SIAGAINDONESIA.ID Harga mie instan akan mengalami kenaikan 3 kali lipat dibanding harga normal. Kenaikan disebabkan perang Rusia dan Ukraina, dimana kedua negara itu masuk dalam daftar 10 negara penghasil gandum terbesar di dunia.
Rusia berada di peringkat ketiga dengan menghasilkan atau memanen sekitar 1,2 miliar ton gandum di periode 2000 hingga 2020. Sedangkan Ukraina berada di peringkat 10 dengan memproduksi 433 juta ton gandum pada 2000-2020.
Dijelaskan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, kondisi konflik perang kedua negara mengakibatkan tertahannya 180 juta ton gandum di Ukraina.
“Belum selesai dengan climate change kita dihadapkan perang Ukraina dan rusia, di mana di sana gandum tertimbun 180 juta ton, tidak bisa keluar, jadi hati-hati yang makan mie banyak dari gandum besok harganya (naik) 3 kali lipat itu,” kata Mentan Syahrul, Selasa (9/8/2022).
Sebaiknya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan memastikan harga mie instan tidak mengalami kenaikan, sebagaimana kehebohan berita sebelumnya.
“Mie instan tidak akan naik tiga kali karena gandum memang trennya naik, karena gagal panen di Australia yakni sekitar 67 juta ton gagal panen,” kata Mendag Zulkifli Hasan usai meninjau harga kebutuhan pangan di Pasar Wates, Kabupaten Kulon Progo, Kamis (11/8/2022).
Ia menjelaskan, kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu ke Rusia membawa dampak baik terhadap ketersediaan dan pasokan gandum di Indonesia.
“Presiden pergi ke Rusia dan ternyata berhasil, gandum bebas sekarang. Jadi pasar gandum akan dibanjiri oleh Ukraina. Kemudian Australia panennya berhasil, Kanada berhasil, Amerika berhasil. Justru menurut saya, gandum pada September akan turun harganya, trennya akan turun. Jadi kalau tiga kali tidak lah, kalau ada kemarin naik sedikit iya. Sehingga, inflasi kita 4 persen, 5 persen jadi naiknya segitu, tapi cenderung September akan turun,” kata Mendag.
Menanggapi kesimpangsiuran harga mie instan, Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade meminta menteri-menteri tidak membuat bingung rakyat akibat perbedaan pendapat.
“Ketidaksinkronan data dan kajian yang dilakukan antar kementerian atau lembaga pemerintah berpotensi menimbulkan keresahan publik,” kata Andre dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/8/2022).
Oleh sebab itu, Andre mengingatkan menteri-menteri untuk memperbaiki koordinasi. Perbedaan pendapat para menteri dinilai menimbulkan kesan tidak ada rapat kabinet atau rapat koordinasi Pemerintah untuk membahas isu-isu strategis.
“Kita minta menteri-menteri di bawah Pak Jokowi punya koordinasi yang berjalan baik. Sehingga suara yang keluar dari Pemerintah itu satu,” tutur politisi Partai Gerindra ini.
Senada disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad. Menurutnya kenaikan harga mie instan, bila memang terjadi, harus diantisipasi melalui sebuah subsidi dari pemerintah. Ia berharap, Menteri Keuangan Sri Mulyani dapat mempersiapkan hal itu.
“Di awal tahun, per bungkus mie instant harganya Rp 2.400. Sekarang di Juli mencapai Rp 2.700. Jadi kenaikan ini tentu akan mengurangi daya beli masyarakat,” tegas Kamrusammad dalam keterangan tertulis, Jumat (12/8/2022).
Ia menuturkan, jika mengacu sumber BPS mie instan adalah komoditas pangan yang riil dikonsumsi oleh 20 persen penduduk yang berada di atas garis kemiskinan sementara.
“Jadi, kenaikan harga mie instan akan berdampak bagi rakyat miskin. Apalagi konsumsi mie masyarakat Indonesia sangat tinggi,” imbuh dia.
Kamrusammad menjelaskan, World Instant Noodles Association (WINA), juga mencatat Indonesia sebagai negara kedua dengan konsumsi mie instan terbanyak di dunia.
“BPS juga mencatat, konsumsi domestik mie instant seluruh Indonesia mencapai 13,2 miliar bungkus per tahun.Karena itu, pemerintah harus mengantisipasi lonjakan harga mie instan dengan menyiapkan subsidi mie instant,” pungkasnya.@