SIAGAINDONESIA.ID – Perda integrasi tata ruang dimaksudkan untuk menterpadukan pelbagai kegiatan di laut agar tidak tumpang tindih antar kegiatan. Intinya perlu harmonisasi. Persoalannya terletak pada ego sektoral yang ingin mendominasi tata ruang laut. Contoh: tata ruang laut dibagi menjadi zona inti, zona no take zone, Zona pemanfaatan terbatas.
Pada zona-zona tersebut peruntukannya harus jelas dan konsisten memanfaatkan tata ruang laut berdasarkan peraturan yang sudah disepakati. Faktor perizinan dan pengawasan menjadi penting. Demikian dikatakan Dr. Rudianto, MA sebagai profesor bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya,
Faktor perizinan, lanjutnya, jika mengacu Undang Undang (UU) Pemerintah Daerah 0-12 mil laut kewenangan provinsi. Pasca UU Cipta Kerja perizinan 0-12 mil diambil pusat dengan ketentuan salah satunya membayar PNBP. Sedangkan daerah yang mempunyai asset dan kewengan tidak dapat. “Ya ini yang disebut dengan persoalan tumpang tindih kewenangan pusat dan daerah. Perlu didiskusikan lebih lanjut,” tambahnya.
Sementara itu ketua Indonesian Food and Fish Safety Institute (IFSI), Evelyne Nusalim yang berpendapat atas nama pribadi mengatakan, persoalan dumping bukan hanya di Jatim, di Sulawesi juga terjadi hal serupa, untuk nickel, dampaknya kena nelayan kecil. Tidak ada pertimbangan dan tidak ada ganti kerugian. “Saya rasa, situasi diseluruh Indonesia begitu. Pemerintah harus bayar biaya penyelidikan tentang dampak limbah tersebut, dilakukan oleh pihak ketiga yang independent, sebaiknya dari luar negeri, AS atau EU, yang punya pengalaman dalam hal ini,” urainya.
Dikatakan selanjutnya, institusinya mempunyai tim Litigasi & Advokasi, yang bisa membantu menuntut hak rakyat, bukan hanya nelayan tetapi juga rakyat, karena kemungkinan, limbah tersebut diserap oleh ‘ground water’, sehingga rakyat yang umumnya minum air dari sumur – ground water, akan terganggu kesehatannya. Kanker, umumnya setelah 10 tahun, baru terlihat, jadi ganti kerugian, bukan utk 1 tahun. Seperti bapak baca, 3 M, mengganti kerugian utk 13 tahun. Ini yang harus diterapkan, jika ada investasi asing harus memikirkan kesejahteraan nelayan, pencaharian mereka dan kesejahteraannya. Cina tidak perduli, dan Indonesia juga tidak.
Menyikapi masalah dumping di laut, Evelyne Nusalim berpendapat hal tersebut menunjukkan, bahwa berkurangnya ikan di laut Indonesia, bukan disebabkan illegal fishing, tetapi dari limbah pertambangan, yang diizinkan, sedang tambak, tidak boleh ada limbah yang tidak dibersihkan. Jadi, peraturan membatasi nelayan, salah kaprah, nelayan sudah berkurang dan akan berkurang terus. PNBP harus dipungut pada pertambangan, bukan pada nelayan. Demikian pula penenggelaman kapal, juga merusak biota laut, mengurangi ikan dan coral. Ini diizinkan. Yang merusak besar-besaran. Dibebankan pada yang kecil,
“Prinsipnya, siapa yang mengotori, itu yang bayar,” jelasnya. Seperti diketahui, Elon Musk tidak mau invest di Indonesia untuk nickel, karena Indonesia tidak memenuhi persyaratan Environmental, Social and Governance (ESG).
Sementara itu Ketua Forum Masyarakat Peduli Nelayan (FMP) Jawa Timur, Salehwangen Hamsar mengatakan, persoalan dumping semakin dalam permasalahannya, lemahnya leadership kepemimpinan negara yang membuat kordinasi antar lembaga amburadul. “Terkesan berjalan sesuai target atau selera masing masing,” bebernya.
Omnibus Law sebagai pegangan regulasi (penyederhaan birokrasi) justru jadi obyek obyeknya sehingga merusak ekologi alam, dampaknya pada masyarakat kecil, nelayan, petani atau pembudidaya perikanan, rumput laut dan usaha masyarakat yang bersumber alami lainnya.”Omnibus Law regulasi untuk oligarki bukan untuk rakyat, pengaruh omnibus law mulai terasa, aset negara diobral atas nama investasi, sudah waktunya rakyat bertindak untuk menghilangkan rezim dan croni dari kekuasaan,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemprov Jawa Timur menetapkan tiga lokasi dumping di Perairan Gresik, Tuban Utara dan Samudera Indonesia (Perda No.10/2023) tentang RTRW Provinsi Jawa Timur. Di Perairan Gresik, lokasi dumping atas usulan Kadishub Jatim itu oleh PT. Semen Indonesia ditindaklanjuti. Perusahaan semen tersebut sudah mendapat surat keterangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan untuk memanfaatkan ruang laut serta berproses ijin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) ke kementerian Kelautan dan Perikanan.
Ijin dredging di lokasi Dumping di perairan Tuban sudah dikantongi PT. Pertamina-Rosneft dan menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jatim, PT. Semen Indonesia di Tuban sudah konsultasi untuk berancang ancang melakukan aktivitas dredging. Sedangkan lokasi Dumping di Samudera Indonesia, tepatnya di sebelah selatan Banyuwangi dialokasikan untuk kegiatan dumping PT. Bumi Sukses Indo yang bergerak di penambangan emas. @masduki
Discussion about this post