SIAGAINDONESIA.ID Asosiasi industri galangan kapal dan bangunan lepas pantai (IPERINDO) menyoroti kebijakan baru pemerintah soal pemanfaatan ruang laut. Selain lemah dalam sosialisasi aturan baru yang mengedepankan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk memperoleh Izin Pemanfaatan Ruang Laut, juga peraturan lainnya yang menghambat aktivitas kerja Galangan Kapal.
Ketua IPERINDO Jawa Timur, Momon Hermono mengungkapkan sekarang ini galangan kapal resah dengan adanya aturan baru dari pemerintah terkait UU Cipta Kerja.
Pertama, KKP mensyarakatkan harus membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk mendapatkan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang besarnya Rp 18, 6 juta per hektar.
Di satu sisi pihak galangan kapal juga dikenakan tarip sewa perairan oleh Otoritas Pelabuhan (OP) sebagai Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) setiap tahun.
“Hal ini membingungkan anggota,” jelas Momon Hermono.
Selain belum adanya sosialisasi mengenai PKKPRL dan PNBP, beberapa anggota juga melapor ada petugas dari KKP yang door to door melakukan pengukuruan luasan galangan kapal yang efektif digunakan maupun yang belum dimanfaatkan.
“Kesannya kok kurang elok, dan berharap kunjungan door to door ini dihentikan. Sebaliknya diadakan sososialisasi secara umum,” tambahnya.
Seperti diketahui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut (Permen KP 28/2021), mewajibkan mendapatkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) kegiatan yang telah dan akan dilakukan secara menetap di Perairan Pesisir, Wilayah Perairan dan Wilayah Yuridiksi.
Sementara itu staf Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Wilayah Kerja Jawa Timur, Suwardi yang dikonfirmasi soal ini tidak memberikan penjelasan dan meminta awak media untuk hadir di acara sosialisasi PKKPRL tanggal 8 Juni 2023.
Hal lain yang menjadi keluhan anggota adalah fasilitas yang diberikan oleh Pelindo. Banyak anggota IPERINDO Jatim yang menyewa lahan dari Pelindo. Akan tetapi fasilitas yang diberikan kondisinya sudah parah.
Contohnya Sungai Perak kondisinya dangkal dan sulit digunakan manuver kapal. Hal tersebut pernah ditanyakan ke Pelindo maupun Otoritas Pelabuhan tetapi tidak ada titik temu.
“Pelindo menganggap pengerukan Sungai Perak bukan kewengannya, sedangkan OP juga beranggapan sama. Masa penyewa harus mengeruk sungai sendiri,” sergah Momon serta menyesalkan sikap kedua instansi tersebut. Padahal, lanjut Momon, anggotanya ini memberikan kontribusi ekonomi untuk negara.@k