisaran Gupta dengan huruf, yang lebih melingkar dan dekoratif dengan tetap mempertahankan bentuknya yang sederhana dan mudah dipahami.
Siddham
Dari huruf Gupta, lahirlah Siddham pada sekitar abad ke 7 hingga 9 M. Script ini terutama digunakan dalam penulisan teks-teks Buddhis, terutama di Asia Timur. Huruf Siddham adalah langkah transisi langsung menuju Devanagari.
Devanagari
Aksara Brahmi berkembang menjadi banyak cabang, salah satunya adalah aksara Devanagari, yang mulai digunakan sekitar abad ke 4 M. Devanagari digunakan untuk menulis bahasa Sansekerta dan kemudian banyak dalam naskah-naskah keagamaan Hindu dan Buddha. Devanagari mempertahankan unsur fonetik dari Brahmi tetapi memperkenalkan elemen estetika dengan bentuk huruf yang lebih kompleks.
Sekitar abad ke 10 M, script Siddham kemudian berkembang menjadi Devanagari, yang digunakan luas dalam bahasa Sansekerta, Hindi dan lainnya. Devanagari menjadi terstandarisasi dengan garis horisontal khas di bagian atas setiap huruf.
Pallawa
Pada abad ke 6 M, Aksara Pallawa berkembang di wilayah India Selatan. Pallava merupakan salah satu turunan dari Aksara Brahmi dan digunakan dalam prasasti-prasasti Kerajaan Pallava. Aksara ini mulai menyebar ke Asia Tenggara melalui hubungan perdagangan dan agama, termasuk ke Nusantara.
Bentuk Aksara Pallava lebih melengkung dibanding Brahmi atau Devanagari, yang menandai adaptasi budaya lokal.
Jawa Kuna (Kawi)
Ketika Aksara Pallava tiba di Nusantara, ia mengalami modifikasi dan menjadi Aksara Kawi. Aksara Kawi digunakan sejak abad 8 M untuk menulis bahasa Sanskerta dan bahasa Jawa kuna. Nama Kawi sendiri berarti “Pujangga” atau “sastrawan”, yang mencerminkan penggunaannya dalam teks-teks sastra dan prasasti. Aksara Kawi memiliki ciri khas lokal, seperti struktur yang lebih sederhana dan bentuk yang sesuai dengan bahasa-bahasa di Nusantara.
Jawa Baru (Carakan)
Dari Aksara Kawi, evolusi lebih lanjut menghasilkan Aksara Jawa sekitar abad ke 15 M. Aksara Jawa mempertahankan elemen estetis dari Kawi, tetapi disesuaikan lebih lanjut untuk menulis bahasa Jawa modern. Penyesuaian ini mencakup penambahan sandhangan untuk mempresentasikan bunyi vokal dan konsonan dengan lebih fleksibel. Aksara Jawa juga mencerminkan nilai-nilai estetika dan filosofi masyarakat Jawa, seperti keseimbangan dan harmoni.
Evolusi ini menunjukkan bagaimana aksara Jawa merupakan hasil perpaduan antara pengaruh budaya India dan inovasi lokal. Setiap tahap perkembangan memperkaya Aksara ini hingga menjadi sistem tulisan yang unik dan khas.
Sebelum berevolusi menjadi huruf Devanagari, huruf Brahmi melewati beberapa tahap peralihan penting, termasuk skrip Gupta dan Siddham. Ini adalah garis besar evolusinya.
Jadi, evolusi ini adalah proses bertahap, di mana setiap tahap peralihan dipengaruhi oleh konteks budaya, artistik, dan linguistik pada jamannya. Ini adalah kisah yang menakjubkan dari adaptasi dan tranformasi sistem tulisan.
Aksara Jawa Hadapi Kepunahan
Semakin tahun sejak abad 20 hingga sekarang, aksara Jawa semakin kehilangan penggunanya. Jumlahnya semakin sedikit. Penggantinya adalah aksara latin. Bukan tidak mungkin bahwa kelak aksara Jawa ini semakin langka dan punah jika tidak ada yang mempertahankan.
Karenanya dari Surabaya ada satu gerakan pemajuan aksara Jawa seiring dengan hadirnya Kementerian Kebudayaan RI dan segera lahirnya Perda Pemajuan Kebudayaan Kota Surabaya.@PAR/chr/nng