SIAGAINDONESIA.ID Ditetapkanya lokasi dumping di tiga lokasi di perairan Jawa Timur, yaitu Gresik, Tuban Utara dan Banyuwangi Selatan mengundang kontroversi. Sejumlah akademisi dari ITS, Brawijaya, Unair serta dari Wahana Lingkungan Hidup angkat bicara.
Guru Besar Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Universitas Brawijaya Malang, Prof. Dr. Rudianto mengatakan, apabila besarnya jumlah penduduk yang akan kena dampak sangat besar sekali. Secara akal sehat akan menimbulkan kerugian pada nelayan sendiri dan secara ekologis akan merusak lingkungan laut.
“Harus ada suatu pertimbangan apakah kita mementingkan persoalan ekonomi apa ekologi, mana yang lebih penting,” ujarnya.
Lebih jauh dikatakan apabila dampak ekologinya lebih besar maka itu tidak boleh dilakukan. Mungkin Perdanya ada asumsinya, jadi tidak mungkin Perda sendiri menetapkan dumping apabila tidak ada pertimbangannya.
Menurutnya, kriteria luas wilayah persebaran dampaknya tidak hanya di Jatim, tetapi juga nelayan Jawa Tengah dan Jawa Barat, kemudian dampak yang berlangsung, akan berlarut larut serta merugikan nelayan setempat dan nelayan persebaran.
“Ini jangan buru-buru, harus dikaji sesuai kajian akademik,” ujarnya.
Apabila dumping disetujui tentu saja akan banyak yang terkena kerugian. Mulai dari kerugian ekologi yang mengakibatkan kerugian sustainbility yang kaitannya dengan generasi yang akan datang. Bukan hanya soal dumping saja, akan tetapi juga soal sampah plastik dan oil, menyebabkan kekuatan laut untuk menyerap karbon semakin rendah.
Seperti diberitakan sebelumnya, setidaknya sudah empat perusahaan besar yang akan memanfaatkan lokasi dumping di Wilayah Pengelolaan Perairan (WPPN RI) 712 dan WPPN RI 573. PT Semen Indonesia sedang diproses ijinnya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk membuang limbah di perairan Gresik (Laut Jawa) yang juga merupakan Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS).

PT Semen Indonesia Tuban dan Pertamina-Rosneft Tuban yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) berancang-ancang melakukan dredging atau pengerukan material laut di perairan utara Tuban yang sudah diplot lokasi dumping.
Sementara PT Bumi Suksesindo, penambang emas di Gunung Tumpang Pitu atau Bukit Tujuh di Pesanggaran, Banyuwangi Selatan sudah disetujui membuang limbah tambangnya di Samudra Hindia yang termasuk WPPN RI 573.
Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Daniel M. Rosyid yang juga pakar Kemaritiman mengatakan, praktek membuang semua jenis sampah ke laut ini mencerminkan budaya dan cara pandang yang amoral dan tanpa etika lingkungan.
“Ini juga sebuah kejahatan. Sebuah ilegal dumping,” ungkapnya.
Dijelaskan, air laut itu hanya satu fasa dalam siklus air.
“Mencemarinya adalah kejahatan lingkungan yang akan membajak masa depan generasi penerus bangsa,” imbuhnya.
Sementara itu Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan berpendapat miris dengan dijinkannya limbah pabrik di buang ke laut.
Menurutnya, terlebih sekarang banyak negara berlomba-lomba menyelamatkan laut dengan membuat blue print laut bebas sampah, ini malah sebaliknya. Justru dengan adanya rencana ini potensi kerusakan akan semakin besar, ditambah tumpang tindih izin di laut, seperti tambang pasir laut sampai migas.
“Tentu akan semakin memperparah kondisi laut Jawa Utara yang hari ini sudah rusak, “ sesalnya.

Rencana tersebut menurutnya, sangat bertentangan dengan Undang Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) No 32 Tahun 2009. Jika dilaksanakan maka potensi kerusakan besar, apalagi kalau lihat lokasinya daerah dumping tersebut berdekatan dengan fishing ground. Dampaknya tidak hanya dengan ekosistem laut tapi juga manusia.
“Kami dari WALHI Jawa Timur menolak rencana tersebut dan meminta Pemprov untuk tidak melanjutkannya demi laut yang lebih bersih dan demi kepentingan nelayan,” tandasnya.
Penolakan lokasi dumping di perairan Jawa Timur ditentang perwakilan nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan (HSNI) dan Kesatuan Nelayan Tradisional (KNTI).
“Sebaiknya cabut saja penghargaan lingkungan yang pernah diterima Khofifah Indar Parawansa selama lima tahun terakhir,” protes Kamil Anadjib, SH.
Menanggapi usulan Kamil tersebut, menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur, Jempin Marbun mengatakan instansinya tidak mengusulkan, tetapi KLHK yang melakukan penilaian. Sedangkan pembuangan limbah B3 tidak kewenangan Gubernur, tetapi KLHK.
Sebagai gambaran potensi limbah B3 di Gebangkertosusilo diprediksi sangat besar, yaitu limbah padat sebesar 516.000 ton/bulan, limbah lumpur 590.270 ton/bulan dan limbah cair 712.450 ton/bulan (DLH Jatim). Sedangkan pembangunan pusat sarana pengolah limbah B3 yang semula direncanakan di Cerme, Gresik batal karena adanya hambatan sosial masyarakat.@Masduki
Discussion about this post